----------  Forwarded Message  ----------

Subject: Negara Syariah Why Not ?
Date: Wednesday 24 May 2006 07:39
From: edi azka3 <[EMAIL PROTECTED]>
To: agussyafii <[EMAIL PROTECTED]>, ahmad bahari <[EMAIL PROTECTED]
sg>, "[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>, "dt-
[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>,
"[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>, mas hangga
<[EMAIL PROTECTED]>, orang kampung <[EMAIL PROTECTED]>,
kijeromartani <[EMAIL PROTECTED]>,
"[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>,
Kunto <[EMAIL PROTECTED]>, "M.H.Aziz" <[EMAIL PROTECTED]>,
"[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>,
"[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>, shofy
nafsany <[EMAIL PROTECTED]>, "[EMAIL PROTECTED]"
<[EMAIL PROTECTED]>, firliana putri
<[EMAIL PROTECTED]>, "[EMAIL PROTECTED]"
<[EMAIL PROTECTED]>, "[EMAIL PROTECTED]" <srias-
[EMAIL PROTECTED]>, "[EMAIL PROTECTED]" <sufi-
[EMAIL PROTECTED]>, Agah Sugana <[EMAIL PROTECTED]>,
"[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>,
"[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>,
"[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>, "[EMAIL PROTECTED]
com" <[EMAIL PROTECTED]>, "[EMAIL PROTECTED]"
<[EMAIL PROTECTED]>, "[EMAIL PROTECTED]" <swa-
[EMAIL PROTECTED]>, "[EMAIL PROTECTED]"
<[EMAIL PROTECTED]>, "[EMAIL PROTECTED]"
<[EMAIL PROTECTED]>, "[EMAIL PROTECTED]"
<[EMAIL PROTECTED]>, "[EMAIL PROTECTED]"
<[EMAIL PROTECTED]>, "[EMAIL PROTECTED]
com" <[EMAIL PROTECTED]>, tulus_wae <[EMAIL PROTECTED]
com>, fatimah wan <[EMAIL PROTECTED]>, sutiyoso wijanarko
<[EMAIL PROTECTED]>, "~{..u/cup..}~" <[EMAIL PROTECTED]>

   Negara Syariah Why Not ?
KH. Muhammad al-Khaththath
(DPP HTI & MUI Pusat)
  "Negara Syariah Tinggal Selangkah". Demikian judul cover majalah
Gatra
edisi no 25 Tahun XII 6 Mei 2006. Judul dengan gambar ilustrasi
lambang
burung garuda dikalungi bendera berwarna hijau dengan gambar Bulan
Bintang
(lambang Masyumi?) memang terkesan provokatif disamping tentunya
harapan...
Memang di satu sisi, harapan umat Islam setelah reformasi, setelah
nyata
berbagai krisis yang dimulai dengan krisis moneter tahun 1997, krisis
ekonomi, krisis politik, hingga krisis moral yang terus menjadi-jadi
sampai
hari ini, adalah diterapkannya syariah Islam yang betul-betul
diharapkan
akan bisa mengakhiri berbagai krisis tersebut dan menjamin
terwujudnya
pemeliharaan berbagai kemaslahatan hidup umat. Ini harapan umat yang
merupakan mayoritas dari rakyat Indonesia ini. Namun di sisi lain,
ada
segelintir orang yang merasa terusik dengan aspirasi tersebut.
Celakanya
yang merasa terusik ini sering salah paham dan mengembangkan paham
yang
salah. Dan seiring dengan kampanye penerapan syariah yang diusung
berbagai
ormas dan parpol Islam, mereka pun melakukan contra kampanye.
Beberapa tahun
lalu jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia pernah diminta bicara di
komunitas
Jaringan Islam Liberal, beliau menyampaikan tema "Selamatkan
Indonesia
dengan Syariah". Komunitas tersebut justru menyambutnya dengan:
"Selamatkan
Indonesia dari Syariah". Kalangan JIL dan yang serupa dengannya
tampaknya
menganggap syariah Islam itu berbahaya bagi rakyat Indonesia yang
mayoritas
muslim. Dalam diskusi di UIN beberapa waktu lalu pentolan JIL setelah
Ulil
hengkang ke Amrik, Abdul Moqsith Al Ghazali, begitu menggebu-gebu
menyudutkan syariat Islam, khilafah Islamiyah serta gerakan radikal,
khususnya HT, yang dia sebut-sebut sebagai gerakan makar. Mode-model
Moqsith
ini bisa kita jumpai dalam pernyataan Adnan Buyung Nasution di Gatra
(idem).
Juga yang lain-lain yang lebih menunjuk kepada islamphobi. Ada
beberapa
argumentasi, kalau boleh disebut argumentasi, dari mereka yang
menolak
syariah atau lebih khusus sistem negara syariah, yakni Khilafah.
Pertama,
syariah itu adalah dari Arab, produk asing, lalu oleh gerakan radikal
difotocopy xerox -meminjam istilah Moqsith-untuk dibawa ke Indonesia,
padahal Indonesia budayanya lain. Kedua, negara syariah, yakni
khilafah
adalah sistem yang gagal, sebab tiga khalifah pada masa awal, yakni
Khalifah
Umar bin Khaththab r.a., Utsman bin Affan r.a., dan Ali bin Abi
Thalib r.a.
terbunuh dalam sistem tersebut. Ketiga, penerapan syariah akan
memasung
budaya, menghancurkan keragaman budaya, sebab dengan syariah
diterapkan
budaya-budaya yang tidak sesuai dengan syariah seperti koteka dan
kebaya
akan dimusiumkan. Keempat, penerapan syariah akan memecah-belah
persatuan
sebab jika di Indonesia diterapkan, maka Bali dan daerah-daerah
mayoritas
non muslim akan melepaskan diri. Dengan hati bening dan pikiran
jernih, mari
kita urai benang kusut yang delemparkan tersebut. Argumen pertama,
menolak
syariah dengan menganggap syariah sebagai produk Arab dan Arab itu
asing
adalah argumen yang memiliki dua kesalahan. Pertama, orang yang mau
sedikit
teliti saja --asal jujur-- membaca sejarah asal usul syariah Islam
akan
mengetahui dengan jelas bahwa syariah sesungguhnya bukanlah dari
Arab,
melainkan dari langit, dari Allah SWT Pencipta manusia dan seluruh
jagad
raya ini. Bahwasanya Allah SWT menurunkan syariah-Nya pertama kali
kepada
bangsa Arab yang buta huruf 15 abad lalu dengan mengutus Nabi
Muhammad
adalah hak Allah SWT yang tak patut kita pertanyakan. Catatan di awal
sejarah Islam justru menunjukkan bahwa bangsa Arablah, yakni Abu
Jahal dan
pemuka kota Mekkah lainnya yang justru pertama kali menolak Islam dan
bahkan
hendak membunuh pembawa risalah tersebut. Kedua, kalau menolak Arab
dengan
alasan asing, seperti yang dikemukakan sebagian kalangan bahwa RUUAPP
adalah
agenda asing yang ingin memasukkan syariah ke negeri ini, justru
merupakan
argumen yang menimbulkan komplikasi. Kekhawatiran terhadap
kemungkinan hukum
syariah menggantikan hukum positif yang ada menjadi tidak relevan,
sebab
hukum positif yang ada adalah warisan kolonial Belanda yang aslinya
juga
dari Code Napoleon. Apa Belanda dan Perancis itu domestik? Bahkan
kekhawatiran perubahan sistem negara republik sekuler kepada negara
syariah
juga tidak relevan, sebab sistem negara republik sekuler adalah
produk
Barat. KH. Ali Yafie pernah menyampaikan dalam sebuah seminar,
pemerintah
kolonial Belanda tatkala menjajah negeri ini, melikuidasi hukum
syariah
dalam sistem pemerintahan dan ekonomi yang sebelumnya eksis di negeri
ini
sejak keberhasilan dakwah para wali. Menolak politik syariah masuk ke
DPR
dengan argumen dari Arab sementara DPR terdiri dari tiga kata yang
semua
berasal dari Arab: dewan, wakil, dan rakyat. Demikian juga MPR yang
terdiri
dari kata: majelis, wakil, dan rakyat. Konon konstruksi bahasa kita
yang
dasarnya adalah bahasa Melayu, mayoritas kosakatanya berasal dari
Bahasa
Arab! Yang menggelikan, kalau syariah ditolak karena dari Arab, tapi
tari
perut dari Arab diimpor untuk meramaikan pornoaksi....Mungkin yang
ini dalam
benak mereka termasuk domestik, sebagaimana playboy dkk. Argumen
kedua,
negara syariah, yakni khilafah adalah sistem yang gagal dengan alasan
tiga
khalifah pada masa awal terbunuh dalam sistem tersebut juga
menunjukkan
ketidakjelian dalam membaca sejarah. Sebab, kematian seorang pemimpin
atau
kepala negara adalah hal biasa. Yang harus dilihat justru, apakah
dengan
kematian pemimpin tersebut umat atau negara mengalami kegoncangan
atau tetap
stabil? Kemunduran atau kemajuan? Sejarah menunjukkan bahwa kematian
ketiga
khalifah tersebut tidak menjadikan umat dan negara khilafah hancur,
bahkan
terus berkembang. Setelah Nabi hijrah ke kota Madinah, beliau menjadi
kepala
negara syariah yang pertama. Setelah beliau saw. menjabat sepuluh
tahun,
kemajuan negara luar biasa. Semula wilayah negara syariah hanya satu
kota,
lalu menjadi satu jazirah. (Kini satu negara di masa Rasulullah saw.
Meliputi negara-negara Arab Saudi, Yaman, Oman, Qatar, Bahrain,
Emirat
Arab). Dimasa khalifah Abu Bakar, wilayah berkembang, Irak disatukan
dengan
negara khilafah. Dimasa khalifah Umar, wilayah negara syariah
berkembang
hingga menyatukan Persia, Syam (sekarang: Yordan, Libanon, Syria,
Israel,
dan Palestina), dan Mesir yang dulunya di bawah kekjuasaan dua negara
adidaya: Persia dan Rumawi! Imam Ibnu Katsir dalam kitab Al Bidayah
wan
Nihayah menuturkan pembebasan wilayah dan penggabungannya ke negara
khilafah
di masa khalifah Utsman, meliputi daerah : Armenia, Azerbaijan,
Thabaristan,
Khurasan di bagian timur; dan di sebelah barat meliputi Cyprus,
Afrika
termasuk Barbar, Rumawi hingga ke perbatasan Constantinopel, dan
merambah
Andalusia. Sedangkan di masa khilafah Ali bin Abi Thalib, sekalipun
tidak
tercatat perkembangan perluasan wilayah akibat banyaknya
pemberontakan di
dalam negeri pasca terbunuhnya Khalifah Utsman, namun pemerintahan
beliau
tetap bisa mempertahankan keutuhan wilayah yang sedemikian luasnya,
yang
membentang dari Khurasan di Timur hingga Andalusia (sekarang Spanyol)
di
Barat yang di masa sekarang tentu sudah berupa puluhan negara. Dalam
kondisi
sistem tranportasi yang terbatas pada onta dan ketiadaan sistem
komunikasi,
kemampuan sistem khilafah menghandle wilayah yang begitu luas tentu
sangat
mengagumkan. Dan kalau sistem khilafah sistem yang gagal, mana
mungkin bisa
bertahan hingga 13 abad? Bahkan kejayaan umat Islam dan sumbangsihnya
kepada
dunia dalam perkembangan sains dan teknologi terjadi di masa khilafah
Umayyah dan khilafah Abbasiyyah. Sekalipun pada masa berikutnya,
yakni
Khilafah Utsmaniyah, dari segi pemikiran dan perkembangan sains
kurang atau
bahkan mengalami stagnasi, namun kewibawaan dan kedigdayaan militer
negara
syariah itu selama lima abad sangat disegani dan ditakuti oleh
negara-negara
Eropa! Orang arif tidak akan melupakan sejarah! Argumen ketiga,
penerapan
syariah akan memasung budaya, menghancurkan keragaman budaya, sebab
dengan
syariah diterapkan budaya-budaya yang tidak sesuai dengan syariah
seperti
koteka dan kebaya akan dimusiumkan. Ini juga argumen yang mencoba
mengadu
budaya lokal dengan syariah yang universal. Padahal maksud
sesungguhnya
adalah manuver menyelamatkan budaya asing Barat yang ditentang umat
yang
kini sudah semakin sadar akan urgensi syariah dalam kehidupan mereka.
Lihat
saja, para penentang syariah itu sebenarnya hanya mengenakan produk
budaya
lokal tersebut untuk kampanye, bukan merupakan budaya kehidupannya
sehari-hari. Bahkan aktor intelektual mereka sebenarnya
mengeksploitasi
orang-orang awam untuk itu. Tatkala saya ketemu dengan salah seorang
peserta
pawai budaya yang berasal dari Sorong yang sudah 23 tahun di Jakarta,
beliau
mengatakan bahwa sehari-hari beliau memakai pakaian normal, dan
masyarakat
papua menurut beliau juga ingin pakai jas! Di Papua sendiri umumnya
hanya
orang pedalaman yang pakai koteka. Dan saya pernah dapat sms dari
Irian
bahwa ada 25 muslimah Irian siap memberikan kesaksian untuk aksi
sejuta umat
21 Mei perangi pornografi-pornoaksi. Mereka dulunya berkoteka dan
malu
memakainya lagi, namun yang heran di Jakarta malah ada keinginan
untuk
belajar telanjang! Argumen keempat, penerapan syariah akan memecah-
belah
persatuan sebab jika di Indonesia diterapkan, maka Bali dan daerah-
daerah
mayoritas non muslim akan melepaskan diri. Ini tentu lagu lama. Saat
Indonesia baru merdeka, ada kisah seperti itu dari bagian Timur.
Kisah
seperti itu lebih digaungkan daripada surat sekitar 50 ribu ulama
dari
berbagai daerah di Indonesia kepada BPUPKI menuntut agar negara baru
yang
dipersiapkan adalah berdasarkan Islam. Namun umat Islam adalah umat
yang
sabar, yang lebih mementingkan persatuan. Maka tidak pernah kita
mendengar
umat Islam memproklamirkan separatisme kepada NKRI kalau syariah
tidak
diterapkan. Umat Islam terus berjuang meyakinkan kepada seluruh
komponen
bangsa bahwa syariah Islam yang rahmatan lil alamin itu bukan hanya
menjadi
kebutuhan umat Islam, tapi juga non Islam! Jadi sebenarnya siapa yang
ingin
memecah belah itu? Kini jelaslah bahwa argumen-argumen yang menolak
syariah
dan negara syariah sungguh sangat lemah bagi orang-orang yang punya
intelektualitas. Membina intelektualitas umat adalah aktivitas mulia.
Para
aktivis HT, sebagai gerakan Islam, tak jemu-jemunya menjelaskan bahwa
ideologi Islam adalah pilihan terbaik, bukan sekularis kapitalis, dan
juga
bukan sosialis komunis! Dan HT adalah satu institusi pemikiran yang
selalu
berjuang untuk meningkatkan kadar intelektualitas umat dan bangsa ini
dengan
berbagai aktivitas perdebatan intelektual, pertarungan politik yang
elegan,
dan gerakan massa non kekerasan. Sehingga umat akan bisa mencapai
derajat
kedewasaan dalam memilih ideologi dan metode kehidupannya. Irjenpol
Ansyad
Mbai, Kepala Desk Antiteror Kantor Menko Polhukkam pernah mengatakan
dalam
suatu diskusi di MUI bahwa memperjuangkan ideologi dibolehkan asal
tidak
dengan cara-cara anarkhis! Semakin jelaslah bahwa memperjuangakan
syariah
dan sistem negara syariah secara intelektual, politis, dan tanpa
kekerasan
adalah sah, bukan makar! Jadi, syariah dan negara syariah, why not?
Wallahul
muwaffiq ila aqwamit thariiq.
Jakarta, 11 Rabiul Akhir 1427H/10 Mei 2006







Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]




SPONSORED LINKS
Rek Beyond belief Islam online
Nation of islam Media


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke