Mendengar Nasihat Situ Gintung
Selasa, 31 Maret 2009 08:12
Indonesia kembali berduka, ditengah hingar bingar pesta pora kampanye terbuka, 
bencana membius kembali Indonesia. Perhatian publik yang semula berarah kepada 
janji-janji para politisi,  menjadi beralih  terpusat ke bencana.  Tepatnya  di 
Situ Gintung-Tangerang-Banten tragedi itu terjadi.  Ratusan jiwa meninggal 
seketika, tak terhitung pula, berapa kehilangan materi yang terjadi.

Bencana Situ Gintung, merupakan estafet lanjutan dari runtutan rangkaian 
bencana yang telah sering hadir ke Indonesia, tidak luput dari ingatan kita, 
bagaimanan tsunami mululuh lantakkan Aceh dan Pangandaran, kemudian gempa bumi 
menggoyang Yogyakarta, serta beberapa bencana lainnya. Dan kini oleh Situ 
Gintung, Indonesia kembali diberi pelajaran yang sangat berharga.

Setiap bencana tidak dapat hanya dipandang secara lahiriyah dan ilmiah semata, 
karena bagi manusia beriman, setiap fenomena di alam semesta ini tidak bisa 
lepas dari izin dan kehendak Allah SWT. Dalam sebuah Hadits, Nabi Muhammad 
telah memperingatkan bahwa tidaklah setiap bencana/musibah menghinggapi 
seseorang/suatu kaum/suatu negeri, tidak lain merupakan buah hasil dari 
perbuatannya sendiri. Beliau bersabda, kondisi itu sangat ditentukan oleh 
akibat faktor telah merajalelanya kedurhakaan-kedurhakaan yang dibuat manusia.

Hadirnya bencana yang dapat mematikan manusia secara massal dalam sekejap, dan 
tanpa diduga-duga, membuat kita harus semakin sadar akan betapa beragam dan 
mudahnya jalan-jalan kematian yang dapat menjumpai manusia, serta memberikan 
pelajaran akan kefanaan diri serta semesta bumi ini. Hal ini pula harus semakin 
memutar orientasi hidup masing-masing kita. Pangkat, jabatan, harta, 
popularitas, yang banyak mengecoh sebagian besar manusia sehingga 
menempatkannya sebagai tujuan hidup, harus segera dievaluasi eksistensi 
kebenarannya.

Kembali kepada salah satu ayat Al-Qur'an yang menyebutkan bahwa, segala musibah 
atau bencana yang menimpa seseorang/suatu kaum/suatu negeri merupakan "hadiah" 
dari hasil perbuatannya sendiri. Dengan landasan ayat ini, kita dapat melihat 
fenomena beruntunnya keterjadian bencana yang terjadi di negeri ini, sebagai 
buah dari semakin merajalelanya aktivitas amoral di negeri ini. Sehingga 
penaggulangannya, tidak dapat hanya ditanggulangi secara lahiriyah dan ilmiah 
semata, tetapi lebih dari itu, pula harus di enyahkan dengan mengikuti 
pandangan moralitas spiritualitas.

Kalau kita melihat prestasi kemaksiatan negeri ini, kiranya wajar bencana 
menghujani Indonesia. Coba hitung berapa pencapaian "prestasi" aktivitas KKN. 
Khusus korupsi, Indonesia merupakan salah satu jagoan besar di muka bumi ini. 
Itu baru contoh salah satu, belum kedurhakaan aktivitas lainnya yang 
berhubungan dengan NARKOBA, perzinahan, aborsi ilegal, dan lain sebagainya.

Gerakan Taubat Nasional

Kiranya salah satu upaya mendasar yang harus digerakan di Negara ini, agar 
terenyahkan dari segala bencana-bencana yang menghinggapi, adalah dengan 
mencanangkan sebuah GERAKAN TAUBAT NASIONAL. Taubatlah pintu pertama dari 
terbukanya segala pintu-pintu anugerah dari Allah SWT. Indah kiranya, ketika 
dari tingkat pimpinan atas nasional, daerah, beserta seluruh rakyat, menghiasi 
selalu hari dan dirinya dengan pertaubatan.

Taubat merupakan sesuatu yang sangat dicintai oleh Allah SWT. Walau betapa 
besar dosa yang telah diperbuat, ruang ampunan Tuhan sangat jauh lebih besar 
lagi. Pribadi bertaubat adalah pribadi yang sangat disayangi-Nya, Allah SWT 
berjanji bahwa ketika Dia telah mencintai seorang hamba, maka Dia akan tampil 
menjadi penjaga sejati hamba tersebut selama-lamanya.

Dari semua analisis di atas, telihat jelas bahwa pembangunan spiritual dan 
moralitas bangsa, sangat nyata akan membawa kemajuan bagi sebuah bangsa. Karena 
dapat dibayangkan, bangsa yang taqwa akan selalu berada dalam perlindungan 
Tuhan, sehingga dapat memangkas anggaran belanja negara yang selama ini 
digunakan untuk recovery bencana/musibah, untuk kemudian dapat digunakan 
pembiayaan pembangunan bangsa tersebut.

Tidak hanya untuk menyelesaikan masalah bencana semata, tetapi juga untuk 
mengobati multi krisis yang menjangkiti negeri ini. Cara pandang TAUHID-IMAN 
yang memandang setiap penyelesaian masalah harus dikembalikan kepada pemiliki 
jalan keluar setiap masalah (TUHAN), sangat substansial dan amat penting 
menjadi langkah utama dalam setiap upaya pengendalian suatu bencana.

Oleh karena itu, dalam pemilu ke depan kiranya kita harus pintar memilih 
pribadi-pribadi bertauhid-beriman-bertaqwa sebagai wakil dan pemimpin kita di 
pemerintahan. Wakil rakyat dan presiden yang bertauhid-beriman-bertaqwa dijamin 
akan memberikan keberkahan bagi Negara ini, karena dalam menjalankan tugas 
kenegaraannya, beliau selalu dibimbing oleh Sang Tuhan. Manusia 
bertauhid-beriman-bertaqwa memiliki ciri nyata berupa manusia yang selalu 
terikat hati dan jiwa raganya dengan Tuhan, dan menjadikan tugas kenegaraannya 
sebagai sebuah ibadah dan pengabdian kepada Sang Maha Pencipta, serta memiliki 
ketakutan yang teramat sangat ketika menghianati-Nya. Prinsip itu akan 
tertampak nyata dalam aktifitas hidupnya yang selalu mengutamakan kejujuran dan 
berbagai keutamaan kebaikan lainnya. Karena semua komponen-komponen tubuh yang 
ada pada jiwa raganya telah terikat kuat kepada Sang Maha Penguasa yang mutlak.

Dari semua argumen di atas, bencana Situ Gintung harusnya memberikan pelajaran 
yang sangat besar bagi manusia, terutama mengenai ketidak berdayaan manusia 
dalam menjalani kehidupannya, apabila tanpa menghadirkan perlindungan Sang 
Khalik dalam setiap sesi nafas hidupnya. Setiap bala bencana, baik yang 
terlihat maupun tidak, selalu mengintai untuk menghantam kita setiap waktu. 
Hanya kebersandaran diri yang total kepada Sang pemilik alam semesta dengan 
segala isinya inilah, manusia bisa "menang" dalam mengarungi kehidupannya. 
Kepasrahan kepada Zat yang memang seharusnya menjadi tempat manusia memasrahkan 
dan menyandarkan diri, akan membuat hidup menjadi tenang, damai, bahagia, dan 
terhindar dari bala bencana. Insya Allah, amin.

penulis : 
Cecep Hidayat., S.Pt 

Peneliti di Balai Penelitian Ternak - Badan Litbang Pertanian - Departemen 
Pertanian RI

sumber : situs warnaislam


Kirim email ke