Kalau hanya secara individual ada yang menyatakan bahwa masih ada nabi setelah 
Nabi Muhammad SAW, maka diaplikasikanlah metode yang sesuai dengan Al Quran, 
yaitu disadarkan dia dengan merode: 
Ud'u ila sabiyli rabbika bi l-hikmati wa l-mau'izhati l-hasanati wa jaadiluhum 
billatiy hiya ahsan (S. an-Nahl, 16:125), artinya: Ajaklah kepada Jalan Maha 
Pengaturmu dengan kebijaksanaan, informasi yang baik, dan komunkasi dua arah 
yang terbaik.

Namun kasus Ahmadiyah Qadiyan ini lain, karena aktivitasnya itu sudah berwujud 
kelembagaan, dan dikampanyekan secara demonstratif, sehingga harus dihadapi 
pula secara kelembagaan. Yaitu sebagaimana Nabi Muhannad SAW sebagai Kepala 
Pemerintahan Negara, memperlakukan secara kelembagaan Negara terhadap kelompok 
yang berkelompok dalam lembaga masjid Dirar.

Jadi seperti dijelaskan di atas, aktivitas yang berwujud kelembagaan harus 
dihadapi pula secara kelembagaan, maka lembaga yang paling tepat bertindak 
secara hukum adalah negara yang menurut alinea keempat Pembukaan UUD-1945, 
negara mempunyai kewajiban melindungi rakyatnya, yang dalam hal ini kekerasan 
non-fisik berupa virus kesesatan yang ditebarkan melalui pusat-pusat "masjid 
dirar" kepada ummat Islam yang dilanggar hak asasinya, yaitu kemurnian aqidah. 
Jadi sesungguhnya seharusnya mekanisme pranata hukum (lembaga kepolisian atau 
kejaksaan) tidak ragu-ragu melarang Ahmadiyah Qadiyan secara kelembagaan 
melakukan kekerasan non-fisik secara kelembagaan  dalam konteks melindungi 
ummat Islam yang rakyat Indonesia sesuai dengan yang diamanahkan oleh alinea 
ke-4 Pembukaan UUD-1945. Karena keraguan/keterlambatan mekanisme pranata hukum 
bertindak, menyebabkan masyarakat Islam secara self-help bertindak menjadi 
hakim sendiri beramai-ramai, yang oleh Mustafa Dandenong sejara kejam 
menyatakan masyarakat Islam yang melakukan self help itu seperti dengan Buaya 
berbulu srigala .Beta ingin pakai bahasa gaul, he Mustafa, kasihan deh lo !. 

Wassalam
Muammar Qaddhafi

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++



  ----- Original Message ----- 
  From: Mustafa Dandenong 
  To: mayapadaprana@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, April 28, 2008 6:29 PM
  Subject: [Mayapada Prana] Masjid Ahmadiyah di Sukabumi Dibakar



        Ini sih sama dengan Buaya berbulu srigala...sadis dan 
kejam.....................

        28/04/2008 05:02 Kasus Ahmadiyah
        Masjid Ahmadiyah di Sukabumi Dibakar 

        Liputan6(dot)com, Sukabumi: Massa membakar Masjid Al-Furqon, masjid 
terbesar milik jemaah Ahmadiyah di Sukabumi, Jawa Barat. Hingga Senin (28/4) 
dini hari, api masih berkobar di sekitar tersebut. Aksi bakar masjid ini adalah 
puncak dari emosi warga yang menilai keputusan pemerintah menutup aktivitas 
peribadatan jemaah Ahmadiyah masih setengah hati. Apalagi, hingga kini kegiatan 
peribadatan ajaran Ahmadiyah masih terus berlangsung.

        Sebagai pusat kegiatan Ahmadiyah terbesar kedua di Indonesia, 
pascakeputusan Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan (Bakor Pakem) 
Kejaksaan Agung, seluruh organisasi massa Islam di Sukabumi telah merapatkan 
barisan. Mereka pun meminta aktivitas ibadah jemaah Ahmadiyah di Sukabumi 
ditutup [baca: Sesatkah Ahmadiyah?].

        Tak hanya membakar masjid. Mereka juga merusak madrasah milik jemaah 
Ahmadiyah. Pengurus Ahmadiyah Sukabumi pun menyayangkan sikap warga dan aparat. 
Karena sebelumnya telah disepakati berbagai hal menyangkut aktivitas Ahmadiyah. 
Lantaran itulah pihak Ahmadiyah akan menempuh jalur hukum atas perusakan dan 
pembakaran tersebut.

        Pihak Kepolisian Sektor Parakan Salak sejauh ini masih menyelidiki dan 
mengamankan sejumlah anggota jemaah. Berdasarkan informasi yang diterima SCTV, 
aksi anarkis itu tak menimbulkan korban jiwa. Hanya saja suasana Kabupaten 
Sukabumi menjadi sepi.

        Saat dihubungi via telepon, Kepala Kepolisian Resor Sukabumi Ajun 
Komisaris Besar Polisi Guntor Gaffar menyatakan, pihaknya sudah meminta 
keterangan delapan orang terkait amuk massa tersebut. Para saksi itu adalah 
warga Sukabumi. Kendati demikian, menurut Guntor, polisi belum mengarah kepada 
pelakunya. Ketika ditanyakan apakah pihak kepolisian kecolongan, Guntor 
mengatakan massa masuk dari arah belakang masjid. Adapun untuk mengantisipasi 
aksi susulan, polisi telah mengamankan beberapa basis kegiatan jemaah Ahmadiyah 
di Sukabumi.

        Pembakaran Masjid Al-Furqon dan sekolah madrasah milik jemaah Ahmadiyah 
di Sukabumi, menyisakan kesedihan dan ketakutan bagi pengikut aliran tersebut, 
terutama yang sempat menjadi saksi mata aksi anarkis itu. Rina, misalnya. Ia 
dan ibunya yang kejadian berlangsung berada tak jauh dari amuk massa terpaksa 
lari dan bersembunyi di rumahnya. "Mereka (massa) disuruh bubar enggak 
mau,[katanya] harus sampai terbakar," ucap Rina.

        Berbeda dengan di Sukabumi, jemaah Ahmadiyah di Kota Bukittinggi, 
hingga saat ini masih leluasa beraktivitas. Kendati di beberapa tempat di 
Sumatra Barat, kegiatan jemaah ini dilarang oleh warga lain. Kantor Cabang 
Ahmadiyah di Bukittingi, pun masih terlihat sama dengan suasana sebelum Bakor 
Pakem mengeluarkan kebijakan tentang larangan bagi jemaah Ahmadiyah. Para 
pengikut setia Ahmadiyah di sana, masih menjalankan aktivitasnya sehari-hari 
sembari menunggu keputusan dari pengurus pusat Ahmadiyah. Namun mereka mengaku 
selama ini tidak mendapat halangan dari warga sekitar.

        Di kota tersebut terdapat hampir 100 orang pengikut Ahmadiyah. Adapun 
mayoritas warga Bukittinggi tidak peduli dengan kebijakan yang dikeluarkan 
pemerintah terhadap aliran Ahmadiyah. Boleh dibilang, inilah salah satu potret 
toleransi beragama yang tak diwarnai saling menghujat dan merusak.(ANS/Asep 
Didi dan Aldian) 

  . 
   

Kirim email ke