Meluaskan Rezeki
31 Okt 07 05:56 WIB

Oleh Muhammad Rizqon

Kek Ngoh, 96, demikian orang biasa memanggil namanya. Kata 'Ngoh' diambil dari 
kata 'Tengoh' (bahasa Aceh) yang berarti tengah. Maksudnya ia memiliki satu 
kakak dan satu adik, sedang ia berada di tengah-tengah mereka, maka ia disebut 
kakek yang berada di tengah atau Kek Ngoh. Dia memiliki 24 cucu dari 5 orang 
anak perempuannya yang sudah berumah tangga.

Yang luar biasa dari Kek Ngoh, meski usianya mendekati satu abad, dia tidak 
pikun. Dia masih bisa membaca tulisan tanpa kaca mata, mampu mendengar dan 
berucap dengan baik, dan sanggup berjalan bolak-balik dari rumahnya ke masjid 
yang berjarak sekitar 500 meter. Fisiknya cukup sehat dan bugar. Dia kadang 
suka bercanda denganku, mengajak adu cepat berjalan kaki. Jarang sekali kutemui 
seorang tua berusia lanjut yang sehat dan memiliki sense of humor tinggi 
layaknya dia.

Kemampuan menjelajahnya, untuk ukuran orang yang berusia demikian sepuh 
tersebut, adalah luar biasa. Dia pernah cerita bahwa semua masjid-masjid di 
Kota Banda Aceh pernah disinggahinya. Biasanya setiap Jum'at ia melaksanakan 
sholat jum'at secara bergilir dari masjid satu ke masjid yang lain. Untuk 
menuju masjid-masjid itu, ia tidak menggunakan sarana transportasi umum, 
melainkan berjalan kaki! Bahkan ia mengaku sering berjalan kaki di pagi hari 
menuju dari rumahnya ke Lambaro yang berjarak cukup jauh, lebih dari 5 km.

Dia termasuk orang yang dihormati di Desa Tanjung, boleh jadi karena usianya 
yang paling tua dari semua penduduk kampung, sementara ia masih mampu berpikir 
dan berkomunikasi dengan baik. Menceritakan perjalanan dirinya saat ia muda pun 
ia masih bisa. Juga ketika diajak ngobrol berandai-andai ke masa depan, ia pun 
masih mampu menyimpan harapan yang ingin diwujudkan.

Ketika bertemu aku, biasanya saat aku ke masjid, kadang ia terlebih dahulu 
mengucapkan salam keras-keras sambil melambai tangan. Aku merasa itu adalah 
penghargaan ia atas diriku yang masih muda. Dan biasanya setelah bersalaman 
terjadi dialog-dialog yang hangat. Kadang aku menggunakan bahasa aceh sebisaku 
dan terkadang membuatnya tertawa karena ada kata atau logat yang kugunakan 
terasa lucu baginya. Kemudian ia mengucap bahasa aceh yang disengaja dan ia 
yakini bahwa aku tidak akan mampu memahaminya. Kalau aku diam karena tidak 
tahu, ia bertanya kenapa diam. Ketika aku bilang, "Hana Teupue (tidak tahu)". 
Barulah dia tertawa terkekeh-kekeh kemudian menjelaskan artinya. Tetapi dari 
situlah keakraban sering terjadi.

Kami yang tinggal di komplek di Desa Tanjung menyadari bahwa Kek Ngoh adalah 
orang yang perlu disantuni mengingat kondisinya yang tua tersebut walau dia 
sendiri tidak pernah meminta. Terlebih mengingat Kek Ngoh adalah orang yang 
rajin datang ke masjid dan masih kuat menjalankan ibadah puasa.

Banyak dari kami warga pendatang berpikiran seperti itu. Terlebih lagi, Kek 
Ngoh adalah simbol dari sesepuh desa. Jika kami dekat dengan Kek Ngoh, maka 
kami merasa aman dalam berinteraksi dengan warga di desa tersebut. 
*** 
Masa tua, apalagi pada usia 96 tahun yang teramat lanjut, adalah masa hilangnya 
keberdayaan manusia secara fisik. Pada masa itu, teramat susah bagi seorang tua 
untuk mencari nafkah menghidupi diri sendiri. Daya hidup dari Kek Ngoh di usia 
tua tersebut menyakinkan diriku bahwa benarlah apa yang sering dikemukan dalam 
ayat-ayat Al-Qur'an, Allah menjamin rezeki setiap makhluk, termasuk terhadap 
terhadap seorang kakek tua seperti Kek Ngoh.

Ya, banyak orang yang khawatir dengan jaminan rezeki saat dirinya tua kelak. 
Syukur, jika orang berupaya pada batas-batas yang dihalalkan Allah. Yang 
menyedihkan adalah dengan dalih mempersiapkan jaminan hari tua dan 
kesejahteraan keturunan, maka banyak orang melampaui rambu-rambu syariat dalam 
mencari rezeki yang halal. Maka yang terjadi adalah alih-alih membekali diri 
dan keturunan dengan jaminan kehidupan, justru mereka membangun fondasi jaminan 
yang rapuh bagi kelangsungan hidup. Rapuh karena jaminan yang terkumpul dari 
barang haram, akan mudah lenyap sebagaimana mudah dalam memperolehnya.

Kek Ngoh tidak memiliki harta yang berarti selain tanah dan rumah yang sudah 
habis dibagikan kepada semua anaknya. Beberapa anaknya bekerja dengan membuka 
toko kelontong dan jual bensin di pinggir jalan, menjadi buruh cuci dan setrika 
pada beberapa rumah, dan menjadi petani atau pekebun. Meski demikian, ia merasa 
bahwa hidupnya tentram. Dia sangat menyadari bahwa usianya tidak lama lagi akan 
berakhir, maka tiada upaya yang dapat dilakukannya selain berbuat kebajikan 
pada akhir-akhir hidupnya dan memakan dari rezeki yang halal.

Banyaknya warga yang mengenal Kek Ngoh, kurasa bukan sekedar dari usianya yang 
teramat tua, tetapi dari sikapnya yang senantiasa bersahabat dengan siapa saja, 
termasuk dengan diriku. Beberapa kali ia menawarkan diriku untuk makan bersama 
di rumahnya. Baik pada kesempatan Maulid, kenduri, atau kesempatan lainnya. Dia 
akan marah jika aku tidak memiliki alasan yang tepat untuk menurutinya. 
Sikapnya yang bersahabat itu, menjadikan orang suka dan menjadikan Kek Ngoh 
sebagai daftar prioritas untuk menerima uang zakat, infaq, atau sodaqoh dari 
beberapa warga yang mengenalnya.

Andaikan ia berdiam di rumah saja, tanpa berinteraksi dengan siapapun, tentu 
orang pun akan malas berhubungan dan berkomunikasi dengannya. Bahkan, boleh 
jadi anaknya sendiri akan bersikap seperti itu dan merasa lebih nyaman dengan 
mengirimkan ia ke panti jompo atau memisahkan kehidupan di tempat lain. Namun 
yang kulihat dari Kek Ngoh adalah hal yang luar biasa. Dalam usia 96 tahun ia 
masih mampu berpikir, berinteraksi dengan baik, dan menjalin silaturahim dengan 
semua orang. Boleh jadi, inilah salah satu berkah dari silaturahim yang 
menambah rezeki.

Banyak hikmah yang kupetik dari pergaulan dengan Kek Ngoh. Dan ini 
mengingatkanku pada mertuaku, Kamsir Effendis, yang berusia sudah senja juga, 
yaitu hampir 68 tahun danmasih bugar jasmani dan pikiran di usia tua tersebut. 
Hobbi dari mertuaku ini adalah bersilaturahim dengan saudara dan kerabat. Demi 
silaturahim, ke manapun jika diberikan kondisi sehat, maka beliau jalani.

Dengan silaturahim, beliau meluaskan hubungan dengan saudara, kerabat, dan 
handai taulan. Dengan silaturahim pula, beliau memperdalam ikatan bathin. 
Caranya adalah dengan membantu secara finasial bagi sanak keluarga yang 
membutuhkan dan rajin memberikan hadiah bagi kerabat dan handai taulan. 
Sungguh, aku belajar makna silaturahim sebenarnya di mana didalamnya terdapat 
kata-kata 'super' yang menjadi inspirasi bagi kemajuan bisnis. Meluaskan 
hubungan adalah prinsip umum bisnis untuk menunai menunai kesuksesan. Demikian 
juga memperdalam hubungan adalah prinsip umum bisnis juga dalam mempertahankan 
kesetiaan pelanggan.

Boleh jadi jika diterjemahkan ke dalam bahasa bisnis, silaturahim mengandung 
makna-makna network marketing, relationship marketing, customer loyalty, 
customer satisfaction, differentiation, focus marketing dan lain-lain. Semua 
prinsip-prinsip marketing tersebut tidak lain adalah dalam rangka meningkat 
penjualan yang merupakan rezeki bagi perusahaan. Maka mudah dipahami jika 
silaturahim itu bisa menambah dan meluaskan rezeki.

Aku mendapat pelajaran dari orang-orang tua tersebut bahwa jika ingin diluaskan 
rezekinya, baik di waktu muda maupun tua, maka perbanyaklah silaturahim. Tentu 
saja, silaturahim dengan segala keagungan makna yang terkandung di dalamnya.

Waallahu'alam.

Kirim email ke