REFLEKSI: Diberitakan bahwa  duulu pada zaman Soekarno diadakan perjanjian 
antara Indonesia dengan pemerintah Komunis Polandia untuk dibangun sebauh 
mesjid di sebelah Timur Polandia. Pengurus pemabangunan mesjid adalah Duta 
Besar RI Maengkom untuk Polandia. Sebagai kompensasi dari Polandia dikirim 30 
pastor Kahtolik ke Indonesia. Pengiriman ini dijalankan, tetapi rupanya 
pembangunan mesjid tidak dijalankan karena Pak Soeharto naik panggung tahta 
kekuasaan negara. Dan Maengkom dipanggil pulang ke Jakarta 


http://www.tempointeraktif.com/hg/luarnegeri/2007/01/08/brk,20070108-90794,id.html


Sebuah Masjid di Pinggir Warsawa
Senin, 08 Januari 2007 | 06:10 WIB 

TEMPO Interaktif, Warsawa: Siang itu satu-dua orang keluar-masuk pintu sebuah 
bangunan yang pintu gerbangnya berupa dua menara kecil berpucuk kubah laiknya 
masjid.

Gedung di tepian Warsawa, Polandia, itu adalah masjid dan kantor Pusat 
Kebudayaan dan Agama Islam Polandia. Atas undangan Kementerian Luar Negeri 
Polandia dan ditaja PT Djarum, Tempo bersama empat wartawan Indonesia bertamu 
ke masjid itu pada pertengahan Desember lalu.

Emir Poplawski, direktur lembaga itu, terlihat sangat sibuk melayani para 
tamunya. Kertas-kertas berserakan di mejanya yang hanya dilengkapi sebuah 
telepon dengan faksimile dan beberapa kursi yang sudah goyah. "Masjid ini sudah 
berfungsi selama lima tahun," katanya.

Poplawski adalah keturunan bangsa muslim Tartar, kaum yang meninggalkan tanah 
airnya karena perang saudara dan merantau ke wilayah Kerajaan Polandia, 600 
tahun lalu.

Kaum Tartar ini turut berperang menghadapi serangan Swedia, Rusia, dan musuh 
Polandia lainnya. Karena pengabdian ini, mereka dihadiahi tanah dan 
keistimewaan, seperti diizinkan membangun masjid dan menikahi penduduk lokal. 
Inilah masa keemasan muslim Polandia dengan 200 ribu penganut dan 160 masjid.

Kini hanya ada empat masjid di negeri yang mayoritas penduduknya Kristen itu. 
Selain di Warsawa, ada sebuah masjid baru di Gdansk. Sisanya adalah dua masjid 
tua yang berusia 200 tahun lebih di Kruszyniany dan Bohoniki.

Muslim Tartar kini tinggal 5.000 jiwa. Ditambah pendatang dan pribumi yang 
masuk Islam, jumlah total muslim hanya 40 ribu dari 38,5 juta jiwa penduduk 
Polandia.

Tapi orang-orang seperti Poplawski sangat tekun mengurusi masjidnya. "Masjid 
ini juga memberi pelajaran tentang budaya dan agama Islam kepada anak-anak di 
sekolah Katolik," katanya. "Sehingga mereka bisa berbicara kepada orang tua 
bahwa mereka tak punya masalah dengan Islam atau muslim."

Menurut dia, kehidupan muslim di sini berjalan cukup baik. Setiap 26 Januari, 
misalkan, ada perayaan bersama antara kaum muslim dan Kristen.

Hal ini dibenarkan Marcin Przeciszewski, Kepala Badan Informasi Katolik di 
Warsawa. "Ini mungkin karena di sini negara tak bisa mengintervensi gereja dan 
lembaga keagamaan lainnya, juga masalah pakaian serta simbol keagamaan," 
ujarnya membandingkan dengan Prancis, yang melarang pemakaian simbol keagamaan 
di sekolah.

Duta Besar Indonesia untuk Polandia, Hazairin Pohan, juga mengakui keharmonisan 
kehidupan beragama di sana. "Saya belum pernah mendengar dari teman-teman 
muslim di sini ada yang bermasalah karena kepercayaannya." 

KURNIAWAN (WARSAWA) 

Kirim email ke