[Hermawan Kartajaya] Makan Siang Bersama Ciputra [ Kamis, 03 Juli 2008 ] Selasa siang lalu, tiba-tiba saya mendapatkan telepon dari Pak Ciputra. Katanya, dia mau singgah ke kantor saya dan makan siang bersama saya. Kantor kita memang bersebelahan di Jakarta. Kawasan segi tiga emas Business Park di Jl Prof Dr Satrio.
Tiga tahun lalu, saya memang membeli kantor tujuh lantai itu dari Pak Ci, yang juga suka disebut sebagai salah satu "gurunya" Pak Dahlan Iskan. Beliau juga selalu memotivasi saya untuk menjadi entrepreneur sejak dulu. Ketika itu, saya masih bekerja sebagai GM marketing PT Panggung Electronic Industries, Waru. Saya terkesan ketika melihat beliau di Jakarta berbicara tentang teori Z. Masih ingat teori X yang selalu mencurigai anak buah? Teori yang mengharuskan kita selalu mengawasi, mengontrol, dan menekan bawahan agar bekerja benar. Teori Y adalah kebalikan teori X, yang berasumsi bahwa anak buah harus dipercaya. Jangan pernah berpikir negatif terhadap mereka. Bawahan harus diberi kebebasan agar bisa menunjukkan performa secara maksimal. Teori Z, memang diberi nama begitu oleh William Ouchi, mengambil jalan tengah. Berasal dari budaya Jepang, karyawan memang sudah memiliki dasar disiplin. Karena itu, mereka tidak perlu dicurigai. Pimpinan tidak perlu punya negative thinking terhadap mereka. Meski demikian, tetap diperlukan pengawasan dan kontrol yang memadai. Waktu itu, teori Z sangat terkenal. Saya sendiri pernah ngobrol dengan William Ouchi di kampus UCLA, tempat sang profesor tersebut mengajar. Pak Ci, yang waktu itu Presdir PT Pembangunan Jaya, bercerita bagaimana dirinya bisa menerapkan teori Z di perusahaannya. Bagi beliau, teori X terlalu Barat, padahal Indonesia itu Timur. Teori Y berbahaya karena dasar budaya kerja keras dan disiplin belum melekat di Indonesia. Karena itu, teori Z dianggap paling tepat. Apalagi, waktu itu MNC Jepang sedang mendominasi dunia dan banyak mengalahkan MNC Barat. Saking terpesonanya, saya mengajak beliau untuk menjadi pembicara di Surabaya. Saya bicara konsep, beliau aplikasinya di Grup Jaya. Di luar dugaan, beliau setuju, meski belum benar-benar kenal saya. Saya heran, kok bisa dia mau diajak ke Surabaya. Beliau malah mengatakan, "Suara Anda ada magic-nya." Saya memang sengaja hanya menghubungi beliau melalui telepon. Sebab, ketika itu saya masih minder dan belum berani bertemu muka. Itu pun berhasil setelah saya mem-brief sekretaris beliau agar telepon saya disampaikan ke Pak Ci. Jadi, sebenarnya, saya menjadikan sekretaris beliau sebagai extended salesman saya. Begitu seminar di Surabaya sukses, saya diajak bicara serius oleh Pak Ci dan ditawari kerja di grupnya. Beliau juga meyakinkan bahwa di Grup Jaya, saya akan bisa menjadi "intrapreneur", artinya entrepreneur yang bekerja di perusahaan orang. Kata Pak Ci, beliau melihat bakat entrepreneurship dalam diri saya. Singkat cerita, saya tidak jadi bekerja di Grup Jaya, tapi malah bergabung di Sampoerna sekitar 2,5 tahun sebelum membuka MarkPlus. Saya tidak berani menerima tawaran Pak Ci karena belum berani menjadi intrapreneur. Ketika bertemu lagi, setelah saya punya MarkPlus, Pak Ci tersenyum. "Lha, ini baru Hermawan Kartajaya yang sebenarnya," kata beliau. Maksud dia, saya akhirnya berani membuka warung sendiri untuk menjadi entrepreneur yang sebenarnya. Dari waktu ke waktu, saya tetap mendapatkan inspirasi dari Pak Ci. Kali ini bukan entrepreneurship, tapi malah marketing. Beliau selalu mengatakan bahwa janji adalah utang dan utang harus dibayar. Itu kan hubungan antara positioning yang bersifat strategi, promise dengan differentiation yang bersifat taktik, juga delivery. Di marketing selalu dikatakan "Don't over promise, under deliver. Artinya, janji manis, tapi tidak ada kenyataannya". Itu salah satu perangai beberapa oknum salesman yang kurang baik. Salesman yang merusak definisi marketing sebenarnya. Selain itu, Pak Ci terkenal sebagai pelopor aplikasi customer satisfaction (CS) di dunia properti. Satu genting bocor, seluruh genting diganti (in case, Anda beli rumah dari beliau). Luar biasa, khususnya ketika itu orang belum mengenal konsep customer satisfaction sama sekali. Pak Ci juga memelopori penyediaan nasi goreng dan bakmi goreng di showroom-nya secara gratis. Itu ditujukan agar para anggota keluarga lebih tenang dan santai waktu mau mengambil keputusan untuk membeli rumah. Ketika beliau ragu-ragu untuk mengubah nama kelompok perusahaan keluarganya dari Citra ke Ciputra, sayalah yang mendorong beliau. Nah, Selasa siang itu, Pak Ci hanya melangkah pagar kecil pembatas kantor kita untuk makan bersama. Kami sama-sama makan Bento Sehat dari White Lotus, yang sekarang sudah berpartner dengan Ranch Market. Saya juga belajar dari beliau tentang perlunya minum air putih satu setengah liter setiap bangun pagi. Suatu makan siang yang mengesankan. Pembicaraan kami siang itu santai saja, hanya berkisar masalah entrepreneurship. Pak Ci tetap getol mempromosikan hal tersebut, apalagi setelah terpilih menjadi Entrepreneurship of The Year dari Ernst and Young di tingkat domestik maupun internasional. Universitas Ciputra, seperti halnya Universitas Tarumanegara, juga menekankan masalah entrepreneurship. Saya memberikan kabar gembira kepada Pak Ci bahwa tim Sparkling Surabaya dari Universitas Ciputra, meski baru buka dua tahun di Surabaya, sudah berhasil masuk enam besar. Mereka bersaing dengan Unair (dua tim), ITS, IBMT, dan Universitas Surabaya. Hasil finalnya akan diumumkan di MarkPlus Festival 10 Juli. Hebat kan? Sebelum balik ke kantor, beliau mengatakan bahwa salah satu pesan Philip Kotlker yang terkenal adalah "Be a good entrepreneur and good marketer." Entrepreneurship semangatnya, marketing strateginya. Bagaimana pendapat Anda? Sumber: http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=9742 Koleksi Artikel2 Menarik: http://www.gsn-soeki.com/wouw/hermawankartajaya.php