Den Haag Perbedaan awal puasa antar negara adalah hal yang bisa difahami, 
walau 
pun tidak mesti terjadi pada masa sekarang yang serba canggih bahwa 
setelah konjungsi hilal sudah muncul di atas horizon setelah terbenam 
matahari. 

Hal itu disampaikan staf pengajar pada Islamic 
University of Europa, Prof. Dr. Sofjan Siregar, MA kepada detikcom, 
Sabtu (14/7/2012). 

"Namun jika perbedaan awal Ramadan di satu 
negara apalagi di kota yang sama seperti Jakarta bahkan di satu gang 
yang sama, maka itu bukan lagi rahmat, namun laknat bagi umat Islam di 
tanah air," ujar Sofjan. 

Menurut Sofjan, perbedaan penetapan 
awal Ramadan sejak dulu bukan karena beda methode antara rukyah dan 
hisab, namun karena gengsi antara Muhammadiyah yang menerapkan methode 
horizon bebas dan Kemenag yang didominasi pemikiran horizon lokal. 

"Karena methode apa pun yang dipakai jika masing-masing pihak memahami 
bahwa tujuan dari rukyah dan hisab adalah sama yaitu hilal, pasti bisa 
ketemu dan puasa bersama," tandas Sofjan. 

Lanjut Sofjan, 
hakekat dan esensi perintah merukyah bukan ibadah dan tidak boleh 
disakralkan, tapi justru adalah untuk mengetahui apakah hilal sudah 
muncul atau belum. Jika kita sudah tahu hilal jauh sebelumnya, mengapa 
lajnatul isbath Kemenag dan ormas islam lainnya harus menunggu 29 Syaban
 setiap tahun untuk observasi hilal? 

Jika hilal sudah diyakini 
pasti muncul, mungkin dilihat di tempat lain, namun tidak mungkin 
dilihat di Indonesia, mengapa Kemenag harus mengerahkan massa memantau 
hilal di beberapa titik di tanah air pada 29 Syaban? 

"Artinya 
kenapa anggaran observasi dialokasikan dan dicairkan padahal sudah tahu 
haqqulyakin bahwa hilal untuk tahun ini pada tanggal tersebut tidak bisa
 dirukyah?Bukankah ini suatu pembodohan umat?," gugat Sofjan. 

Dijelaskan, untuk tahun ini konjungsi matahari dan bulan terjadi pada 
Kamis 19 Juli 2012 pukul 04.24 UT, 07.24 waktu Mekkah. Kondisi hilal di 
Indonesia sulit dirukyah karena ketinggian hilal kurang dari 2 derajat, 
walau pun sebenarnya ketinggian hilal 1 derajat pun pernah bisa dirukyah
 pada 1971 di Indonesia. 

Yang jelas, lanjut Sofjan, hilal sudah
 ada setelah matahari terbenam dan berumur lebih dari 8 jam setelah 
konjungsi. Kemungkinan dilihat di Mekkah ada selama sekitar 6 menit 
setelah matahari terbenam pada pukul 19.05 waktu setempat, lalu hilal 
tenggelam pada pukul 19.11. 

Dalam pandangan Sofjan, hanya ada 
satu solusi yaitu bubarkan lajnatul isbat dan ganti dengan lajnatul 
falak. Artinya, tidak mesti kumpul dan kongko-kongko lagi di Kemenag 
pada setiap tanggal 29 Syaban, tapi tentukan jauh sebelumnya bahwa puasa
 jatuh pada hari sekian dan tanggal sekian. 

Kemenag tahun ini 
harus berani menggunakan otoritasnya untuk mengumumkan awal puasa 
beberapa hari sebelum akhir Syaban dan menyiarkan puasa serentak pada 20
 Juli 2012. Kemenag harus membuktikan bahwa Islam adalah rahmatan 
lilalamin bukan laknatan lilalamin. 

"Adalah suatu kesalahan 
besar jika beberapa ormas Islam dan lajnatul isbath Kemenag masih 
bersikeras mempertahankan tradisi dan adat yang tidak ada kaitannya 
dengan ibadat. Merukyah sendiri, dengan melakukan methode horizon lokal,
 berarti mempersempit rahmat dan menyebar laknat terhadap umat Islam di 
tanah air," demikian Sofjan.
(es/es) 
http://news.detik.com/read/2012/07/14/071232/1965232/10/prof-sofjan-tradisi-perbedaan-awal-puasa-itu-laknat-bukan-rahmat?9911012


http://ahmadsahidin.blog.com

Kirim email ke