Sayang ya, "dijunjung tinggi" setelah orangnya mati, dan setelah pemerintah 
kolonial Belanda membiarkan impian Kartini untuk pendidikan yang lebih tinggi 
kandas. Semasa hidupnya, Kartini berusaha keras untuk melanjutkan sekolahnya, 
untuk membuka kemungkinan bagi perempuan memperoleh pendidikan yang lebih 
tinggi dalam bentuk sekolah khusus putri. Ia dibantu oleh suami istri 
Abendanon, dan waktu itu Meneer Abendanon adalah Direktur Pendidikan dan 
Industri Hindia Belanda. Tapi apa yang terjadi? Menteri Pendidikan Belanda 
menolaknya mentah-mentah (lihat surat-surat Kartini buat Rosa Abendanon, yang 
diterbitkan Jost Cote). 

Pemerintah kolonial, yang untuk kepentingan politiknya, bisa bertindak 
semena-mena pada para bupati dan residen Jawa, tapi dalam soal pendidikan 
perempuan berpura-pura tak berdaya melawan para bupati yang tak suka 
putri-putrinya sekolah lebih tinggi daripada pendidikan dasar semata.

Mungkin "sejarawan" Danny Lim perlu baca dulu kritik keras Kartini terhadap 
bangsa Eropa dan kaum kolonial di tanah Jawa dalam surat-suratnya baik kepada 
Rosa Abendanon dan Stella Zeehandelaar, sebelum njeplak seenak udelnya untuk 
kepentingan politisnya yang sempit: membersihkan nama Belanda dari dosa masa 
lalunya.

menjelang akhir hidupnya, ketika Kartini dan Rukmini berhasil membuka sekolah 
mereka sendiri yang sederhana, semuanya dilakukan tanpa dukungan apapun dari 
pemerintah kolonial. Pemerintah Kolonial kesayangan Danny Lim itu cuek saja 
terhadap permintaan bantuan dari Kartini, bukan karena mereka takut pada para 
bupati Jawa, melainkan karena mereka juga tak ingin perempuan jadi lebih maju.

Yang dilakukan pemerintah Belanda kini adalah mengkooptasi jerih payah Kartini 
untuk diklaim sebagai bagian dari kebaikan kolonial. Tapi, siapa yang bisa 
tertipu oleh taktik murahan seperti ini kecuali Danny Lim sang "kolaborator"?

Meneer, Lim, sekadar perkenalan dengan Kartini, coba baca dua buku ini: 
1) Joost Cot?? (trans. and ed.), On Feminism and Nationalism: Kartini???s 
Letters to Stella Zeehandelaar, 1899-1903, Clayton: Monash Asia Institute, 
Monash University, 1995

2)Joost Cote (trans. and ed.,)Letters from Kartini, An Indonesian Feminist, 
1900-1904, Clayton: Monash Asia Institute, Monash University, 1992

Setelah itu, baru Anda layak berhadapan dengan Pak Hoesein Roeshdy. Atau, 
jangan-jangan Anda nggak suka pemerintah kolonial dibilang ganti kulit oleh Pak 
Hoesein karena mengingatkan pada diri Anda sendiri yang juga "ganti kulit"?

manneke


-----Original Message-----

> Date: Wed Mar 14 02:53:43 PDT 2007
> From: "Danny Lim" <[EMAIL PROTECTED]>
> Subject: [mediacare] Re: [KincirAngin] Pantaskah R.A.Kartini jadi Pahlawan 
> Nsional ?
> To: "KincirAngin" <[EMAIL PROTECTED]>, "Media Care" 
> <mediacare@yahoogroups.com>
>
> Pak Hoesein,
> 
> Email ini anda kirim tahun lalu, dan masih tersimpan rapi di arsip saya. 
> Karena sebentar lagi Indonesia merayakan Hari Kartini, maka saya ingin 
> menjawab email pak Hoesein ini, terlambat setahun ngga apa-apa ya pak :-).
> 
> Ada kesan kolonial Belanda dulu itu mengangkat kasus Kartini hanya untuk 
> "memuluskan pergantian kulitnya", ini terbaca di email pak Hoesein di bawah 
> ini (maaf bila saya salah interpretasi). Namun melihat kenyataan bahwa di 
> Belanda, Kartini dijunjung tinggi sampai sekarang terutama di Den Haag, tentu 
> tesis pak Hoesein pantas diragukan. Maaf ya pak, tapi di website saya 
> www.ikenindonesie.nl ada 2 tulisan sebagai bukti nyata, bahwa Kartini di 
> Belanda dijunjung tinggi sebagai pejuang emansipasi di Hindia-Belanda dulu 
> sampai sekarang. Maksud saya, bila pengangkatan kasus Kartini hanya lips 
> service kolonial Belanda, mana mungkin Pemda Den Haag di tahun 2007 ini 
> sampai spesial menyediakan trophy Kartini untuk perorangan/organisasi di Den 
> Haag yang berjuang dalam bidang emnasipasi ala Kartini dulu. FYI. Yang meraih 
> Kartini-Trophy tahun 2007 ini adalah seorang wanita Maroko bernama Rahma El 
> Hamdaoui yang berjuang membela emansipasi di sebuah kampung bernama 
> Schilderswijk di Den Haag.
> 
> Sebuah diskusi yang menarik dan bermanfaat, pak Hoesein.
> 
> Salam hangat, Danny Lim, Nederland
> 
>   ----- Original Message ----- 
>   From: HOESEIN RUSHDY 
>   To: [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; mediacare@yahoogroups.com ; 
> [EMAIL PROTECTED] 
>   Sent: Tuesday, April 25, 2006 1:31 AM
>   Subject: [KincirAngin] Pantaskah R.A.Kartini jadi Pahlawan Nsional ?
> 
> 
>   Belakangan ini muncul diskusi tentang jasa-jasa kartini. Tentu saja ada 
> yang mendukung dan ada yang mempertanyakan. Saya rasa banyak sudah orang yang 
> mengetahui siapa sebenarnya Kartini itu. Bukankah banyak buku yang 
> menginformasikan tokoh wanita ini bahkan pernah ada film Kartini yang 
> diperankan Yeni Rachman dan Bambang Hermanto yang memerankan suaminya 
> R.Adipati Arya. Tapi rupanya tetap saja kurang jelas. Pokok permasalahan 
> adalah dalam hal pantas tidaknya beliau bergelar Pahlawan Wanita yang 
> bergerak dibidang perjuangan emansipasi wanita Indonesia. Mungkin ada 
> beberapa pendekatan yang bisa membantu menerangkannya. Pertama adalah 
> pendekatan waktu. Kartini hidup dalam periode zaman perubahan diawal abad ke 
> 20 yang dikenal sebagai zaman politik etis . Zaman itu adalah dekade keemasan 
> kaum liberal Belanda. Tokoh-tokoh pejuang swasta non Pemerintah menguasai 
> kegiatan bidang sosial dan politik. Para pejuang perlawanan kolonial di 
> Hindia, baru saja menyadari apa yang terjadi dalam perubahan zaman ini. 
> Pemberontakan fisik baru saja berahir dia Aceh (menyerahnya P.Polim pada 
> tahun 1903) dan usaha penyerangan oleh Sultan Daud Syah terhadap Garnisun 
> Belanda di Banda Aceh, yang gagal pada tahun 1907. Mantan Panglima perang 
> Belanda di Aceh, kemudian Panglima KNIL, van Heutz kemudian menjadi Gubernur 
> Jenderal (1904-1909). Figur perlawanan kemudian beralih pada pejuang 
> organisasi sosial dan politik dalam memperjuangkan kondisi seimbang antara 
> penjajah dan yang dijajah. Sifatnya  antara lain adalah perjuangannya 
> emansipasi  untuk menuntut persamaan hak dimuka hukum. Ini termasuk kaum 
> wanita. Apa yang diusahakan dan dikerjakan Kartini saat itu amatlah dirasakan 
> peranan dan manfaatnya dan amat genuine (asli). Hampir dikatakan belum ada 
> orang sebelumnya yang berjuang dibidang itu. Pendekatan kedua adalah Program 
> pemerintah Belanda sendiri, Bagaikan bertemu teman searah dan setujuan 
> (bagaikan tumbu ketemu tutup kata orang jawa). Tokoh Belanda van Deventer 
> adalah pejuang politik etis (penasihat Pemerintah dan anggota parlemen 
> Belanda)  yang handal dan Abendanon adalah direktur pendidikan etis yang 
> pertama. Bukan hal yang aneh karena itu adalah prinsip, bahwa pendidikan 
> harus dimulai di Hindia dan awalnya adalah kaum elite Indonesia. Istri 
> Abendanon adalah sahabat pena Kartini. Berarti bukan hal kebetulan kalau 
> simpati kaum liberal Belanda tertuju pada tokoh emansipasi wanita Indonesia 
> keturunan ningrat ini. Isi surat Kartini amat cocok dalam kampanye politik 
> etis di Jawa dan juga merupakan integarsi nyata dari program-program 
> pendidikan yang dijalankan. Bukankah pendidikan wanita amat terkebelakang 
> saat itu. Bagaikan cerita memelas tentang wanita Indonesia sendiri, ketika 
> surat-surat Kartini diterbitkan dinegeri Belanda dengan judul : "Door 
> duisternis tot licht" Dan dalam hidupnya Kartini yang sempat mengecap 
> pendidikan sekolah dasar Eropah, tidak bisa melanjutkannya karena harus 
> menikah dan mematuhi adat. Meskipun ada beasiswa untuk itu. Dengan jujur dan 
> tulus, dia memohon agar beasiswa untuk masuk HBS, selanjutnya diberikan 
> kepada Agus Salim seorang pemuda Riau yang cerdas. Pendekatan ketiga, 
> sesungguhnya harga diri dan martabat wanita Indonesia saat itu belum wajar. 
> Bahkan belum mencapai titik optimal sampai sekarang. Kartini menilai bahwa 
> pendidikan adalah salah satu jalan terbaik. Maka berdatanganlah sumbangan 
> pemikiran dan dana, sehingga diwilayahnya sendiri Kartini mampu mendirikan 
> sekolah, bukan lagi untuk kaum elite, tapi bagi rakyat kebanyakan. Belakangan 
> kekuatan swasta di Indonesia dan di Belanda, berhasil mengumpulkan uang dan 
> mendirikan sekolah Kartini. Kerja sama bahu membahu antara masyarakat Belanda 
> dan Indonesia saat itu merupakan contoh nyata suatu bagian dari perjuangan 
> kaum etis yang disebut "Een eeresculd" (suatu hutang kehormatan) yang menjadi 
> kenyataan bukan hanya sekedar mimpi. Jutaan Gulden telah dimanfaat oleh kaum 
> etis untuk pembangunan program edukasi, irigasi dan emigrasi demi 
> mensejahterakan rakyat pribumi. Jangan lupa penangangan masalah kesehatan 
> juga bagian yang tidak terpisahkan dalam program tersebut. Pendidikan dokter 
> Jawa yang telah dimulai tahun 1856, pada tahun 1900 -1902 dikembagkan menjadi 
> STOVIA (School tot opleiding van Inlandsche Artsen) yang lebih tinggi 
> nilainya.
>   Melihat diatas kita bertanya apakah sejak permulaan abad ke 20 artinya 
> kolonialisme punah ?. Ternayat tidak. Mereka cuma ganti kulit. Kolonialisme 
> Belanda kini menemukan benda unik lainnya yang amat pantas untuk diexploitir 
> dari negeri jajahanya. Benda cair tersebut adalah minyak. Belanda tidak salah 
> mengira, karena minyak adalah komoditi handal untuk memanjukan Nederland. 
> Pada tahun 1883 AJ Zijler mendapat hak konsesi didaerah Langkat. Tahun 1890 
> dia mendirikan Koninklijke Nederlandsche Maatschappij  tot Exploitatie van 
> Petroleum bronen  in Nederlandsch Indie. Pada tahun 1900-1905 perusahaan ini 
> berhasil mengexpor minyak dalam jumlah besar dari berbagai daearah di Hindia 
> (Sumatera, Kalimantan dan Jawa) keseluruh Asia. Mulai dari pelabuhan Cina di 
> timur sampai pelabuhan India di barat. Usaha dibidang pertambangan ini 
> dilanjutkan dengan kegiatan penyedotan hasil tambang lainnya sepertti Batu 
> Bara, Emas, Perak, manggan, Timah dan masih banyak lagi.........



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Transfer from your equities account.  
Receive up to $1,000 from GFT. Click here to learn more.
http://us.click.yahoo.com/aZttyC/X_xQAA/cosFAA/IRislB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Web:
http://groups.yahoo.com/group/mediacare/

Klik: 

http://mediacare.blogspot.com

atau

www.mediacare.biz

====================
Untuk berlangganan MEDIACARE, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/mediacare/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/mediacare/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke