----- Original Message ----- 
From: masjid annahl 
Sent: Thursday, October 14, 2010 8:49 AM
Subject: [ Annahl ] Dan Berkurbanlah!


Seri : Kajian Qurban

Oleh: Ulis Tofa, Lc 
dakwatuna.com – Syariat berkurban merupakan warisan ibadah yang paling tua. 
Karena berkurban mulai diperintahkan saat Nabiyullah Adam ‘alaihis salam tidak 
menemukan cara yang tepat dalam menikahkan anak-anaknya yang kembar. Meskipun 
sudah diputuskan menikah secara silang. Sampai akhirnya Allah swt. mewahyukan 
agar kedua anak Adam, Habil dan Qabil melaksanakan kurban untuk membuktikan 
siapa yang diterima. Habil berkurban dengan ternaknya –unta- dan Qabil 
berkurban dengan tanamannya –gandum-.

Sampai disini Allah swt sebenarnya ingin menguji hamba-hamba-Nya, mana yang 
dengan suka-rela menerima perintahnya, dan mana yang menentangnya. Habil dengan 
ikhlas mempersembahkan kurbannya dan karenanya diterima. Sedangkan Qabil karena 
tidak tulus dalam menjalankan perintah berkurban, tidak diterima, sehingga 
dengan nekad juga ia membunuh saudaranya, inilah peristiwa pembunuhan pertama 
dalam sejarah umat manusia. Peristiwa ini Allah swt. rekam dalam surat 
Al-Maidah ayat 27-31.

Syariat berkurban dilanjutkan dengan Nabi-Nabi berikutnya.

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا 
رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ 
أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ (34)

“Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya 
mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah 
kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, Karena itu berserah 
dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang 
tunduk patuh (kepada Allah).” QS. Al-Hajj : 34

Peristiwa berkurban paling fenomenal dibuktikan oleh Bapak Tauhid, Khalilullah, 
Ibrahim Alaihissalam. Ibrahim yang menanti seorang putra sejak lama itu 
diperintahkan Allah swt untuk menyembelih putra semata wayangnya, Isma’il 
alaihissalam. Ujian berat menyergapnya, antara melaksanakan perintah Allah swt 
atau membiarkan hidup putranya dengan tidak melaksanakan perintah Allah swt, 
toh putranya nanti akan melanjutkan perjuangan bapaknya. Alasan ini kelihatan 
begitu rasional. Bisa menjadi pembelaan diri dan pembenaran pilihan.

Namun, Ibrahim sudah teruji ketaatannya kepada Allah swt. sehingga tiada ragu 
ia akan melaksanakan perintah Allah swt. Perintah itu dikomunikasikan dengan 
putranya Isma’il. Betapa bangganya sang ayah yang mendengar ketegasan putranya, 
“Wahai Ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Engkau akan 
menemukan diriku termasuk orang yang penyabar.”

Rangkaian kisah hebat itu Allah swt rekam dalam Al-Qur’an,

“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang 
yang saleh. Maka kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat 
sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama 
Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi 
bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai 
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan 
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya Telah berserah 
diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran 
keduanya ). Dan kami panggillah dia: “Hai Ibrahim. Sesungguhnya kamu Telah 
membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada 
orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang 
nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami 
abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang 
datang Kemudian. (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. Demikianlah 
kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” A(s-Shaffat:100-110)

Nikmat Allah

Syariat itu kembali diaktualisasikan oleh nabi akhir zaman, Nabiyullah Muhammad 
saw dan kita sebagai umatnya. Perintah itu digambarkan dalam surat pendek, 
surat Al-Kautsar: 1-3

“Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka 
dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang 
yang membenci kamu dialah yang terputus.”

Sebelum Allah swt memerintahkan berkurban, terlebih dulu Allah swt mengingatkan 
betapa nikmat pemberian Allah swt begitu banyak “Al Kaustar”, atau juga berarti 
telaga kautsar di surga.

Kalau kita mencoba merenung, nikmat Allah swt yang besar adalah nikmat 
diciptakanya kita sebagai manusia. Makhluk Allah swt yang paling mulya dan 
paling baik bentuknya, “ Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam 
bentuk yang sebaik-baiknya.” (At-Tiin:4)

Nikmat menjadi peran khalifatullah fil ardli, perwakilan Allah swt untuk 
memakmurkan bumi dan isinya. “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para 
malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” 
(Al-Baqarah:30)

Nikmat anggota badan yang begitu menakjubkan dan luar biasa. Betapa sangat 
mahalnya kesehatan itu ketika satu mata dihargai ratusan juta. Makanya Allah 
swt kembali mengingatkan “Dan pada diri kalian, apakah kalian tidak 
memperhatikan?” (Adz-Dzariyat:21)

Dan yang paling besar anugerah Allah swt adalah nikmat Iman dan Islam. Ini 
digambarkan Allah sendiri,

”Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan 
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” 
(Al-Ma’idah:3)

Hakekat Berkurban

Setelah Allah swt menyebut nikmat-nikmat yang begitu banyak itu, Allah swt 
mengingatkan hamba-hamba-Nya agar mau melaksanakan perintah-perintah-Nya: 
perintah shalat lima waktu atau shalat Idul Adha dan berkurban sebagai bukti 
rasa syukur kepada-Nya.

Bahkan Rasulullah saw memerintahkan berkurban dengan bahasa yang tegas dan 
lugas bahkan disertai ancaman. Ancaman untuk tidak dekat-dekat dengan tempat 
shalat atau dengan istilah lain tidak diakui menjadi umat Muhammad.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ 
وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

“Dari Abu Hurairah ra., nabi Muhammad saw bersabda, “Barang siapa yang 
mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia menghampiri 
(mendekati) tempat shalat kami”. (Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).

Berkurban tidak sekedar mengalirkan darah binatang ternak, tidak hanya memotong 
hewan kurban, namun lebih dari itu, berkurban berarti ketundukan total terhadap 
perintah-perintah Allah swt dan sikap menghindar dari hal-hal yang dilarang-Nya.

Allah swt ingin menguji hamba-hamba-Nya dengan suatu perintah, apakah ia dengan 
berbaik sangka kepada-Nya dan karenanya melaksanakan dengan baik tanpa 
ragug-ragu? Laksana Nabiyullah Ibrahim.

Berkurban adalah berarti wujud ketaatan dan peribadatan seseorang, dan 
karenanya seluruh sisi kehidupan seseorang bisa menjadi manifestasi sikap 
berkurban.

Atau seperti Qabil yang menuruti logika otaknya dan kemauan syahwatnya, 
sehingga dengan perintah berkurban itu, ia malah melanggar perintah Allah swt 
dengan membunuh saudara kembarnya sendiri? Ia berusaha mensiasati perintah 
Allah swt dengan kemauannya sendiri yang menurutnya baik. Namun di situlah 
letak permasalahannya: ia tidak percaya perintah Allah swt.?

Berkurban juga berarti upaya menyembelih hawa nafsu dan memotong kemauan 
syahwat yang selalu menyuruh kepada kemunkaran dan kejahatan.

Seandainya sikap ini dimiliki oleh umat Islam, subhanallah, umat Islam akan 
maju dalam segalanya. Betapa tidak, bagi yang berprofesi sebagai guru, ia 
berkurban dengan ilmunya. Pengusaha ia berkurban dengan bisnisnya yang fair dan 
halal. Advokat dan Penegak Hukum berkurban untuk kebenaran dan keadilan. 
Politisi ia berkurban demi kemaslahatan umum dan bukan kelompoknya. Pemimpin ia 
berkurban untuk kemajuan rakyat dan bangsanya dan begitu seterusnya.

Kita berani menyembelih kemauan pribadi yang bertentangan dengan kemauan 
kelompok, atau keinginan pribadi yang bertentangan dengan syariat. Bahkan 
kemauan kelompok namun bertentangan dengan perintah Allah swt.

Dengan semangat ini, bentuk-bentuk kejahatan akan bisa diminimalisir bahkan 
dihilangkan di bumi pertiwi ini. Biidznillah.

Karena itu Allah swt menegaskan dalam firman-Nya,

”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai 
(keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. 
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan 
Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada 
orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Hajj:37)

Dan berkurbanlah. Kurban menjadi kebiasaan yang melegakan, bukan menjadi beban 
dan keterpaksaan. Karena memang kurban tidak sekedar memotong hewan, tapi lebih 
dari itu, ketundukan total terhadap perintah-perintah Allah swt. Allahu A’lam.

sumber : http://www.dakwatuna.com


-- 

Kirim email ke