Message of Monday – Senin, 31 Mei 2010 
Mari Belajar pada Lance Armstrong 
Oleh: Sonny Wibisono *

"Jika saya masih bisa bergerak, artinya saya tidak sakit."
-- Lance Armstrong, pembalap Amerika Serikat, juara Tour de France 1999-2005

VONIS itu bak gledek di siang hari. Oktober 1996, dokter menyatakan Lance 
Armstrong positif mengidap kanker testis. Padahal sebagai pembalap sepeda 
profesional, karirnya lagi kinclong-kinclongnya di pucuk kesuksesan. Kontrak 
dengan tim balap Perancis baru saja diteken. Nilainya, wow, fantastis, dua 
tahun dia dibayar 2,5 juta dolar AS.

Namun, testisnya memang sudah membengkak sebesar buah jeruk. Dia pun muntah 
darah. Lebih membahayakan lagi, menurut diagnosis dokter, kanker itu sudah 
menjalar ke paru-paru dan otak. Operasi darurat pun dijadwalkan saat itu juga. 
Dokter mengatakan kepadanya bahwa persentase berhasil untuk hidup adalah 50%. 
Angka manipulasi sebenarnya. Dalam hitungan secara medis, diketahui harapan 
hidup Armstrong saat itu sesungguhnya tinggal 3%. Jangankan mendengar 3%, 
mendengar 50% saja jantung serasa mau copot. Siapa pun tentu akan lemas 
mendengar pengumuman itu.

Tapi, Armstrong tidak. Meski merasakan sakit yang luar biasa, namun dia tetap 
tegar. Armstrong berpacu dengan waktu. Baginya, penyakit kanker ibaratnya 
sebuah perlombaan. Ia harus menjalani operasi untuk menghilangkan kanker dan 
kemoterapi yang dilakukannya selama berbulan-bulan. Kanker membuat Armstrong 
ambruk. Pembalap tangguh itu kini lemah tak berdaya. Untuk mengayuh sepeda 
keliling halaman rumahnya saja ia tak mampu. Namun, dia tetap menjalani proses 
penyembuhannya dengan kukuh. Tanpa mengeluh. Satu harapannya, dia ingin sembuh 
total. Dan ia percaya itu. Kemoterapi pun selesai dilakukan, dan ajaib, kanker 
yang dideritanya hilang.

Siapa saja yang mengikuti kisah Armstrong pasti akan jatuh kagum. Semua itu 
merupakan hasil didikan yang keras. Mentalnya sudah ditempa sejak muda. Ia 
dididik oleh seorang ibu yang pekerja keras. Ibunya pernah mendapati Armstrong 
berhenti di tengah jalan karena kelelahan dalam lomba triathlon. Sang Ibu 
memarahinya, "Kamu tidak boleh berhenti meskipun harus berjalan." Armstrong pun 
menyelesaikan lomba itu hingga garis finish.

Keputusan besar dilakukan Armstrong setelah dinyatakan sembuh: dia kembali 
mengayuh sepeda. Banyak orang yang ragu tentu saja. Bersepeda bukan olahraga 
ringan. Butuh stamina fisik yang prima dan kuat. Tapi lagi-lagi dia menganggap 
sebuah sebagai tantangan yang harus ditaklukkan. Dia berlatih. Bahkan lebih 
keras dan lebih keras lagi. Ia pun berlatih bersepeda dengan mendaki ke atas 
puncak pegunungan. Ia mampu. 

Ketika saat ia merasa sudah benar-benar pulih, pada 1999, Armstrong siap untuk 
mengikuti segala jenis lomba. Saat yang bersamaan, istrinya pun hamil. Terapi 
kesuburan menuai hasil. Padahal sebelumnya gara-gara kanker itu pulalah, dia 
divonis mandul. Hasilnya tak terkira. Lima bulan berselang, untuk 
pertamakalinya, Armstrong berhasil menjuarai Tour de France pada 1999. Dia pun 
menjadi raja tur paling terkenal sejagat itu. Berturut-turut, selama tujuh 
tahun, hingga 2005, dia selalu tampil di podium pemenang.  

Setelah itu, dia benar-benar mundur. Tapi dia tidak sepenuhnya lengser. 
Pengalaman dirinya menghadapi penyakit kanker memberinya inspirasi untuk 
mendirikan Yayasan Lance Armstrong. Dan pada tahun 2004, ia mengembangkan 
Gelang Livestrong sebagai upaya meningkatkan kesadaran bagi para korban kanker. 

Armstrong telah mengajarkan kepada banyak orang, ketika melawan kanker, ia 
mengalahkan musuh terbesar kehidupan, yakni keputus-asaan. Setiap orang boleh 
gagal, tapi jangan pernah berputus asa. Penyakit kanker yang dideritanya 
dijadikan pengalaman hidup yang tak ternilai. Pantang menyerah pada keadaan 
membuat dirinya mampu bertahan hidup dengan mengagumkan dan melewati berbagai 
rintangan untuk meraih gelar juara. 

"Jika Anda meminta saya untuk memilih menang di Tour de France atau dari 
kanker, saya akan memilih menang dari penyakit itu. Karena itu adalah 
kemenangan saya sebagai manusia, pria, suami, anak, dan ayah," kata Armstrong.

Armstrong memberikan pelajaran penting. Jangan pernah menyerah dalam kehidupan. 
Seberapa pun beratnya.  

*) Sonny Wibisono, penulis buku 'Message of Monday', PT Elex Media Komputindo,  
2009




Kirim email ke