----- Original Message ----- 
From: masjid annahl 
Sent: Monday, August 24, 2009 2:43 PM

10 Pohon Ramadhan 
Oleh: Ulis Tofa, Lc 

dakwatuna.com - Ibarat sebuah tanaman, maka amaliyah Ramadhan adalah pohonnya. 
Mediumnya adalah bulan Ramadhan. Pohon apa yang kita tanam di medium Ramadhan, 
itulah yang akan kita petik, itulah yang akan kita nikmati. Karena “siapa 
menanam dia yang menuai”.
Pertanyaannya; Pohon apa saja yang perlu kita tanam di bulan suci ini?

Paling tidak ada 10 pohon Ramadhan yang mesti kita tanam di medium bulan 
Ramadhan ini:


Pohon pertama, shaum. Tidak sekedar menahan hal yang membatalkan shaum –makan, 
minum dan berhubungan biologis- dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari 
saja. Karena, kalau hanya sekedar menahan yang demikian, boleh jadi anak kecil, 
usia SD bisa melakukannya. Betapa anak-anak kita sudah belajar shaum semenjak 
dibangku sekolah bukan?

Nah, kalau demikian, apa bedanya shaumnya kita dengan mereka?

Harus ada nilai lebih, yaitu menjaga dari yang membatalkan nilai dan pahala 
shaum.

Apa yang membatalkan nilai shaum. Di antaranya bohong, ghibah, namimah, 
mengumpat, hasud dan penyakit hati lainnya. Dengan demikian, mata, telinga, 
lisan, tangan, kaki dan anggota badan kita ikut serta shaum.

“Betapa banyak orang yang shaum, tidak mendapatkan sesuatu kecuali hanya rasa 
lapar dan dahaga semata.” Begitu penegasan Rasulullah saw.

Pohon kedua, sahur. Sahur tidak pengganti sarapan pagi, bukan juga penambah 
makan malam. Namun sahur yang penuh berkah, yang dilakukan diakhir jelang waktu 
fajar. Di sinilah waktu-waktu yang sangat mahal, doa dikabulkan, permintaan 
dipenuhi. Sehingga ketika melaksanakan sahur tidak tidak sambil nonton hiburan, 
tayangan yang melenakan, oleh media elektronik. Sibukkan diri dan keluarga kita 
dengan mensyukuri nikmat Allah dengan bersama-sama melaksanakan sunnah sahur 
ini dengan penuh hikmat dan kekeluargaan.

“Sahurlah, karena dalam sahur itu ada keberkahan.” Begitu sabda Rasulullah saw. 
mengajarkan.


Pohon ketiga, ifthar. Buka puasa. Sunnah buka puasa itu disegerakan. Ketika 
dengar kumandang adzan Maghrib, segera lakukan buka puasa. Jangan tunda, jangan 
sok kuat, nanti bakda tarawih saja, bukan.

Dengan apa kita ifthar? Sunnahnya dengan ruthab atau kurma muda. Berapa biji? 
Bilangan ganjil satu atau tiga biji. Kalau tidak ada, seteguk air putih. Itu 
yang dilakukan Rasulullah saw. bukan dengan memakan aneka hidangan, ragam 
makanan, bukan. Dan Rasulullah saw. pun baru makan besar setelah shalat tarawih.

Ifthar bukan ajang balas dendam, seharian manahan lapar, ketika bedug Maghrib, 
seakan ingin melampiaskan rasa laparnya dengan memakan semua yang ada. Perilaku 
ini tentu tidak akan membawa dampak perubahan dalam kehidupan pelakunya. 
Justeru dengan berlapar-lapar sambil merenungkan hikmah shaum dan menjadi bukti 
kesyukuran adalah sebagian dari target berpuasa. Sehingga dengan sadar dan 
hikmat kita berdoa saat berbuka:

“Yaa Allah, kepada-Mu aku shaum, dengan rizki-Mu aku berbuka, telah hilang rasa 
haus-dahagaku, kerongkongan telah basah, karena itu tetapkan pahala bagiku, 
insya Allah.”



Pohon keempat, tarawih. Tarawih berasal dari akar kata 
“raaha-yaruuhu-raahatan-watarwiihatan- yang artinya rehat, istirahat, santai. 
Sehingga shalat tarawih adalah shalat yang dilaksanakan dengan thuma’ninah, 
santai, khusyu’ dan penuh penghayatan, bukan hanya sekedar mengejar target 
bilangan rekaatnya saja, mau delapan, dua puluh, empat puluh, silahkan 
dikerjakan, asal memperhatikan rukun, wajib, dan sunnah shalat.

Kalau kita disuruh memilih, apakah shalat tarawih di masjid yang dalamnya 
dibaca “idzaa jaa’a nashrullahi wal fathu” atau shalat tarawih di masjid yang 
baca “idzaa jaa’akal munaafiquna qaaluu nasyhadu innaka larasuuluh…” Pilih 
mana? 

Kita tidak dalam posisi membandingkan surat yang dibaca, semua adalah surat 
dalam Al-Qur’an, namun kita ingin membandingkan sikap kita, apa kita pilih yang 
panjang-panjang namun khusyu’ atau pilih yang pendek-pendek namun secepat kilat.

Umat muslim harus berani mengevaluasi diri dalam hal pelaksanaan shalat tarawih 
ini. Sebab, sudah kesekian kali kita melaksanakan shalat tarawih dalam hidup 
kita, namun kita belum bisa meresapi, merenungkan dan mendapatkan manisnya 
shalat, bermunajat kepada Allah swt. secara langsung.

Bukankah Rasulullah saw. meneladankan kepada kita, bahwa beliau shalat tarawih, 
di reka’at pertama setelah beliau membaca surat Al-Fatihah, beliau membaca 
surat Al-Baqarah sampai selesai, para sahabat mengira beliau akan ruku’, namun 
beliau melanjutkan membaca surat An-Nisa’ sampai selesai, para sahabat kembali 
mengira beliau akan ruku’, namun kembali beliau membaca surat Ali-Imran sampai 
selesai, baru beliau ruku’. Sedangkan ruku’, i’tidal dan sujud beliau lamanya 
seperti beliau berdiri rekaat pertama. Subhanallah!

Tentu kita tidak sekuat Rasulullah saw. namun yang kita teladani dari beliau 
adalah pelaksanaannya, dengan cara yang thuma’ninah, khusyu’ dan penuh tadabbur.


Pohon kelima, tilawatul Qur’an. Membaca Al-Qur’an. Atau yang populer adalah 
tadarus Al-Qur’an. Tadarus tidak hanya dilakukan di bulan suci ini, juga 
dilakukan setiap hari di luar Ramadhan, namun pada bulan suci ini tadarus lebih 
dikuatkan, ditambahkan kuantitas dan kualitasnya. Setiap malam, Rasulullah saw. 
bergantian bertadarus dan mengkhatamkan Al-Qur’an dengan malaikat Jibril.

Imam Malik, ketika memasuki bulan suci Ramadhan meninggalkan semua aktivitas 
keilmuan atau memberi fatwa. Semua ia tinggalkan hanya untuk mengisi waktu 
Ramadhannya dengan tadarus.

Imam Asy-Syafi’i, si-empunya madzhab yang diikuti di negeri ini, ketika masuk 
bulan Ramadhan ia mengkhatamkan Al-Qur’an sehari dua kali, sehingga beliau 
khatam Al-Qur’an 60 kali selama sebulan penuh. Subhanallah!

Kita tidak perlu mendebat, apakah itu mungkin? Bagaimana caranya beliau bisa 
melakukan hal itu? Esensi yang jauh lebih penting adalah, semangat dan 
mujahadah yang kuat itulah yang mesti kita miliki dalam berinteraksi dengan 
Al-Qur’an.


Pohon keenam, ith’aamul ifthor. Memberi berbuka puasa. Jangan diremehkan 
memberi berbuka puasa kepada orang yang berpuasa, baik langsung maupun lewat 
masjid. Walau hanya satu butir kurma, satu teguk air, makanan, minuman dan 
lainnya. Sebab, nilai dan pahalanya sama seperti orang yang berpuasa yang kita 
kasih berbuka itu. Di negara-negara Timur-Tengah, tradisi dan sunnah memberi 
buka puasa ini sangat kental. Hampir-hampir setiap rumah membuka pintu 
selebar-lebarnya bagi para kerabat, musafir, tetangga, sahabat, untuk berbuka 
bersama dengan mereka.

Kita jadikan memberi buka bersama ini sebagai sarana menebar kepedulian, 
kekeluargaan, keakraban, dengan sesama, lebih lagi sebagai sarana fastabiqul 
khairat.


Pohon ketujuh, i’tikaf. Melaksanakan i’tikaf 10 hari akhir Ramadhan. Inilah 
amalan sunnah muakkadah yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah saw. semasa 
hidupnya. Lebih dari 8 atau 9 kali beliau beri’tikaf di bulan suci ini, bahkan 
di tahun di mana beliau meninggal, beliau beri’tikaf 20 hari akhir Ramadhan. 
Beliau membangunkan istri-sitrinya, kerabatnya untuk menghidupkan malam-malam 
mulia dan mahal ini. (baca i’tikaf)

Pohon kedelapan, taharri lailatail qadar. Memburu lailatul qadar. Usia 
rata-rata umat Muhammad adalah 60 tahun, jika lebih, itu kira-kira bonus dari 
Allah swt. Namun usia yang relatif pendek itu bisa menyamai nilai dan makna 
usia umat-umat terdahulu yang bilangan umur mereka ratusan bahkan ribuan tahun. 
Bagaimana caranya? Ya, dengan cara memburu lailatul qadar, sebab orang yang 
meraih lailatul qadar dalam kondisi beribadah kepada Allah swt., berarti ia 
telah berbuat kebaikan sepanjang 1000 bulan atau 84 tahun 3 bulan penuh. Jika 
kita meraih lailatul qadar sekali, dua kali, tiga kali, dan seterusnya, maka 
nilai usia dan ibadah kita bisa menyamai umat-umat terdahulu.

Rahasia inilah yang di yaumil akhir kelak, umat Muhammad saw. dibangkitan dari 
alam kubur terlebih dahulu, dihisab terlebih dahulu, dimasukkan ke surga 
terlebih dahulu, dan juga dimasukkan ke neraka terlebih dahulu, waliyadzu 
billah.

“Pada bulan ini ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, siapa yang 
terhalang dari kebaikannya berarti ia telah benar-benar terhalang dari 
kebaikan.” (H.R. Ahmad)

Pohon kesembilan, umroh. Melaksanakan ibadah umroh dibulan suci Ramadhan, 
terutama 10 akhir Ramadhan. Sebab melaksanakan umroh di bulan suci ini seperti 
malaksanakan ibadah haji atau ibadah haji bersama Rasulullah saw.

“Umrah di bulan Ramadhan sebanding dengan haji.” Dalam riwayat yang lain: 
“Sebanding haji bersamaku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pohon kesepuluh, menunaikan ZISWAF, yaitu mengeluarkan zakat, infaq, sedekah 
dan wakaf. ZISWAF adalah merupakan ibadah maaliyah ijtima’iyyah, ibadah yang 
terkait dengan harta dan berdampak pada manfaat sosial. Mengeluarkan ZISWAF 
tidak hanya bulan suci Ramadhan, kecuali zakat fitrah yang memang harus 
dikeluarkan sebelum shalat iedul fitri, sedangkan zakat-zakat yang lain, 
sedekah dan infaq dilakukan kapan saja dan di mana saja, namun karena bulan 
Ramadhan menjanjikan kebaikan berlipat, biasanya kesempatan ini tidak 
disia-siakan umat muslim, sehingga umat muslim berbondong-bondong menunjukkan 
kepeduliannya dengan berZISWAF. Tentu dilakukan dengan baik, benar dan tidak 
memakan korban. Lebih baik lagi jika disalurkan lewat Lembaga Amil Zakat yang 
memang mengelola dana-dana umat ini sepanjang hari, tidak hanya tahunan.

Berbicara tentang potensi ZISWAF di negeri ini sangatlah besar jumlah, setiap 
tahunnya potensi ZISWAF itu 19, 3 Trilyun Rupiah. Subhanallah, dana yang tidak 
sedikit yang jika bisa digali, diberdayakan, maka ekonomi umat Islam akan lebih 
baik.

Inilah 10 pohon Ramadhan, “Siapa menanamnya ia akan menuai”, biidznillah. 
Allahu a’lam

Kirim email ke