Horee, sepotong demi sepotong negara ini dijual ke asing.  
Pulau-pulaunya tetap resmi milik RI tetapi hanya nama saja. 
Nanti kalau tiap hutan, tiap lahan, tiap ladang, sumber 
mineral, sumber air, sudah milik asing, yang kita punya 
tinggal kerangka saja. Penduduknya?
KM

----Original Message----
From: alfaqiri...@yahoo.com
Date: 26/08/2010 8:58 
To: <undisclosed recipients:;>
Subj: [kmnu2000] Penjualan Bank Mandiri dan BNI

PRIVATISASI
Asing Target Rights Issue Bank Mandiri dan BNI 

 Rabu, 4 Agustus 2010



JAKARTA
(Suara Karya): Pemerintah mengharapkan rights issue PT 
Bank Negara
Indonesia (BNI) Tbk dan PT Bank Mandiri Tbk bisa 
ditawarkan ke investor
asing mengingat target rights issue tak dapat dipenuhi 
investor
domestik.

Menteri BUMN Mustafa Abubakar mengatakan, pemerintah 
menargetkan
perolehan Rp 20 triliun dari rights issue kedua bank pelat 
merah itu.

"Rights issue Bank Mandiri dan BNI itu butuh dana lebih Rp 
20 triliun
yang akan diperoleh melalui instrumen pasar modal. Rp 20 
triliun lebih
ini tidak mudah didapat dari dalam negeri, dan sangat 
diharapkan
investor asing akan memenuhi target perolehan ini" 
katanya.

Ia mengatakan, dengan target yang cukup besar itu 
diharapkan ada
partisipasi investor asing dalam aksi korporasi dua bank 
BUMN tersebut.

Mustafa menambahkan, jika target dana Rp 20 triliun itu 
terealisasi,
BNI dan Bank Mandiri bisa menyalurkan kredit hingga Rp 200 
triliun jika
memakai gearing ratio hingga 10 kali. "Dana sebanyak itu 
akan masuk ke
sektor riil dan membantu perkembangan ekonomi kita," ujar 
Mustafa.

Seperti diketahui, Bank Mandiri dan BNI berniat 
menerbitkan saham baru
untuk menggenjot modal supaya bisa menyalurkan kredit 
lebih tinggi.
Aksi korporasi itu sudah disetujui pemerintah selaku 
pemegang saham,
dan saat ini sedang proses persetujuan DPR.

Menurut Mustafa, hingga akhir tahun depan, pemerintah 
menargetkan dapat
melakukan privatisasi terhadap 8-10 perusahaan milik 
negara dengan cara
initial public offering (IPO), strategic sales, likuidasi, 
atau
divestasi seluruh saham.

Dia merinci, privatisasi akan dialami BUMN di sektor 
konstruksi, jasa
pembiayaan, asuransi, dan semen. "Tahun 2011 nanti ada 
sekitar 8-10
BUMN yang akan diprivatisasi," ujarnya.

Mengenai rencana privatisasi sektor perkebunan, Mustafa 
mengatakan,
akan didahului dengan pembentukan holding atau induk 
usaha, setelah itu
baru dilakukan privatisasi.

Selain itu, tahun ini pemerintah juga akan melepas 
kepemilikan saham
(divestasi) pada tiga BUMN, yaitu PT Primissima, PT Kertas 
Padalarang,
dan PT Sarana Karya.

Menurut asisten II Deputi Privatisasi dan Restrukturisasi 
BUMN,
Dwijanti Tjahaningsih, rencana penjualan saham BUMN itu 
sudah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan dan sedang menunggu 
pembahasan di DPR.

"Ada tiga opsi, yaitu ditawarkan kepada pemegang saham 
exsisting,
strategic sales, atau kombinasi existing dan strategic 
sales," ujarnya.

Saat ini, saham pemerintah di Primissima sebesar 52,79 
persen, sisanya
sebanyak 47,21 persen saham GKBI Invesment. Primissima 
bergerak di
bidang produksi dan distribusi produk tekstil.

Pada Kertas Padalarang, pemerintah menguasai 48,44 persen 
saham, dan
sisanya milik Kertas Kraft Aceh (KKA). Sedangkan Sarana 
Karya seluruh
sahamnya atau 100 persen dikuasai pemerintah.

Ia mengatakan, saat ini sudah ada dua perusahaan yang 
berminat
mengambil alih Primissima dan Padalarang, sedangkan Sarana 
Karya akan
diakuisisi oleh BUMN lainnya.

Selain tiga perusahaan itu, privatisasi juga akan 
dilakukan oleh PT
Krakatau Steel dan PT Garuda Indonesia yang akan menjual 
sahamnya lewat
bursa. (Kentos)

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=259065

     
             
         
                         



Fraksi PG; Waspadai Perbankan Nasional Dikuasai Kartel 
Asing
JAKARTA - Fraksi Partai Golkar DPR-RI mensinyalir
adanya kartel asing di industri perbankan nasional, 
terbuktinya dengan
masih tingginya margin bunga atau net interest margin 
(NIM). Sampai
saat ini, NIM perbankan nasional mencapai 7 persen. 
Tingginya NIM
tersebut juga disinyalir sebagai biang keladi rendahnya 
daya saing
produk Indonesia di tingkat global. FPG meminta Bank 
Indonesia dan
Pemerintah untuk mewaspadai perbankan nasional dikuasai 
kartel asing.
Demikian dikatakan oleh Sekretaris Fraksi Partai Golkar 
Ade Komarudin
melalui Siaran Pers yang dikirim ke media massa, di 
Jakarta (27/1/2010).

“Di
dunia ini, cuma di Indonesia yang suku bunganya sulit 
turun. Dalam
keadaan krisis ekonomi atau tidak, NIM perbankan nasional 
tetap tinggi.
Ini bukti bahwa ada kartel asing yang menguasai industri 
perbankan
nasional.”

Tingginya margin bunga (NIM) juga dipandang FPG
sebagai biang keladi terhadap rendahnya daya saing produk 
yang
dihasilkan pengusaha nasional dalam berkompetisi di 
tingkat global.
“Bagaimana mau kompetitif, kalau tingkat suku bunga yang 
harus
ditanggung swasta nasional lebih tinggi dibanding dengan 
pengusaha,
misalnya dari China. Ya, wajar saja produk kita sulit 
bersaing di
tingkat global.” 

Mengingat perbankan nasional merupakan tulang
punggung perekonomian, FPG, kata Ade Komarudin, meminta 
kepada Bank
Indonesia dan pemerintah harus mampu meyakinkan investor 
asing yang
menguasai perbankan nasional untuk berperan secara 
signifikan dalam
menggerakkan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara 
nasional,
sehingga tujuan yang ingin dicapai pemerintah untuk 
meningkatkan
kesejahteraan rakyat, tercapai dalam kurun waktu yang 
tidak terlalu
lama. 

“FPG mempertanyakan sampai sejauh mana peran BI mampu
meyakinkan kalangan perbankan yang mayoritasnya dikuasai 
asing menekan
tingkat suku bunga seiring dengan suku bunga acuan yang 
diputuskan oleh
BI. Kalau melihat NIM perbankan nasional, Bank Indonesia 
sepertinya
tidak berdaya menghadapi kartel asing tersebut.”

Lebih lanjut
dikatakan oleh Ade, semasih margin bunga perbankan 
nasional masih
setinggi ini, akan menyulitkan swasta nasional tumbuh dan 
berkembang.
“Bila demikian adanya, jangan berharap terlalu banyak 
angka
pengangguran dan kemiskinan akan turun secara signifikan. 
Sudah
saatnya, pemerintah dan Bank Indonesia mampu menekan 
kartel asing agar
NIM perbankan nasional sesuai dengan suku bunga acuan.”

FPG,
jelas Ade, menilai maraknya investor asing mengincar 
perbankan nasional
tidak terlepas dari peran IMF. Hal itu terbukti, semenjak
ditandatangani kesepakatan Letter of Intent (LoI) dengan 
International
Monetary Fund (IMF) dan dilanjutkan dengan pembaruan 
Undang-Undang
Perbankan menjadi UU. No. 10 tahun 1998 di era Presiden B.
J. Habibie
yang membolehkan kepemilikan asing pada bank lokal 
mencapai 99 persen,
investor asing semakin gencar mencaplok perbankan 
nasional.

Karena
itu, lanjutnya, FPG meminta agar Bank Indonesia dan 
pemerintah
mewaspadai sepak terjang investor asing di industri 
perbankan nasional.
“Pemerintah dan Bank Indonesia harus segera membentuk 
Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) sesuai amanat UU No.3 tahun 2004 tentang 
Bank Indonesia.
Rakyat sudah mengetahui betapa lemahnya pengawasan 
perbankan yang
dilakukan oleh BI, jadi satu-satunya jalan adalah 
memisahkan pengawasan
perbankan dari BI sesuai amanat UU dengan membentuk OJK.”

FPG,
kata Ade Komarudin, meminta semua pihak untuk berkaca atas 
Kasus bank
Century yang di caplok oleh investor asing. “Kasus Bamk 
Century ini
harus dijadikan pelajaran pahit oleh otoritas moneter, 
betapa bahayanya
industri perbankan nasional dikuasai oleh asing. Begitu 
bank tersebut
bermasalah, pemiliknya lari. Akhirnya, rakyat Indonesia 
juga yang harus
menanggung kerugiannya.”

Dalam kajian FPG, berikut daftar perbankan nasional yang 
sudah dikuasai oleh investor asing;

Danamon
(68,83 persen dimiliki oleh Temasek Holding – Singapura), 
Bank Buana
(61 persen dimiliki oleh UOB Singapura), UOB Indonesia 
(100 persen
dimiliki oleh UOB Singapura),NISP (72 persen dimiliki oleh 
OCBC
Singapura), OCBC Indonesia (100 persen dimiliki oleh OCBC 
Singapura),
Swadesi (76 persen dimiliki oleh State Bank of India), 
Indomonex (76
persen dimiliki oleh State Bank of India), Nusantara 
(75,41 persen
dimiliki oleh Tokyo Mitsubishi Jepang), CIMB Niaga (60,38 
persen
dikuasai oleh CIMB group Malaysia), Bumiputera (58.32 
persen dikuasai
oleh Che Abdul Daim Malaysia), BII (55,85 persen dikuasai 
oleh Maybank
Malaysia), Haga (100 persen dimiliki oleh Rabobank 
Belanda), Rabobank
(100 persen dimiliki oleh Rabobank Belanda), Hagakita (100 
persen
dimiliki oleh Rabobank Belanda), Halim Internasional (90 
persen
dikuasai oleh ICBC Cina), Swaguna (99,98 persen dikuasai 
oleh Victoria
Australia), ANK (95 persen dikuasai oleh Commonwealth 
Australia), Panin
(35 persen dimiliki oleh ANZ Bank Australia), ANZ Panin 
Indonesia (100
persen dimiliki oleh ANZ Bank Australia), SCB Indonesia 
(100 persen
dimiliki oleh Standard Chartered Bank Inggris), Permata 
(44,5 persen
dimiliki oleh Standard Chartered Bank Inggris), BTPN (71,6 
persen
dimiliki oleh Texas Pacific Amerika Serikat) dan Bank 
Ekonomi Raharja
(88,89 persen dimiliki oleh HSBC Hongkong). 

FPG memandang
perlu segera diambil langkah terpadu dari Bank Indonesia, 
Pemerintah
dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dengan mengeluarkan 
kebijakan yang
mengatur batas maksimum kepemilikan asing, group usaha 
atau perorangan
dalam industri perbankan nasional.

Lalu Mara Satria Wangsa
Wakil Sekjen Bidang Informasi dan Penggalangan Opini
laluma...@yahoo.com
http://myzone.okezone.com/index.
php/content/read/2010/01/27/3/533/fraksi-pg-waspadai-
perbankan-nasional-dikuasai-kartel-asing




      

[Non-text portions of this message have been removed]




Kirim email ke