Forum
Menimba Inspirasi dari Musisi Muda             Oleh THEO SUNU WIDODO     
   
  Resital Vokal Piano Senyap dalam Derai oleh Bernadeta Astari dan Elwin 
Hindrijanto di Yogyakarta awal bulan ini membuat saya tercenung. Lalu larut 
dalam permenungan tentang dunia musik Indonesia. Betapa tidak! Dua musisi belia 
menampilkan musik klasik dengan begitu prima. Di tengah rekan-rekan sebaya 
mereka yang terbuai dan larut dalam musik pop atau musik keras lainnya, Deta 
dan Elwin memilih memasuki jalan sunyi musik klasik. Inilah yang membanggakan.  
 Pilihan yang mengandung dan mengundang konsekuensi. Mengapa? Musik klasik 
identik dengan keteraturan, kegigihan, keuletan, kesabaran, dan kedisiplinan. 
Itulah yang Deta (19) dan Elwin (21) pilih. Mereka mau total "berklasik ria". 
Mereka membuktikannya untuk tidak tanggung-tanggung, dan bahkan ngangsu kawruh 
sampai di Konservatorium Utrecht, Belanda.   Ini sangat berlawanan dengan sikap 
cepat puas sebagian generasi muda saat ini. Misalnya sudah jadi penyanyi top, 
tetapi lupa mengasah diri meningkatkan kemampuan
 bernyanyinya. Apalagi, budaya instan yang dengan cepat meroketkan sebuah nama, 
tetapi cepat pula pudarnya nama itu. Berkibar sebentar, kemudian jarang pemusik 
pop Indonesia yang mampu bertahan lama hingga melegenda seperti Koes Plus dan 
Chrisye.   Kontras memang ingar pertunjukan musik pop atau rock maupun dangdut 
dengan resital vokal piano itu. Pada umumnya, penonton menjubeli arena pentas 
pop, rock, ataupun dangdut. Dengan teriakan dan gerakan-gerakan badan, goyang 
atau sekadar berjingkrak. Sementara, di resital vokal piano (dan musik klasik 
umumnya) justru kesunyian yang menjadi tuntutan agar dapat menikmati atau 
mengapresiasi sajian musisi di panggung. Akustik lagi, tanpa sound system 
berkekuatan ribuan watt.   Ada beberapa hal menarik yang dapat dipetik dari 
tampilan Deta- Elwin. Pertama, seperti kata wartawan senior Jacob Oetama bahwa 
buku adalah mahkota bagi seorang wartawan. Deta-Elwin pun bisa berujar senada. 
Pementasan maupun pameran merupakan mahkota bagi
 seniman. Mereka sangat menyadari hal itu. Karenanya, mereka mempersiapkan tur 
keliling mereka di Indonesia dengan sungguh-sungguh. Telah terbukti, Deta-Elwin 
berhasil memahkotai kesenimanannya dengan pementasan yang baik. Mereka sadar, 
resital yang mereka gelar merupakan sebuah pertanggungjawaban karya kepada 
masyarakat.   Pertanggungjawaban kesenimanan mereka harus terus mereka berikan 
kepada masyarakat. Ajek dan berkesinambungan. Karena hanya dengan itu, kualitas 
kesenimanan mereka dipertaruhkan. Apa gunanya punya potensi atau karya kalau 
tidak pernah diungkapkan dan diperkenalkan kepada masyarakat. Justru dalam 
interaksi sebuah pergelaran terjadilah komunikasi antara seniman dan 
masyarakat.   Kedua, Senyap dalam Derai memberikan harapan karena masih ada 
generasi muda yang peduli musik klasik. Penonton yang memadati auditorium 
Fakultas Kedokteran Umum UGM mayoritas kaum muda. Inilah yang membanggakan. 
Mereka bagai ingin menimba inspirasi dari dua musisi belia, teman,
 adik, kakak mereka. Paling tidak, hal tersebut tampak dalam upaya pembelajaran 
santun menonton pentas musik klasik. Pantang berisik, pantang kemresek. 
Apalagi, sampai ngrumpi dengan kiri-kanan, sambil ngemil kacang goreng.   
Ketiga, penampilan mereka juga menunjukkan kepada kita kerja sama apik antara 
penyair dan pemusik. Bukti nyatanya: Ananda Sukarlan (pianis dan komponis) 
menggarap syair karya penyair kawakan Sapardi Djoko Damono (SDD). Memang kerja 
bareng antara pemusik dan penyair bukan barang yang baru. Hal itu sudah 
berlangsung baik di mancanegara maupun di Indonesia. Misalnya C Simanjuntak 
yang menggarap syair-syair Sanusi Pane (Tanah Tumpah Darahku) atau JE 
Tateengken (Kupinta Lagi). Namun, di Indonesia komposisi klasik macam Senyap 
dalam Derai, menurut catatan, baru kali ini hadir.   Dengan demikian, hal ini 
kiranya dapat mengilhami pemusik dan penyair Indonesia lainnya untuk 
berkolaborasi menghasilkan karya musik-nyanyian yang berkualitas tinggi. 
Dailamy Hassan
 menyebut musik semacam ini musik serius, sebagai art song, musik seni.   
Keempat, Senyap dalam Derai menunjukkan bahwa faktor keluarga (orangtua) ikut 
mendukung terwujudnya keinginan orang muda seperti Deta-Elwin. Betapa tidak, 
orangtua menyediakan fasilitas yang mengondisikan anak terbiasa bergaul dengan 
musik klasik. Tanpa adanya lingkungan yang menciptakan suasana gemar musik 
klasik, kiranya keingingan kaum muda seperti Deta-Elwin akan sulit terlaksana. 
Tukang musik   Karena musik klasik menuntut banyak dari calon pelakunya, 
orangtua perlu menanamkan kecintaan anak-anaknya kepada musik (klasik). 
Kecintaan itu akan timbul bila ada pembiasaan dalam keluarga untuk mendengarkan 
musik klasik, atau menonton konser musik klasik secara live. Selain itu, orang 
tua atau keluarga hendaknya pandai-pandai dalam mendampingi anak-anaknya kala 
memilih kursus yang akan diikuti.   Pertunjukan itu juga mengisyaratkan bahwa 
lingkungan (keluarga dan masyarakat) boleh mendukung. Tetapi,
 semuanya kembali kepada kaum muda yang ingin terjun ke lautan musik klasik. 
Motivasi tinggi sangat diperlukan oleh kaum muda untuk menjadi musisi klasik.   
Mengapa? Karena musik klasik menuntut banyak dari calon pelakunya, seperti 
telah disebutkan di atas.   Di sini perlu ditekankan pentingnya memilih: akan 
menjadi pemusik serius yang dengan tekun berlatih ekstra keras ataukah sekadar 
menjadi "tukang musik" yang hanya main asal main, menyenangkan orang dan 
mendapat uang! Ini menjadi tantangan bagi kaum muda. Orientasi bermusiknya 
berkiblat kepada uang atau tingginya kualitas karya. Di tengah budaya yang 
mendewakan uang, pemusik klasik ditantang untuk bertahan dengan tetap 
menomorsatukan kualitas karya. Kalaulah ada fulus yang mengalir ke kantong, itu 
merupakan "akibat" dari tingginya kualitas karya yang mereka sajikan.   Senyap 
dalam Derai memberi warning kepada kita akan pentingnya pembinaan selera 
musikal. Banyak yang memengaruhi pembinaan selera musikal masyarakat.
 Sebut saja, radio, televisi, dan media lainnya, kaset, CD, VCD, dan DVD. Alah 
bisa karena biasa. Itulah pedomannya. Pembinaan selera itu sangat ditentukan 
oleh faktor pembiasaan mendengarkan musik. Karena hanya dengan demikianlah, 
perkenalan dengan musik klasik mesra terjalin. Mari kita, tanpa kecuali 
pemusik, produser-kritikus musik, ilmuwan musik, membina selera masyarakat 
terhadap musik.   THEO SUNU WIDODO Peminat Musik, Guru SMP Stella Duce 1 
Yogyakarta

























www.chendrapanatan.com
http://chendrapanatan.blogspot.com
http://chendraefblogger.blogspot.com    
---------------------------------
  Pinpoint customers who are looking for what you sell. 


www.chendrapanatan.com
http://chendrapanatan.blogspot.com
http://chendraefblogger.blogspot.com
       
---------------------------------
Sick sense of humor? Visit Yahoo! TV's Comedy with an Edge to see what's on, 
when. 

Kirim email ke