GOD IS THE HEAD OF THE FAMILY
 
oleh:Pdt. Tommy
Elim, M.Div.
 
 
Nats: Efesus 5:22-25;
6:1-4
 
 
Pendahuluan: 
Bulan keluarga bukan hanya bicara
mengenai keluarga kita, ayah, ibu, dan anak tetapi mengenai kita sebagai satu
keluarga dalam Tuhan. Bukan hanya bicara mengenai keluarga secara personal
tetapi juga dalam kehidupan bergereja. 
Bacaan kitab suci diambil dari
Efesus pasal 5: 22-25 dan pasal 6:1-4. Ketika berbicara mengenai kehidupan
bermasyarakat khususnya pada zaman dulu, David Wales menyatakan ada 3 buah
pilar penopang dalam berjalannya kehidupan masyarakat yang benar yakni: 
1.     Tradisi yaitu
warisan-warisan yang membentuk kita dan sifat-sifat kita.
2.     Keluarga
3.     Pemerintah
 
 
Isi
Tiga komponen tersebut di atas
merupakan institusi yang membentuk setiap manusia dalam dunia ini. Tiga
komponen inilah yang juga Allah berikan di tengah-tengah dunia ini. Tetapi
kondisi dunia belakangan ini mengalami pergeseran karena tiga pilar yang
membentuk masyarakat semakin bergeser. Tradisi menjadi menghilang, tradisi
kristiani pun menghilang, peran keluarga juga bergeser. Sering kali kita
sebagai satu keluarga tidak memiliki aktifitas bersama dalam satu keluarga.
Salah satu kekuasaan yang masih terlihat yakni kekuasaan pemerintah, tetapi
pemerintah pun semakin babak belur. Setiap pemimpin dipertanyakan, adanya
konspirasi, korupsi dan lain-lain membuat pilar dalam masyarakat semakin
bergeser. Peran Gereja harus mengingatkan kembali tiang-tiang penyanggah yang
menopang masyarakat. Bicara mengenai pilar dalam masyarakat, Gereja juga
memiliki tiang-tiang penyanggah yang menopang gereja. Dalam tema God is the 
Head of Family, kita diajak
untuk membawa kembali peran keluarga. Peran keluarga banyak bergeser karena
kita berada dalam zaman di mana sistem hierarki ( sistem atasan dan bawahan)
dipertanyakan, apakah hanya sistem hierarki satu-satunya yang dapat berlaku
dalam hidup kita. Begitupun dalam pemerintahan dengan munculnya demokrasi, hak
asasi manusia, atau emansipasi wanita. Apakah konsep ini harus dipertahankan?
 
Dalam mendidik anak sering kali
ketika kita memberikan instruksi dan mereka akan mempertanyakan. Di satu sisi
kita melihat bahwa hal tersebut adalah tanda anak tersebut semakin pintar
tetapi di sisi lain anak-anak tersebut semakin menuntut dan mempertanyakan
mengapa harus begini, mengapa harus begitu. Tanda-tanda kepintaran tersebut
berkaitan dengan bahaya yang harus kita antisipasi. Maka harus dikembalikan
pada sebuah ordo atau posisi di mana ada anak, ada orangtua, ada suami ada
istri. Sikap mempertanyakan sah-sah saja tetapi jangan sampai menjadi sikap
tidak mau berada dalam sebuah aturan yang lebih kuat. Jadi jawaban dari
pertanyaan apakah hanya sistem ini satu-satunya yang harus berlaku maka
jawabannya adalah iya, karena sistem ini adalah sistem daripada Tuhan. Jika ini
merupakan sistem dari Tuhan, maka bagaimana mungkin kita bisa mempertanyakan
lagi. Memang betul bahwa ada penyalahgunaan sistem, ada kegagalan dalam
menjalankan sistem, tetapi hal tersebut tidak bisa membuat sistem tersebut
lantas dihancurkan. Demokrasi memang diperlukan tetapi ada titik di mana
demokrasi tidak perlu dilakukan, ada konsep benar dan salah yang tidak dapat
dijalankan. Maka berjaga-jagalah dengan semangat mempertanyakan yang
terus-menerus, dan semangat untuk mentaati yang semakin hilang. Semangat untuk
mempertanyakan baik tetapi berhati-hatilah jangan sampai semangat untuk
mentaati menjadi hilang. 
 
Kadang kala saat kita menonton film
Hollywood tentang kepresidenan, ada suatu kata-kata yang menarik bahwa presiden
pada tingkat-tingkat tinggi juga melakukan konspirasi, lalu ada lapisan di
bawah presiden yang membackup. Ada satu kalimat yang menarik yakni “He is our 
president”, maksudnya adalah
karena ia adalah presidenku maka bagaimanapun kita harus membelanya
mati-matian. Dalam hal ini bukan berarti kita memiliki sikap submission atau 
ketaatan yang naif.
Tetapi sebuah perasaan penghargaan terhadap tradisi, keluarga dan pemerintah
yang semakin hancur pada masa sekarang ini. Maka jelas sekali inilah submission
yang diminta oleh Allah, yakni dimulai dari dalam keluarga. 
 
Para anak muda, jangan pernah
berpikir karena kita lebih pintar, maka kita merasa mama papa tidak mengerti
apa-apa. Ada konsep hierarki yang harus kita miliki walaupun kita mungkin
semakin pintar, semakin hebat. Tetapi hierarki bukanlah sesuatu yang harus
ditaati begitu saja, karena ada Allah yang memimpin seorang ayah, memimpin
seorang guru, seorang presiden untuk memimpin orang-orang yang ada di bawahnya.
Dalam masyarakat diajarkan demikian tetapi  bicara mengenai iman Kriten 
hierarki yang berlaku adalah hierarki
ilahi.  Dalam hierarki bukan kita sendiri
yang menjadi kepala tetapi Tuhan yang menjadi kepala, artinya ketika kita
menjalankan semuanya itu, kita harus menjalankan dengan kesadaran seperti apa
Allah memimpin kita, seperti apa kita tunduk kepada Tuhan, seperti apa kasih
Tuhan dan seperti itulah yang kita nyatakan kepada mereka yang berada di bawah 
hierarki
kita. Inilah yang Paulus tegaskan dalam Efesus pasal 6 agar para ayah tidak
membangkitkan amarah dalam diri anaknya tetapi mendidik dengan firman Tuhan. 
Sering
kali kita mendidik anak-anak kita dengan amarah karena kita sudah capek dengan
hidup ini dan bertindak emosional. Padahal Tuhan mengingatkan bahwa ada hierarki
yang di atas kita yang lebih tinggi sehingga kita harus mendidik anak-anak kita
dalam takut akan Tuhan. Dalam menjalankan peran kita, bukan kita kepalanya.
Ketika para suami meminta istri untuk tunduk maka tanya kepada diri sendiri,
apakah kita sudah tunduk pada Tuhan atau belum. Dan para orang tua jangan terus
menuntun anak  hanya satu arah tetapi
lihat apakah hikmat, takut dan nasihat ajaran Tuhan ada dalam hidup kita, dalam
bibir mulut kita . Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata dalam Efesus pasal 6, 
yaitu
didiklah dalam ajaran dan nasihat Tuhan. 
 
 
Penutup
            Dalam  kalimat God
is the Head of The Family, ternyata kalimat yang menjadi tema kita ini
hanya sepertiga dari keseluruhan kalimat, yakni : “God is the head of this 
house, the unseen guess of every meal, the
silent listener to every conversation.” Allah sebagai kepala dari rumah
tangga dan tamu yang tidak kelihatan dalam setiap waktu makan bersama kita,
sehingga menarik bahwa setiap percakapan yang kita lakukan ada Tuhan di
dalamnya, apakah kita menghargai Tuhan? Jika hierarki dalam keluarga
benar-benar terjadi dan kita mengerti akan hal ini, bukankah kita akan
membangun sebuah keluarga yang indah? Mari kita dalam keluarga dan dalam gereja
terus dibentuk. Dalam segala kesulitan apa pun, kita harus tetap ingat bahwa
Tuhan selalu menuntun kita. Ingat bahwa anak-anak kita akan semakin pintar
tetapi kita tidak tahu di dalam hatinya hancur. Maka hargailah hierarki ilahi
ini dan ingatlah tiga pilar penting yang menopang hidup kita.  
 
         
          
 
Ringkasan
khotbah ini tidak melalui proses editing oleh
pengkhotbah
 
       
 
Sumber:
Ringkasan khotbah
Pdt. Tommy Elim di Gereja Kristus Yesus (GKY) Green Ville, Jakarta tanggal 5
Mei 2013
http://www.gkyjgv.org/ringkasan.php?kode=1620
 
"Kerendahan hati yang rohani merupakan suatu kesadaran yang dimiliki seorang 
Kristen tentang betapa miskin dan menjijikkannya dirinya, yang memimpinnya 
untuk merendahkan dirinya dan meninggikan Allah semata."
(Rev. Jonathan Edwards, A.M., Pengalaman Rohani Sejati, hlm. 100)

Kirim email ke