http://www.sinarharapan.co.id/berita/0707/30/taj01.html
Perangai Berpolitik Pemimpin Kita SUSILO Bambang Yudhoyono sebagai warga negara Indonesia biasa bersama istrinya Ny Ani Yudhoyono Sabtu petang mendatangi Polda Metro Jaya, melaporkan masalah yang dihadapinya yaitu bahwa ia merasa terfitnah karena tudingan mantan Wakil Ketua DPR RI Zainal Maarif yang mengatakan dirinya telah menikah dan mempunyai dua anak sebelum menjadi taruna Akabri tahun 1970. Dapat dimengerti, kalau ketika melapor ke Polda tersebut SBY tidak seperti biasanya banyak melempar senyum. Sebagai seorang suami, ayah dan mertua tidaklah pada tempatnya memperoleh perlakuan seperti itu, sehingga dianggapnya hal itu merupakan pembunuhan karakter. Hal wajar pulalah apabila seseorang yang memperoleh perlakuan tidak patut dan tidak wajar melaporkannya kepada aparat penegak hukum. Tentu, semua berharap bahwa persoalan yang cukup mengganggu ini dapat diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku, sekaligus juga dapat dijadikan pembelajaran bagi masyarakat dalam menuntut hak serta memperoleh keadilan. Kita tidak ingin mencampuri, apakah benar atau salah tudingan Zainal Maarif itu, dan kasus ini biarlah diungkap dan diselesaikan sesuai dengan proses hukum. Namun, yang ingin kita kemukakan adalah perangai politik pemimpin kita dalam kaitannya kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Baru dua minggu lalu Wakil Presiden M Jusuf Kalla berdamai dengan mantan Presiden Abdurrachman Wahid (Gus Dur) dalam kasus yang mirip, dan pengaduannya juga ke Polda Metro Jaya, sementara gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun dicabut. Dalam pendidikan politik bagi masyarakt terutama generasi muda, kasus JK-Gus Dur tersebut dan sekarang kasus SBY-Zainal Ma'arif, menjadi pelajaran buruk dalam hal bertata-krama. Ada atau tidak ada maksud dan tujuan dari suatu ucapan tentang dan mengenai orang lain, apalagi terhadap tokoh bangsa, pemuka masyarakat, petinggi negara baik dikemukakan secara serius maupun tidak (secara guyon) hendaknya tidak menimbulkan masalah. Kebebasan berbicara hendaknya tidak melewati batas-batas kewajaran yang hidup dan terpelihara di masyarakat. Dalam bertindak termasuk dalam mengemukakan sesuatu hendaknya didasarkan benar tidaknya sesuatu yang dikemukakan tersebut. Kalaupun sesuatu yang dikemukakan itu benar apakah yang dikemukakan itu baik bagi perorangan maupun untuk masyarakat? Kalau sesuatu yang dikemukakan itu benar dan baik, apakah yang benar dan baik itu bermanfaat? Kalaupun tudingan Zainal Maarif itu benar, apakah ada manfaatnya hal itu diungkap sekarang, dan kalau pun ada manfaatnya apakah ada manfaatnya bagi Yudhoyono dan keluarganya dan bagi Zainal Ma'arif? Apalagi, mengingat posisi Yudhoyono sebagai presiden sekarang ini, tentu tidak lepas dari pertanyaan di atas, apakah ada baik dan manfaat tudingan tersebut bagi masyarakat, bangsa dan negara? Sebaliknya, kalau tidak benar, tidak baik dan tidak ada manfaatnya tudingan tersebut, mengapa hal tersebut harus diungkapkan? Jelas hanya Zainal Maarif sendiri sebagai mantan Wakil Ketua DPR yang memiliki hitung-hitungan politik dalam bertindak tersebut. Merupakan hak setiap orang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kepentingannya. Akan tetapi juga merupakan hak setiap orang untuk menuntut keadilan apabila ada perlakuan yang mengganggu harkat dan martabat seseorang. Dalam kaitan itulah Yudhoyono melapor ke Polda Metro Jaya. Kini, semuanya sudah menjadi bidang hukum dan seyogianya semua pihak menunggu proses hukum tersebut agar menyikapinya dengan kepala dingin walaupun hati mereka yang terkena sudah sangat panas. Mudah-mudahan keputusan-keputusan hukum dalam kasus ini mampu memberikan pembelajaran dan pencerahan bagi generasi muda sebagai calon pemimpin di masa depan dalam berperangai politik serta menyikapi persoalan. Hal itu kita kaitkan dengan SK Presiden tentang recall yang dilakukan Partai Bintang Reformasi atas Zainal Maarif di DPR sekaligus mempengaruhi kedudukannya sebagai Wakil Ketua DPR. Apakah ada kaitan SK Yudhoyono sebagai Presiden tersebut dengan tudingan Zainal Ma'arif, tidak penting untuk ditelaah, tetapi jauh lebih penting adalah apakah cara-cara seperti itu wajar atau tidak untuk diteladani para generasi muda apalagi mereka yang akan dan mau menjadi politisi? Karena sudah diserahkan ke ranah hukum, hendaknya pihak-pihak terkait dapat menahan diri serta tidak memperkeruh suasana dengan menanggapi hal tersebut dengan emosional. Berikanlah keleluasaan bagi penegak hukum untuk menyelesaiannya secara adil dan benar sesuai dengan hukum yang berlaku agar kasus-kasus seperti ini dapat pula dijadikan pedoman terutama dalam penyusunan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dan jangn sampai persoalan yang sedemikian besar tidak diselesaikan secara tuntas, apalagi dengan cara-cara yang tidak transparan. Kita tidak menolak perdamaian, karena sebagai delik aduan dengan mudah dapat diselesaikan seperti JK dengan Gus Dur. Tetapi bagi banyak pihak tidak semua perdamaian dapat memberikan keadilan, apalagi bagi publik. Namun itu semua terserah kepada para pihak yang bersengketa. Kita tunggu penyelesaian yang dapat memberikan pembelajaran bagi masyarakat dalam perwujudan keadilan dan tegaknya hukum serta berperangai dalam berpolitik.