Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh

Berikut saya copy-kan sebuah artikel menarik.
Semoga bermanfaat & menambah ilmu bagi kita semua.

Wassalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh
Haryo - ANC Admin
http://anNajiyah.notLong.com <http://annajiyah.notlong.com/> -- Islamic
download, up to 250 KB/sec!
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Jika email ini ditandai sebagai spam/ bulk/ junk / mass, harap tandai ulang
sebagai NOT spam/ bulk/ junk / mass!
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~

*Persatuan Ummat Islam*
Senin, 26 Maret 2007 11:54:45 WIB
Kategori : Fokus Utama
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=2086

PERSATUAN UMMAT ISLAM


Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas



Ahlus Sunnah mengajak kepada persatuan kaum Muslimin dan melarang mereka
berpecah belah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai-berai..." [Ali 'Imran: 103]

Allah Jalla Jalaluhu berfirman.

"Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan
berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah
orang-orang yang mendapat siksa yang berat." [Ali 'Imran: 105]

"Artinya : Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah
yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi
beberapa golongan.Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada
golongan mereka." [Ar-Ruum: 31-32]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : "Berjama'ah adalah rahmat sedangkan berpecah-belah adalah adzab."
[1]

Ahlus Sunnah mengajak kepada persatuan yang dilandasi dengan Al-Qur'an dan
As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih. Bukan persatuan yang semu dan
sesat. Ahlus Sunnah tidak menyeru kepada perkara-perkara yang dapat memecah
belah persatuan kaum Muslimin. Persatuan yang dikehendaki ialah persatuan
menurut pemahaman ulama Salaf dan orang-orang yang mengikuti manhaj
(pedoman) mereka. Bukan menurut pemahaman pengikut hawa nafsu dan
hizbiyyah.[2]

AHLUS SUNNAH MENGAJAK KAUM MUSIMIN KEPADA PERSATUAN DI ATAS SUNNAH

Jika kaum Muslimin bersatu di atas Sunnah, mereka akan mendapatkan rahmat
Allah Azza wa Jalla, kebaikan dan kekuatan. Dan jika mereka berselisih, yang
terjadi adalah kelemahan, kekalahan dan kehancuran.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatan
dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
[Al-Anfaal: 46]

Namun wajib diketahui bahwa persatuan itu dibangun di atas ittiba'
(ketaatan) kepada As-Sunnah bukan di atas bid'ah. Kebanyakan firqah-firqah
yang mencela adanya perpecahan dan mengajak kepada persatuan, yang mereka
maksud dengan perpecahan adalah golongan yang menyelesihi mereka meskipun
golongan itu berada di atas kebenaran. Sedangkan yang mereka maksud dengan
persatuan adalah kembali kepada prinsip dan manhaj mereka. Padahal prinsip
dan manhaj mereka telah menyimpang dari jalan ash-Shirath al-Mustaqiim
(jalan yang lurus). Oleh karena itu apabila terjadi perselisihan hendaklah
dikembalikan kepada Allah dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
dengan pemahaman Salafush Shalih.[3]

Ahlus Sunnah menyuruh kepada persatuan ummat Islam atas dasar Sunnah dan
melarang berpecah-belah serta bergolong-golongan. Ahlus Sunnah juga menyuruh
ummat Islam untuk berada dalam satu barisan di atas Sunnah Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam menghadapi musuh-musuh mereka. Adapun
kelompok-kelompok bawah tanah, jama'ah-jama'ah sempalan dan bai'at-bai'at
yang dikenal sebagai bai'at dakwah merupakan penyebab timbulnya perpecahaan
dan fitnah (pertikaian). Bai'at hanya boleh diberikan kepada orang yang
ditunjuk oleh ahlul halli wal 'aqdi (semacam lembaga yudikatif) atau kepada
seorang Muslim yang berkuasa dengan kekuatannya, meskipun ia seorang yang
zhalim.

Ahlus Sunnah berpendapat tentang hadits

"...Barangsiapa mati sementara ia belum berbai'at, maka kematiannya
terhitung kematian secara Jahiliyyah." [4]

Sanksi yang tersebut dalam hadits di atas ditujukan kepada orang yang tidak
membai'at penguasa yang telah ditunjuk dan disepakati oleh ahlul halli wal
'aqdi."[5] Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal ketika
menjawab pertanyaan Ishaq bin Ibrahim bin Hani tentang hadits di atas.
Beliau (Imam Ahmad) menjawab: "Yang dimaksud dengan Imam adalah yang kaum
Muslimin seluruhnya berkumpul untuk membai'atnya, itu adalah Imam dan
demikianlah makna hadits ini." Tidak sebagaimana yang diklaim oleh setiap
jama'ah atau kelompok.[6]

Al-Katsiri dalam kitabnya, Faidhul Baari berkata: "Ketahuilah bahwa hadits
tersebut menunjukkan bahwa yang dianggap bai'at yang sah adalah yang
dibai'at oleh seluruh kaum Muslimin. Kalau seandainya ada dua orang atau
tiga orang yang membai'at, maka hal itu tidak dikatakan Imam sampai dibai'at
oleh kaum Muslimin atau ahlul halli wal 'aqdi." [7] Jadi ancaman tentang
orang yang meninggalkan bai'at diancam dengan mati Jahiliyyah itu berlaku
bagi orang yang tidak berbai'at kepada Imam yang berkumpul padanya seluruh
kaum Muslimin atau yang diwakilkan oleh ahlul halli wal 'aqdi. Adapun yang
dilakukan oleh kelompok-kelompok (jama'ah-jama'ah) adalah bai'at yang bid'ah
yang harus ditinggalkan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Hudzaifah Radhiyalahu 'anhu, yaitu
ketika tidak adanya jama'ah dan imam, maka ia harus meninggalkan semua
jama'ah.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda

"... Hendaklah engkau berpegang teguh (bersatu) kepada jama'ah dan imam kaum
Muslimin." Kemudian Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu bertanya: "Bagaimana kalau
mereka sudah tidak mempunyai jama'ah dan imam lagi?" Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam menjawab: "Jauhilah semua kelompok tersebut, meskipun
harus menggigit akar pohon, hingga engkau mati dalam keadaan seperti itu."
[8]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin
Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam ASy-Safi'i, Cetakan Ketiga. PO Box
7803/JACC 13340
__________
Foote Note
[1]. HR. Ahmad (IV/278) dan Ibnu Abi 'Ashim (no. 93), dari Sahabat an-Nu'man
bin Basyir Radhiyallahu 'anu. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no.
667).
[2]. Lafazh hizb ada beberapa makna ditinjau dari aspek bahasa, al-Fairuz
Abadi dalam Bashaairu Dzawit Tamyiizi (II/457) mengatakan al-hizb adalah
kelompok (golongan). Al-Ahzaab adalah kumpulan orang-orang yang bersekutu
memerangi para Nabi. "Sedangkan dalam al-Qur'an terdapat beberapa sudut
pandang:

1. Bermakna beberapa golongan yang berada dalam perbedaan pandangan,
syari'at, dan agama. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada
mereka. (QS. Ar-Ruum: 32)
2. Bermakna tentara syaithan. (QS. Mujaadilah: 19)
3. Bermakna tentara Allah. (QS. Mujaadilah: 22)
4. Mereka di dunia adalah sebagai pemenang. (QS. Al-Maa'idah: 56)
5. Akibat (balasan) bagi mereka adalah sebagai pemenang yang beruntung."

Berkata Syaikh Shafiyur Rahman al-Mubarakfury, "Al-Hizb secara bahasa
adalah: 'Golongan/kumpulan dari manusia, berkumpulnya manusia karena adanya
sifat yang bersekutu atau kemashlahatan yang menyeluruh. Mereka terikat oleh
ikatan aqidah dan iman atau ikatan kekufuran, kefasikan, kemak-siyatan atau
terikat karena (adanya perasaan) kebangsaan dan setanah air atau (ikatan)
nasab/keturunan, pekerjaan, bahasa, atau apa-apa yang serupa dengan
ikatan-ikatan tersebut, kriteria, kemaslahatannya yang secara adat manusia
ber-kumpul di atasnya dan bersatu karena sifat-sifat tersebut."

Bukanlah sesuatu yang tersembunyi bagi seseorang yang berakal bahwa setiap
hizb mempunyai prinsip-prinsip, pemikiran, sandaran yang sifatnya intern dan
teori-teori yang menjadi patokan sebagai undang-undang bagi kelompok hizb.
Meskipun sebagian mereka tidak menyebutnya sebagai undang-undang.

Undang-undang tersebut kedudukannya sebagai asas yang menjadi dasar
berpijaknya sistem pengorganisasian hizb dan hizb sengaja dibangun
berdasarkan undang-undang tersebut.

Barangsiapa yang percaya dan meyakininya dengan sungguh-sungguh maka pada
akhirnya dia akan mengakuinya, mengambilnya sebagai asas pergerakan dan amal
jama'i yang tersusun rapi dalam hizb tersebut. Sehingga ia menjadi
anggotanya atau pendukung setianya. Yang tidak setuju/menolak, maka ia tidak
termasuk anggota hizb. Maka, undang-undang itu asasnya wala' (kesetiaan/
loyalitas) dan bara' (permusuhan) persatuan dan perpecahan, kepedulian dan
ketidakpedulian.

Atas pertimbangan yang demikian maka sesungguhnya di dunia ini hanya ada dua
hizb, yaitu hizb Allah dan hizb syaithan, yang menang dan yang kalah, yang
Muslim dan yang kafir.

Orang yang memasukkan hizb Allah ke dalam hizb (kelompok, pergerakan,
jama'ah-jama'ah) yang lain maka dia telah merobek-robek hizb Allah, memecah
belah kalimat Allah.

Seorang muslim harus meninggalkan dan menanggalkan semua bentuk hizbiy-yah
yang sempit dan terkutuk yang telah melemahkan hizb Allah, dan tidak boleh
toleran kepada semua kelompok/golongan/jama'ah supaya agama Islam ini
seluruhnya milik Allah. (Lihat ad-Da'wah ilallaah bainat Tajammu' al-Hizbi
wat Ta'aawun asy-Syar'i, hal. 53-55 oleh Syaikh 'Ali Hasan al-Halabi
al-Atsari.)
[3]. Lihat QS. An-Nisaa': 59.
[4]. HR. Muslim (no. 1851) dan al-Baihaqy (VIII/156) dari Sahabat Ibnu
'Umar.
[5]. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah no. 984.
[6]. As-Siraajul Wahhaaj fii Bayaanil Minhaaj (no. 181), oleh Abul Hasan
Mushthafa bin Isma'il as-Sulaimani al-Mishri, cet. I/Maktabah al-Furqan, th.
1420 H.
[7]. Fa-idhul Baari (IV/59), dikutip dari Nashiihah Dzahabiyyah ilal
Jamaa'aatil Islaamiyyah (hal. 10) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, ta'liq
dan takhrij Syaikh Masyhur Hasan Salman, cet. I/Daar ar-Raayah, th. 1410 H.
[8]. HR. Al-Bukhari (no. 7084) dalam Kitaabul Fitan bab Kaifal Amr idzaa Lam
Takun Jamaa'ah (bab: Bagaimana Urusan Kaum Muslimin Apabila Tidak Ada
Jama'ah), Muslim (no. 1847) dalam Kitaabul Imaarah bab Wujuub Mulaazamah
Jamaa'atil Muslimiin 'inda Zhuhuuril Fitan wa fi Kulli Haal wa Tahriimil
Khuruuj 'alath Thaa'ati wa Mufaaraqatil Jamaa'ah (bab: Keharusan Mengikuti
Jama'ah Kaum Muslimin Ketika Terjadi Fitnah dalam Segala Kondisi, dan
Diharamkannya Membangkang (Tidak Taat kepada Ulil Amri) dan Meninggalkan
Jama'ah).


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke