----- Original Message ----- 
From: masjid annahl 
Sent: Wednesday, October 13, 2010 8:56 AM
Subject: [ Annahl ] Menghitung Pahala Qurban



12 October 2010 maspraset 

Oleh : Tengku Imam Kobul Moh. Yahya S., ST

“Pada tiap-tiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan” hadits 
riwayat Ahmad dan Ibnu Majah


Peristiwa Qurban pertama kalinya diperintahkan oleh Allah SWT terhadap nabi 
Ibrahim AS untuk menyembelih anak semata wayangnya Ismail. Atas perintah Allah 
tersebut, rasul Allah yang taat itu pun memanggil anaknya—dan menceritakan 
keinginannya atas perintah Allah.


Sang anak yang oleh umat Islam kemudian juga disebut sebagai Nabiullah Ismail 
AS, ternyata setuju dengan keinginan Allah. Karena ketulusan hati sang ayah dan 
anak, Allah SWT menggantikan kegiatan Qurban itu dengan kambing gubas. Dari 
sini kemudian lahirlah perintah Allah untuk berqurban.

Qurban berasal dari kata ‘qaruba’, ‘yaqrubu’, dan ‘Qurbaanan’ yang artinya 
dekat-mendekati. Dari segi istilah berarti, Menyembelih qurban baik binatang 
unta, sapi, kambing, biri-biri, domba dan sebagainya tentunya yang dihalalkan 
oleh syariat Islam yang menjadi ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kegiatan berqurban dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah dan hari Tasyrik, 
11, 12, 13 Dzulhijjah. Hampir seluruh ulama bersepakat bahwa berqurban 
disyariatkan dalam Islam sebagai sunnah Nabi Muhammad SAW.

Firman Allah, “Sesungguhnya kami memberikan karunia kepadamu (wahai Muhammad) 
kebaikan yang banyak. Dari itu, kerjakanlah sholat karena Tuhan-mu semata-mata 
dan sembelihlah qurbanmu, (QS Al-Kausar : 1-2).

Tidak semua umat Islam disunnahkan untuk berqurban. Sebab, berqurban juga 
mempunyai syarat. Syarat muslim yang berqurban adalah :

- orang muslim yang merdeka,

- cukup umur dan berakal,

- memiliki uang atau harta yang lebih untuk biaya diri sendiri serta orang yang 
menjadi tanggungannya.

Jika syarat itu tidak dapat dipenuhi oleh seseorang, maka berqurban tidak 
disunnahkan kepada orang tersebut. Dari sekian penjelasan, jelaslah hikmah 
qurban itu memiliki cukup arti baik dalam hal ibadah maupun tingkat social yang 
sangat tinggi.

Untuk itu Allah mensyaratkan ibadah itu agar dilaksanakan bagi yang sudah 
mampu. Selain mendapatkan pahala yang sangat tinggi, hingga kita menghitungnya 
dengan seluruh bulu binatang yang kita sembelih, Rasulullah, kemudian 
mengingatkan kita dalam haditsnya, “Barang siapa yang memiliki kemampuan, 
tetapi dia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami, 
(hadis riwayat Abu Hurairah).

Sebagai sifat sosial yang tinggi, karena daging sembelihan akan diberikan 
kepada orang miskin, sebab hari raya Idul Adha merupakan hari raya yang 
memiliki dimensi sosial kemasyarakatan yang paling dalam. Untuk itu Rasulullah 
memberi isyarat kepada kita dalam haditsnya, “Perbesarlah hewan qurbanmu, 
karena hewan qurban tadi akan menjadi tungganganmu di atas Siratal Al-Mustaqim 
nanti.

Begitu besarnya arti qurban itu baik bagi yang melaksanakan maupun si penerima 
daging. Yang istimewa di dalam Al-Qur’an qurban tidak hanya kan dibagikan 
kepada para mustahik—tetapi dapat juga dinikmati oleh yang bersangkutan.

“Makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada 
padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang minta. Demikianlah Kami telah 
menundukkan unta-unta  itu kepada kamu. Mudah-mudahan kamu bersyukur, (QS 
22:36).

Dari sekian ayat dan hadits yang menyatakan kebaikan qurban, maka hitunglah 
kembali pahala qurban itu. Dengan segalah kerendahan hati, dibalik kenyataan 
tingkat kemiskinan rakyat Indonesia yang masih tinggi—qurban salah satu cara 
pendekat dan kegiatan amaliah sosial untuk membimbing kita dalam persaudaraan 
sesama.

diedit dari : komunitaspers 


Kirim email ke