----- Original Message ----- 
From: haryadi 
Sent: Wednesday, March 17, 2010 9:16 PM



Bakat vs Usaha
Oleh: Agung Praptapa *

"Potensi yang tidak diledakkan akan tetap menjadi potensi saja, tidak akan 
terwujud sebagai kemampuan untuk melakukan tindakan."

Saya sering mendapatkan keluhan dari mahasiswa maupun peserta training bahwa 
mereka merasa tidak berbakat memimpin. Dalam kesempatan lain mereka 
menyampaikan lagi bahwa mereka tidak berbakat seni, olah raga, menulis, dan 
sederetan alasan lainnya untuk menjustifikasi bahwa mereka tidak mampu 
melakukan hal tertentu karena mereka tidak berbakat. Kata "tidak berbakat" 
nampaknya menjadi kambing hitam yang paling mudah. "Jangan salahkan aku kalau 
aku tidak mampu melakukan hal tertentu karena aku tidak berbakat" demikian 
kurang lebih pesan yang terkandung dalam pernyataan mereka.

Namun pada saat saya tanyakan kepada yang merasa "tidak berbakat" mengenai 
sudah seberapa jauh mereka belajar, berlatih dan mencoba, mereka mulai 
mencari-cari alasan berikutnya. Mereka katakan bahwa walaupun belum mencobanya 
tetapi mereka tahu dan bisa merasakan kalau mereka tidak berbakat. "Seperti 
ejakulasi dini saja, belum apa-apa sudah loyo" demikian saya sering meledek 
mereka-mereka yang terlampau cepat memvonis dirinya tidak mampu karena tidak 
berbakat.

Berkaitan dengan masalah bakat, dalam suatu kesempatan pelatihan kepemimpinan 
saya memulai dengan pertanyaan "Apakah Anda percaya bahwa para pemimpin besar 
memang dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin? Atau Anda lebih percaya bahwa 
para pemimpin besar ditempa dalam perjalanan hidupnya sehingga menjadilah ia 
seorang pemimpin?" Jawaban yang aman memang ke dua-duanya bisa. Bisa saja kita 
menjawab dengan enteng bahwa ada seorang pemimpin yang memang dilahirkan untuk 
menjadi seorang pemimpin dan ada yang menjadi pemimpin karena dibentuk oleh 
dirinya sendiri maupun oleh lingkungannya sehingga seseorang menjadi seorang 
pemimpin. Namun bukan sekedar jawaban tentunya yang kita cari. Kita ingin 
mendapatkan jawaban yang memiliki landasan pemikiran yang kuat, yang based on 
evidence, yang berdasarkan bukti! Bisakah kita membuktikan bahwa seseorang 
memang dilahirkan untuk menjadi pemimpin? Apa buktinya pemimpin itu ditempa dan 
dibentuk?

Banyak keturunan pemimpin juga menjadi pemimpin. Kalau kita mendengar nama 
Kennedy, asosiasi kita langsung ke keluarga Kennedy di Amerika Serikat yang 
turun menurun menjadi pemimpin. Ada George Bush kemudian munculah George W. 
Bush. Ada Mahatma Gandhi kemudian muncul Indira Gandhi. Ada Sukarno dan 
kemudian muncullah Megawati Sukarno Putri. Jadi nampaknya di sini sifat-sifat 
kepemimpinan bisa diturunkan sehingga seorang pemimpin bisa melahirkan pemimpin 
berikutnya. Benarkah sifat-sifat kempemimpinan bisa diturunkan secara biologis?

Saya tidak akan memperdebatkan masalah ini dari aspek genetika karena memang 
hal tersebut bukan dalam bidang keahlian saya. Namun demikian saya yakin bahwa 
manusia dilahirkan dengan potensi sendiri-sendiri. Setiap manusia itu unik. 
Tidak ada yang sama persis. Meskipun seorang manusia dilahirkan seperti halnya 
kertas putih bersih yang belum tercoret, mereka dianugrahi potensi yang berbeda 
antara satu dengan lain. Saya termasuk yang tidak yakin bahwa manusia 
dilahirkan dengan potensi yang sama. Oleh karenanya saya katakan berulang kali 
bahwa manusia memiliki potensi yang unik antara satu orang dengan lainnya.

Seorang anak yang lahir dari pasangan yang cerdas memiliki kemungkinan yang 
lebih tinggi untuk memiliki potensi kecerdasan seperti halnya orang tuanya. Ini 
logika yang wajar saja. Buah akan akan jatuh tidak jauh dari pohonnya. Kalau 
bakat dan sifat orang tuanya menurun kepada anaknya itu tentunya sudah 
sewajarnya. Namun ingat, yang diturunkan kepada anaknya masih bersifat potensi. 
Potensi itu akan tetap diam tidak akan menjadi realitas kalau tidak diwujudkan 
dalam tindakan. Seorang anak yang berpotensi menjadi pelari cepat tidak akan 
menjadi pelari cepat kalau ia tidak mencoba berlari. Seorang anak yang memiliki 
potensi memimpin tidak akan pernah benar-benar menjadi pemimpin kalau tidak 
melakukan tindakan sebagai seorang pemimpin. Seorang anak yang memiliki bakat 
menulis tidak akan pernah menjadi penulis apabila ia tidak menulis. Potensi 
yang mereka miliki bukan apa-apa apabila tidak diwujudkan dalam suatu tindakan. 
Sebuah senapan tidak akan meletus apabila tidak ditarik pelatuknya. Kalau 
demikian, dari pada meributkan seorang pemimpin itu dilahirkan atau tidak lebih 
baik kita langsung saja mengambil tindakan untuk menjadi seorang pemimpin. Hal 
ini lebih efektif dari pada kita disibukkan untuk memikirkan apakah kita 
berbakat untuk menjadi pemimpin atau tidak.

Kalau kita bicara tentang bakat, harus diakui bahwa orang yang memilki bakat 
tertentu akan belajar lebih cepat dari pada yang kurang berbakat. Seseorang 
yang memiliki bakat seni musik akan lebih cepat belajar musik dari pada yang 
tidak atau kurang berbakat dalam hal seni. Namun perlu dicatat di sini bahwa 
orang yang berbakat seni tetapi tidak mau belajar seni tidak akan memiliki 
kemampuan seni. Mengapa? Karena bakat itu hanya berupa potensi. Kalau potensi 
tersebut tidak diledakkan ya akan tetap menjadi potensi saja. Tidak akan 
terwujud sebagai kemampuan untuk melakukan tindakan. Dengan kata lain, seorang 
yang tidak memiliki bakat musik tetap bisa memiliki kemampuan di bidang musik 
apabila mereka mau belajar. Konotasi belajar di sini tidak berarti belajar 
dalam arti formal maupun informal, tetapi juga belajar dalam arti mencoba 
melakukan (experiental learning). Maka jangan pernah memvonis diri sendiri 
tidak berbakat dalam suatu bidang tertentu sebelum mencobanya. Sampai di sini 
kita masih memiliki kesimpulan yang sama bahwa seberapa besarpun bakat kita 
tidak akan menjadi kemampuan yang sebenarnya kalau kita tidak pernah 
mencobanya. Dengan kata lain, dari pada sibuk memikirkan bakat kita lebih baik 
kita sibuk melatih diri kita untuk menjadi seperti apa yang kita harapkan.

Saat kita merasa tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk melakukan sesuatu, 
hal tersebut bukan selalu karena bakat. Bahkan beberapa pakar menyatakan bahwa 
kemampuan yang kita miliki hanya 15% yang berasal dari bakat. Selebihnya, yaitu 
85%, berasal dari belajar, latihan, dan mencoba. Dengan demikian, kalau kita 
belajar dengan benar, melatih diri dengan benar, dan mencoba dengan benar maka 
kita akan menghasilkan kemampuan yang jauh lebih besar dari pada mengandalkan 
hanya pada faktor bakat saja.

Mau memiliki kemampuan yang hebat? Keep trying, keep doing! Ledakkan potensi 
Anda.

*) Agung Praptapa adalah penulis buku "The Art of Controlling People", 
Gramedia, 2009. Ia seorang dosen, konsultan bisnis, dan trainer di bidang 
personal and organizational development. Alumni Writer Schoolen dan Trainer 
Schoolen.


Kirim email ke