http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/02/17/99261/Simbolisasi-Demo-dan-Pelecehan-
PEREMPUAN 17 Februari 2010 Simbolisasi Demo dan Pelecehan Oleh Zusiana E Triantini ADA pakaian dalam perempuan (BH) di gedung KPK. Katanya sebagai simbol lemah dan lambannya kinerja KPK atau bancinya KPK. Pakaian dalam ini dibawa para demonstran ke Gedung KPK oleh Aliansi Mahasiswa Nusantara (AMN) pada 3 Februari 2010. Akan tetapi, yang menjadi persoalan dan pertanyaan, mengapa pakaian dalam yang dipajang dan diberikan kepada KPK adalah pakaian dalam perempuan, bukan pakaian dalam laki-laki? Apakah ini berarti ingin mengatakan bahwa KPK lemah dan lamban seperti halnya perempuan atau sebaliknya perempuan lemah dan lamban seperti KPK? Dosa apa perempuan, sehingga disimbolkan dengan kelemahan dan kelambanan. Para demonstran hendaknya menyadari bahwa di era demokrasi saat ini dengan mode zaman yang semakin berkembang, tidaklah arif dan bijak jika mengatakan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah dan lamban. Mungkin para demonstran juga harus memiliki bekal wawasan tentang kesetaraan gender, sehingga tidak merasa menjadi makhluk yang paling perkasa dan melecehkan perempuan. Mental patriarkhi yang sudah lama bercokol di otak masyarakat Indonesia dengan memosisikan perempuan sebagai makhluk kedua memang masih sulit dihapus. Sebagai masyarakat beradab, memiliki wawasan politik yang cukup luas dan memegang predikat mahasiswa, sangat naif jika para demonstran masih saja melecehkan perempuan. Konstruksi sosial masyarakat Indonesia yang seringkali masih menomorduakan perempuan menjadi salah satu faktor berkembangnya stereotype lemah dan lamban yang dijatuhkan pada perempuan. Bukan hanya itu, ulama (terutama laki-laki) seolah menjadi pembenar stereotype tersebut dengan melakukan penafsiran yang bias gender. Anehnya lagi, hal ini juga diamini oleh sebagian masyarakat, termasuk kaum perempuan. Padahal, jika menilik semangat humanitas agama, sejatinya agama apa pun di Indonesia menjunjung tinggi kedudukan perempuan. Islam mendudukkan perempuan dengan kedudukan istimewa hingga memiliki surah khusus tentang perempuan. Nasrani mendudukkan perempuan sebagai orang yang mulia dan terhormat seperti disematkan pada Bunda Maria, begitu pula Hindu dan Budha serta Khong Hu Chu. Dengan kata lain, Tuhan pun menghargai, bahkan mengistimewakan perempuan. Mengapa manusia tidak bisa melakukannya? Dalam perspektif Islam, dikenal kaidah fiqh la darara wa la dirara (jangan sampai merugikan diri sendiri apalagi orang lain). Dalam konteks ini, perempuan menjadi kaum yang dirugikan, karena disimbolkan dengan kelemahan dan kelambanan. Apalagi jika melihat pada saat demonstrasi di depan Gedung KPK tersebut, simbol pakaian dalam perempuan dibawa bersamaan dengan pedang sebagai simbol kekerasan atau peperangan yang dianggap sebagai simbol kejantanan. Padahal, apabila kita melihat realitas sosial masyarakat, banyak perempuan yang membawa pedang - berperang - dan banyak pula laki-laki yang lemah dan lamban. Sesungguhnya pedang (jantan) yang diidentikan dengan laki-laki dan BH (lemah dan lamban) yang diidentikkan dengan perempuan, hanyalah konstruksi masyarakat yang sering dilekatkan pada masing-masing jenis kelamin, bukan kontruksi Tuhan yang bisa dipatenkan. Merusak Demokrasi Maksud hati memeluk gunung, apa daya pemikiran dan tangan tak sampai. Mungkin kalimat itu pantas diberikan kepada para demonstran yang menganalogikan KPK dengan simbol perempuan. Maksud para demonstran mengkritik kinerja KPK dan mengekspresikan kebebasan berpendapat, namun mereka kurang jeli dan melakukan eksploitasi yang justru merusak demokrasi. Apalagi dengan mengatakan KPK = Banci. Ini berarti telah terjadi pelecehan pada dua golongan sekaligus, yaitu kaum perempuan dan kaum waria (banci). Kebebasan berekspresi tentu harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak merugikan siapa pun. Substansi kritik atas persoalan tersebutlah yang seharusnya banyak diangkat, bukan dengan menampilkan simbol-simbol yang justru menghilangkan substansi dari apa yang hendak disampaikan. Dalam dunia demokrasi, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia merupakan hal pokok yang harus dipahami. Cara-cara yang lebih elegan dan kreatif untuk mengutarakan pendapat setidaknya bisa dilakukan. Selain itu, pemilihan analogi yang lebih selektif setidaknya juga menjadi pertimbangan, sehingga tidak menghilangkan nilai-nilai humanity, plurality, equality sebagai bagian penting dari semangat demokrasi. (37) — Zusiana E Triantini, staf pengajar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Pengurus Wilayah Fatayat NU DIY ------------------------------------ ========================================== MILIS MAJELIS MUDA MUSLIM BANDUNG (M3B) Milis tempat cerita, curhat atau ngegosip mengenai masalah anak muda dan Islam. Sekretariat : Jl Hegarmanah no 10 Bandung 40141 Telp : (022)2036730, 2032494 Fax : (022) 2034294 Kirim posting mailto:majelismuda@yahoogroups.com Berhenti: mailto:majelismuda-unsubscr...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/majelismuda/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/majelismuda/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: majelismuda-dig...@yahoogroups.com majelismuda-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: majelismuda-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/