Kalau makanan Balung Kuwuk di Jakarta ini juga ada mas, bahkan yang bikin orang 
betawi asli, rasanya eenaak tenan, gurih, renyah, empuk-empuk getas, 
kreak-kreak, pas asinnya, waktu itu sebungkus cuma Rp.. 1000,- cuma sekarang 
berhubung saya sudah jauh dari tempat itu jadi ndah lama nih.. ngak ngrasain 
Balung Kuwuk-nya.  

Salam
By


----- Forwarded Message ----
From: Yusuf Iskandar <yiskandar_2...@yahoo.com>
To: kendal-online@yahoogroups.com
Sent: Monday, February 9, 2009 7:13:37 PM
Subject: [kendal-online] Balung Kuwuk & Sate Kebo


Ya itulah masalahnya, mas Budi. Saya sendiri juga tidak tahu, makanan/masakan 
apa ya yang bisa "dijual" keluar sebagai ikon khas Kendal.

Sementara ini, saya sedang menggagas untuk mengangkat makanan BALUNG KUWUK dan 
SATE KEBO. Saya sudah menemukan produk Balung Kuwuk yang kualitasnya 
bagus. Minggu lalu saya bawa 20 bungkus @ Rp 8.500,-, Sedang saya test, dicoba 
dimakan sendiri sambil nonton berita TV Kendal kaline banjir....., dibagikan 
saudara & tetangga, disuguhkan tamu, terus mau saya re-packing lebih kecil 
untuk dijual di toko saya... Akan saya coba angkat melalui dongengan-dongengan 
saya, siapa tahu ada yang kesengsem, njuk penasaran, njuk kepingin nyoba, njuk 
tuku, njuk eling terusssss... .. he..he..

Ayo-ayo siapa mau partisipasi. ....

Salam,
Yusuf


--- On Mon, 2/9/09, Budi Yuwono <buyuw...@rocketmail .com> wrote:

From: Budi Yuwono <buyuw...@rocketmail .com>
Subject: [kendal-online] Re: Belum Ke Wonosobo Kalau Belum Makan Mie Ongklok
To: kendal-online@ yahoogroups. com
Date: Monday, February 9, 2009, 3:20 AM


Wah...Mas Iskandar sangat piawai sekali kalau menceritakan hasil survei 
kuliner-nya, jadi kepingin nih....!!!,
Tapi ngomong-ngomong kalau Kota Kendal sendiri kulinernya apa ya mas...., saya 
kepingin sekali mengangkat jenis makanan khas kota asli kendal di perantauan, 
syukur-syukur bisa buat icon kota kendal yang sekarang lagi pada mark bikin 
icon kota masing-masing.
Pernah saya ikut datang dalam rangka acara paguyuban kota kendal yang di 
Jakarta, disitu juga tidak menampilkan makanan kendal ( bisa jadi tidak ada 
yang bisa masak kali ya..bahkan tahu makanan apa gerangan khas kendal itu? ) 
dan pernah juga ada acara pentas seni Kota Kendal di anjungan TMII  Jawa 
Tengah, itupun juga tidak saya ketemukan makanan khas kendal.
Terus kalau gitu sebenarnya apa ya...yang mesti bisa kita claim sebagai 
makanan/ masakan khas kendal itu ???

Thanks
Salam
By




________________________________
From: Yusuf Iskandar <yiskandar_2000@ yahoo.com>
To: Kendal Online <kendal-online@ yahoogroups. com>
Sent: Sunday, February 8, 2009 8:08:23 PM
Subject: [kendal-online] Belum Ke Wonosobo Kalau Belum Makan Mie Ongklok


Belum Ke Wonosobo Kalau Belum Makan Mie Ongklok 
------------ --------- --------- --------- --------- --------- - 
  
Ketika Anda berkunjung ke kota Wonosobo, Jawa Tengah, tidak perlu heran kalau 
kemudian ada yang berkata kepada Anda : ”belum ke Wonosobo kalau belum makan 
mie ongklok”. Inilah tag line kebanggaan masyarakat Wonosobo ketika ada teman 
atau koleganya yang bertamu ke kotanya. Kebanggaan yang memang seharusnya ada 
dan dimiliki oleh setiap wilayah di mana pun. Intinya tentu saja berpromosi. 
  
Andai setiap kota atau wilayah di Indonesia memiliki tag line yang semodel itu, 
lalu pesankan kepada warganya, termasuk yang sedang berada di perantauan untuk 
mengenalkan potensi daerahnya masing-masing. Maka kota itupun akan semakin 
dikenal dan dipenasarani oleh orang lain. Terutama dengan adanya sesuatu yang 
khas dari kota itu dan lebih terutama lagi kalau itu menyangkut makan atau 
pengalaman kuliner. Tak terkecuali kota Wonosobo.   
  
Merasa tertantang dengan tag line Wonosobo dengan mie ongkloknya, Sabtu dini 
hari yang lalu sekitar jam 1:00 saya berangkat dari Jogja menuju Wonosobo 
(dasar enggak ada kerjaan....! ). Waktu tidur dikorbankan demi sebuah tantangan 
agar dibilang sudah pernah ke Wonosobo. Perkara kemudian di sana ada peluang 
bisnis yang dapat dikerjakan, maka itu menjadi bagian cerita berbeda. Seingat 
saya sudah beberapa kali saya singgah ke kota nan cantik dan indah bak negeri 
di atas awan yang terletak di kaki selatan pegunungan Dieng dan berada di 
lereng gunung Sindoro dan Sumbing, tapi masak dibilang belum pernah ke 
Wonosobo. 
  
*** 
  
Mie ongklok Wonosobo memang khas dan jenis makanan ini sudah merakyat sejak 
jaman dulu kala. Sepertinya tidak saya temukan di kota lain. Kalau makanan 
mie-miean banyak di mana-mana, tapi yang ongklok-ongklokan rupanya hanya ada di 
Wonosobo. 
  
Sebenarnya tidak sulit menemukan penjual mie ongklok di Wonosobo, sama seperti 
mencari penjual mie atau bakmi di setiap pelosok nusantara. Namun ada beberapa 
lokasi penjual mie ongklok yang sudah kesohor punya nama dan banyak 
disebut-sebut penggemar wisata kuliner. Di antara yang sudah punya nama itu 
adalah mie ongklok pak Muhadi di Jl. A. Yani dan mie ongklok Longkrang di Jl. 
Pasukan Ronggolawe. 
  
Mie ongklok Pak Muhadi sebenarnya lebih terkenal. Namun sejak dikelola oleh 
generasi penerusnya, konon kini taste-nya sudah agak berbeda dengan ketika dulu 
masih ditangani (benar-benar diracik dan dilayani sendiri dengan tangannya) Pak 
Muhadi. Cerita ini mirip-mirip bakmi Kadin Jogja yang sekarang juga dikelola 
oleh generasi keduanya, sehingga terasa kurang ”punya taste”, tak lagi se-mak 
nyus dulu ketika masih digemari oleh almarhum pak Harto atau kerabat Kraton 
Jogja. 
  
Pilihan lalu diarahkan ke mie ongklok Longkrang yang warungnya biasanya buka 
menjelang sore hingga malam hari. Longkrang bukan nama orang, melainkan nama 
desa dimana rumah makan mie ongklok ini berada. Lokasinya mudah dicapai, tidak 
sampai 1 km dari alun-alun kota Wonosobo menuju ke utara arah Dieng, kemudian 
belok kanan. Tampilan mukanya sangat sederhana, nyaris menyerupai rumah tinggal 
kalau bukan karena di depannya terpasang spanduk warna kuning muda (sudah kusam 
maksudnya). 
  
Tidak perlu waktu lama untuk menunggu semangkuk mie ongklok disajikan, tidak 
seperti kalau pesan bakmi goreng atau rebus yang harus dimasak dulu. Segumpal 
mie kuning ditambah irisan kol dan daun kucai mentah dimasukkan ke sebuah wadah 
menyerupai saringan, lalu direndam ke dalam kuah panas berkaldu ayam. Proses 
pematangan campuran mie dan sayuran itu dilakukan sambil di-ongklok-ongklok 
atau di-opyok-opyok di dalam kuah panas. Begitulah, maka disebut mie ongklok. 
  
Setelah dirasa agak matang, lalu dituang ke dalam mangkuk dan ditambah dengan 
bumbu penyedap. Setelah itu disiram dengan kuah kental berwarna kecoklatan 
campuran adonan kanji (tepung tapioka) dan ebi (udang kering), lalu diguyur 
dengan sambal kacang. Terakhir ditaburi bawang goreng sebelum disajikan. 
Tampilan akhir sajian mie ongklok ini memang kurang menggairahkan, seonggok mie 
yang dilumuri kuah kental jadi terlihat nglentrek-nglentrek......, berkuah 
nyemek kental kecoklatan, gimana gitu.... 
  
Baiknya langsung saja diaduk agar bumbu, kuah kental dan sambal kacangnya 
merata di saat masih fanas (saking panasnya). Tapi sebelum itu cobalah untuk 
mencicipi sedikit kuah kentalnya dulu, lalu rasakan sambal kacangnya, baru 
kemudian diaduk. Jika suka pedas, campurkan cabe rawit yang sudah digerus 
dengan sendok di dalam mangkuk, begitu cara membuat sambalnya. Lalu rasakan 
sensasi nglentrek-nglentrek-nya dan nikmati citarasa khas kelezatan mie ongklok 
yang semangkuknya dihargai Rp 4.000,- ini.     
  
Menu pendamping untuk menikmati mie ongklok adalah leko atau cireng (aci 
goreng) yang berupa gorengan tepung beras gurih dan enak berwarna putih. 
Makanan ini juga disebut geblek (huruf ’e’ kedua dibaca seperti pada kata 
’imlek”). Barangkali karena bentuknya menyerupai geblek (dalam bahasa Jawa 
geblek berarti pemukul) kasur jaman dulu sewaktu kasur masih terbuat dari kapuk 
dan perlu dijemur seminggu-dua minggu sekali agar mengembang, menghalau bau 
apek dan mengusir tinggi (bahasa Jawa tinggi berarti kutu busuk, yang kalau 
di-pithes bau busuknya minta ampun....., sekarang binatang tinggi ini layak 
tergolong binatang langka yang tidak perlu dilindungi.. ...). 
  
Selain dimakan dengan cireng atau geblek, mie ongklok perlu ditemani menu 
asesori tambahan yaitu sate sapi berbumbu sambal kacang dan tempe kemul (dalam 
bahasa Jawa kemul berarti selimut), yaitu tempe goreng yang dibungkus dengan 
adonan tepung. Maka ketika semangkuk mie ongklok disanding dengan cireng, tempe 
kemul dan sate sapi, bersiaplah untuk bingung mau dimakan apanya dulu.... 
”Habis semuanya terlihat enak sih......”, begitu pembelaan dalam hati. Jika 
jalan keluarnya kemudian adalah mencampur semuanya ke dalam satu mangkuk pun 
bukan soal. Sebab citarasanya tetap enak dan nyemmm....  (hanya sebaiknya Anda 
duduk agak menyudut agar tidak disenyumi pembeli lain....). 
  
Menilik sajian mie ongklok plus menu pelengkap yang seakan menggunung di dalam 
mangkuk, maka memang cocoknya mie ini dinikmati saat sedang lapar berat. Kalau 
kemudian saya sukses menghabiskan dua mangkuk mie ongklok termasuk menu 
pelengkapnya, itu karena makan siangnya agak terlambat alias sedang lapar berat 
itu tadi. Dan yang penting, ada bukti lebih dari cukup bahwa saya sudah ke 
Wonosobo.... 
  
Yogyakarta, 8 Januari 2009 
Yusuf Iskandar 
  
http://yiskandar. wordpress. com    

 




      

Kirim email ke