Nama baik, harkat dan martabat Suharto sama dan sebangun sama semua itu dari 
bangsa dan negara Indonesia. Ini menurut para pengagum S yang masih banyuak 
sekali berada dan berkuasa lho. 
  Sesuai kan dengan adat istiadat, cara berpikir bangsa kita kebanyakan. Kita 
terkenal sebagai bangsa yang terus tersenyum, mengampuni segalanya, melupakan 
yang baik juga yang gak baik. Hormat sama orang tua, dan teruatama petinggi dan 
penggede.
  Memang kita kan sebetulnya belum mentas beneran dari jaman raja-raja dan 
jajahan Walondo. kesian sekali lho sebetulnya Pak SBY itu. Kan dilematis banget 
buat beliau??
  TSL

Henny <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
            Mas,
   
  Mungkin yang ini bisa kita tanyakan pada "Rumput yang begoyang"..itu kata 
Ebiet lho ya...
   
  HH
   
    ----- Original Message ----- 
  From: Umar Said 
  To: Mediacare 
  Sent: Wednesday, September 26, 2007 4:33 PM
  Subject: [mediacare] Apakah "nama baik" Suharto pantas dibela terus?
  

        (Tulisan ini juga disajikan dalam website
  http://kontak.club.fr/index.htm )
   
  Catatan A. Umar Said
   
   
                          Apakah “nama baik“ Suharto 
                          pantas dibela terus?
                    
                   Pemerintah RI dan Bank Dunia  bersepakat untuk kerjasama
  
  
  
  Agaknya, berita penting Antara dari New York, yang dikirim tanggal 26 
September ini,  merupakan hal yang menarik perhatian banyak sekali  orang di 
Indonesia, tetapi yang juga akan menimbulkan reaksi yang cukup hangat dari 
banyak kalangan. Berita tersebut menyebutkan, antara lain, sebagai berikut :
  
  « Pemerintah Indonesia menyatakan keinginan untuk berpartisipasi dalam 
initiative StAR/Stolen Asset Recovery guna lebih memperkuat kemampuannya 
melaksanakan ketentuan Bab V Konvensi PBB mengenai pemberantasan korupsi 
(United Nations Convention Against Corruption/UNCAC) 2003 mengenai pengembalian 
aset, khususnya dalam hal melacak, membekukan dan mengembalikan aset yang 
berada di luar wilayah yurisdiksinya.
  
  « Hal tersebut dikemukakan dalam pertemuan dwipihak antara Presiden Susilo 
Bambang Yudhoyono dan Presiden Bank Dunia, Robert B Zoellick, di sela-sela 
sidang umum ke-62 PBB, di New York. 
  
  « Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan kedua belah pihak, disebutkan 
kedua belah pihak menggarisbawahi StAR sebagai sebuah program unik dan inovatif 
yang memungkinkan negara berkembang dan negara maju mendapatkan manfaat dalam 
konteks implementasi UNCAC 2003.Disebutkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir 
Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting dan mendasar dalam upaya 
memberantas korupsi.
  
  « Oleh karena itu, sebagai negara pihak dari Konvensi UNCAC 2003 dan tuan 
rumah penyelenggaraan pertemuan ke-2 negara-negara pihak dari UNCAC 2003 di 
Bali, 28 Januari-1 Febuari 2008, Indonesia menyatakan keinginan untuk 
berpartisipasi dalam initiative StAR.
  
  Sebagai tindak lanjut, maka misi bersama Bank Dunia dan UNODC akan berkunjung 
ke Indonesia guna mengembangkan lebih lanjut program bantuan teknis spesifik di 
bawah inisiatif StAR. Kedua pemimpin juga mendesak negara-negara maju untuk 
mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna memastikan bahwa pusat-pusat 
keuangan dunia tidak menjadi tempat penyimpanan dana hasil korupsi yang 
dilarikan dari negara berkembang.(baca teks berita selengkapnya  dalam Kumpulan 
berita Masalah Suharto dan PBB-Bank Dunia)
  
  Bagaimana akhirnya nasib Suharto di kemudian hari?  
  Dikeluarkannya pernyataan bersama antara presiden SBY dan presiden Bank Dunia 
mengenai kesediaan pemerintah Indonesia untuk berpartisipasi dalam program StAR 
merupakan perkembangan penting dalam usaha memberantas korupsi di Indonesia, 
termasuk masalah korupsi Suharto. 
  Dengan diluncurkannya program StAR Initiative oleh PBB dan Bank Dunia, dan 
disebutkannya dalam dokumen-dokumen kedua badan internasional itu bahwa Suharto 
adalah pencuri terbesar di dunia, agaknya banyak orang mungkin bertanya-tanya : 
bagaimanakah  akhirnya nasib mantan presiden dan yang juga pemimpin Orde Baru 
itu di kemudian hari ?  
  
  Barangkali, sekarang ini, masih tidak begitu mudah untuk mendapat jawaban 
yang segera atas pertanyaan yang demikian itu. Karena, kasus Suharto menyangkut 
berbagai persoalan yang rumit atau kompleks, dan yang juga dilatarbelakangi 
oleh faktor-faktor politik dan sejarah yang sarat dengan banyak masalah berat. 
Namun begitu, sudah adalah kiranya  sejumlah aspek-aspek yang bisa dipakai 
sebagai ancer-ancer tentang arah perkembangan kasus Suharto ini, mengingat 
berbagai hal yang sudah terjadi sekarang ini dan yang mungkin akan terjadi di 
kemudian hari.
  
  Dalam tulisan yang kali ini disajikan berbagai hal untuk sekadar direnungkan 
atau ditelaah bersama-sama, dengan mencoba mendekati persoalan Suharto ini dari 
berbagai sudut pandang dan berangkat dari berbagai titik tolak.
  
  PBB dan Bank Dunia membuka perspektif baru  
  Meskipun masih terdapat berbagai hal yang belum jelas betul tentang 
initiative PBB dan Bank Dunia dengan programnya StAR (Prakarsa Pengembalian 
Uang Negara yang Dicuri) namun banyak orang  mengharapkan,  atau, bahkan, sudah 
melihat adanya kemungkinan bahwa StAR ini akan membuka perspektif baru dalam 
penanganan masalah korupsi Suharto. Seperti sama-sama kita ketahui,  kebanyakan 
orang di Indonesia tadinya sudah putus harapan akan adanya kemungkinan 
diambilnya tindakan tegas dan tuntas terhadap korupsi Suharto. Karena, masih 
ada terlalu banyak orang-orang yang bersimpati kepada Suharto yang menyelinap 
di berbagai lembaga negara, antara lain di bidang eksekutif, legislatif, dan 
judikatif.
  Tetapi, perkembangan terakhir menunjukkan tanda-tanda adanya 
perubahan-perubahan atau kemajuan di kalangan pemerintahan. Contohnya, menurut 
Jawapos (25/9/07) :”Kejaksaan Agung serius menindaklanjuti dokumen Bank Dunia 
berisi aset mantan Presiden Soeharto di luar negeri. Selain mengajukan request 
ke Bank Dunia, kejaksaan bakal minta dukungan kepada seluruh jaksa agung 
sedunia yang akan hadir di pertemuan The 2nd Annual Conference and General 
Meeting of The International Association of Anti-Corruption Authorities (IAACA) 
di Nusa Dua, Bali ( 28 Januari-1 Februari 2008)
   Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, dalam pertemuan di Bali tersebut 
para jaksa agung akan membicarakan konvensi untuk merumuskan  mekanisme 
penelusuran aset, agar tidak melanggar prinsip-prinsip kerahasiaan bank. "Kami 
juga membuat kesepakatan dengan lembaga internasional, untuk berkomitmen 
membantu pelacakan (aset Soeharto)," kata Hendarman (harap baca selengkapnya di 
“Kumpulan berita Masalah Suharto dan PBB-Bank Dunia)
  Yang penting : ada kemauan politik
  Dengan adanya program StAR Initiative dari PBB dan Bank Dunia sekarang ini 
tergantung kepada sikap pemerintah RI, apakah akan menunjukkan – dengan 
sungguh-sungguh – political will (kemauan politik) dalam menyelesaikan secara 
tuntas masalah korupsi Suharto. Sebab, meskipun presiden SBY sudah ketemu 
dengan presiden Bank Dunia di AS, dan sudah mengeluarkan pernyataan bersama 
tentang StAR Initiative, tetapi kalau pada dasarnya memang tidak ada kemauan 
politik untuk mengambil tindakan tegas terhadap korupsi Suharto, akan ada saja 
berbagai dalih atau macam-macam alasan yang bisa dikarang-karang untuk tidak 
menepati kesepakatan yang sudah diambil bersama.
  Demikian juga, dengan masalah keberanian dan keteguhan Jaksa Agung. Sekali 
lagi, perlu diulangi di sini, bahwa ia bernjanji untuk minta bantuan para Jaksa 
Agung dari seluruh dunia yang akan bersidang di Bali untuk menindaklanjuti 
dokumen Bank Dunia yang berisi aset Suharto  di luarnegeri.  Selain itu 
Kejaksaan Agung juga mengajukan request (permintaan) kepada Bank Dunia untuk 
membantu melacak harta Suharto yang berasal dari korupsi. Kalau semua itu hanya 
janji kosong atau permintaan bantuan yang pura-pura saja, korupsi besar-besaran 
tidak akan bisa ditindak dan Suharto pun masih tetap bisa enak-enak 
lenggang-kangkung terus.  
  Dari perkembangan ini  maka kita semua akan mengetahui, tidak lama lagi, atau 
lambat-laun, apakah pemerintahan RI (khususnya Kejaksaan Agung) akhirnya akan 
sungguh-sungguh dan berani mengambil tindakan tegas terhadap koruptor terbesar 
di dunia ini, atau tidak.
  Martabat bangsa dan negara dipertaruhkan
  Agaknya, kita semua perlu mendorong  -- dan, bahkan, menuntut dengan keras! 
-- supaya presiden SBY  beserta pembantu-pembantunya di berbagai bidang 
betul-betul menjaga martabat bangsa atau melindungi kehormatan negara RI.  
Hendaknya, janganlah kita mengecewakan harapan banyak orang, baik di Indonesia 
maupun di dunia, atas terlaksananya StAR Initiative, juga yang berkaitan dengan 
kasus Suharto. Apalagi, presiden SBY sudah mengeluarkan pernyataan bersama 
dengan presiden Bank Dunia. Ditambah lagi, para Jaksa Agung dari seluruh dunia, 
yang akan bersidang di Bali permulaan tahun depan, tentunya akan bicara tentang 
StAR Initiative. Jadi, kasus korupsi Suharto akan menjadi masalah yang 
berkaitan dengan erat  -- melebihi dari yang sudah-sudah  -- dengan martabat 
bangsa dan citra penegakan hukum di Indonesia.  
  Sebab, dapatlah kiranya  diduga oleh banyak orang bahwa perwakilan Bank Dunia 
dan PBB  di Jakarta, dan juga kedutaan-kedutaan asing di Indonesia, selama ini 
sedikit banyaknya mengetahui apa sebab-sebabnya mengapa Suharto sampai sekarang 
masih belum disentuh oleh hukum dan pengadilan meskipun sudah ada bukti-bukti 
atau tanda-tanda yang kuat bahwa ia (bersama keluarganya) sudah mencuri uang 
rakyat secara besar-besaran. Tidak atau belum bisa diadilinya Suharto berkaitan 
dengan harta haramnya yang bertumpuk-tumpuk adalah aib besar bangsa (kecuali 
yang berkaitan dengan 7 yayasannya yang sudah mulai disidangkan).
  Apalagi, Indonesia akan menjadi tuan rumah pertemuan Jaksa Agung seluruh 
dunia di Bali, dan akan minta bantuan mereka untuk melacak harta haram Suharto 
di luarnegeri. Kalau ternyata kemudian bahwa sikap pemerintah RI atau Kejaksaan 
Agung hanya setengah-setengah atau tidak jujur, atau “memblé” saja mengenai 
kasus Suharto, maka citra hukum dan peradilan di Indonesia, yang sudah buruk 
selama ini, akan makin anjlok lebih dalam.
  Jadi, pertemuan dan pernyataan  bersama presiden SBY dengan presiden Bank 
Dunia dan juga pertemuan  para Jaksa Agung seluruh dunia di Bali menjadi 
pertaruhan besar bagi martabat bangsa dan kehormatan negara.
  “Nama baik dan kehormatan” Suharto
  Walaupun ada tanda-tanda yang menimbulkan optimisme bagi banyak orang tentang 
tindakan terhadap masalah korupsi Suharto, namun seyogianya kita semua punya 
perhitungan bahwa jalan yang harus ditempuh masih panjang dan mungkin juga  
akan makan waktu lama sekali. Itu disebabkan oleh selain adanya berbagai 
masalah-masalah  yang berkaitan dengan pentrapan hukum dan hubungan antar 
negara dll dll, juga disebabkan oleh masih adanya banyak orang yang mau menjaga 
“nama baik dan kehormatan “ Suharto.
  Mereka yang masih mau “menjaga nama baik dan kehormatan “ Suharto adalah pada 
umumnya, dan pada hakekatnya, orang-orang yang merasa “diuntungkan” untuk 
bersikap pro-Suharto dan pro-Orde Baru,  karena berbagai sebab dan perhitungan. 
 Karenanya, bisalah dimengerti bahwa mereka ini juga cenderung untuk tidak 
menyetujui  -- atau bahkan memusuhi -- program PBB dan Bank Dunia, yang 
berkaitan dengan pengusutan korupsi Suharto. Mereka ini akan terus berusaha 
menentang atau menyabot – dengan berbagai cara dan bentuk  --  kesediaan 
pemerintah RI untuk berpartisipasi melaksanakan program StAR Initiative.
  Mereka ini ( yang banyak terdapat di kalangan pimpinan Golkar dan sebagian 
dari pimpinan TNI-AD) boleh dikatakan tidak mau tahu, juga tidak mau mengerti, 
bahwa Suharto adalah pencuri besar uang rakyat dan negara, yang sudah tidak 
perlu dan tidak pantas dihormati sama sekali. Sebab, walaupun Suharto pernah 
menjadi tokoh paling tinggi dan paling berkuasa di Golkar ( Ketua Dewan 
Pembina) dan pernah menjabat panglima tertiggi Angkatan Bersenjata Republik 
Indonesia sekaligus presiden RI selama 32 tahun, tetapi kenyataannya ia adalah 
maling terbesar di Indonesia, dan bahkan di skala dunia pula
  Bagi  mereka-mereka yang bersikap begitu itu, baiklah kiranya mengetahui  
bahwa  arah perkembangan situasi nasional dan juga internasional  tidaklah 
menunjukkan tanda-tanda yang menguntungkan Suharto. Jadi, usaha membela “nama 
baik dan kehormatan” Suharto akhirnya akan terbukti sia-sia belaka.
  “Kehormatan” Suharto bukanlah kehormatan bangsa
  Dengan dicantumkannya Suharto dalam daftar 10 koruptor besar di dunia  (yang 
paling atas pula!) oleh badan-badan internasional yang penting (PBB, Bank 
Dunia, dan Transparency International atau yang lain-lain)  maka sulit kiranya 
untuk bisa mengatakan bahwa Suharto masih punya “nama baik atau kehormatan”, 
seperti yang dinyatakan  oleh pengadilan kasasi Mahkamah Agung yang dipimpin 
Mayjen TNI (Pur) German Hudiarto. Oleh karena itu, dimenangkannya gugatan 
Suharto terhadap TIME atas dasar tuduhan bahwa majalah itu sudah merugikan 
“nama baik dan kehormatan” Suharto sebagai mantan jenderal TNI dan presiden RI, 
adalah suatu hal yang bisa dianggap “lucu”.
  Sekarang ini, makin jelas bahwa membela “kehormatan” Suharto sama sekali 
bukanlah berarti membela kehormatan bangsa, dan juga bukan pula menjaga nama 
baik TNI.. Bahkan sebaliknya, membela “kehormatan” Suharto berarti justru 
membikin aib bangsa, atau merendahkan martabat TNI. Sebab, yang dikatakan oleh 
pendukung-pendukung setia Orde Baru sebagai “kehormatan” Suharto adalah 
sebenarnya, atau pada hakekatnya, k e j a h a t a n, dan lebih-lebih lagi, 
kejahatan yang luar biasa besarnya di dunia.
  Kalau kita renungkan dalam-dalam, maka kita akan sampai pada kesimpulan  
bahwa untuk menjaga martabat bangsa dan kehormatan TNI, kita perlu 
menghilangkan atau menghapus aib besar yang dibikin oleh Suharto (beserta 
keluarganya).. Bangsa kita atau TNI kita tidak akan dihormati oleh 
bangsa-bangsa lain, kalau Suharto masih bisa menongkrongi terus harta yang 
sudah dirampoknya secara besar-besaran. 
  Untuk kepentingan bersama
  Dalam kaitan itu semuanya, perlulah kita sadari bersama, bahwa dihapuskannya 
aib besar bangsa yang berupa kasus korupsi Suharto itu adalah untuk kepentingan 
seluruh bangsa. Adalah fikiran yang sama sekali keliru kalau ada yang 
berpendapat bahwa yang senang dengan ditindaknya Suharto adalah terutama 
golongan kiri, atau hanya mantan anggota atau simpatisan PKI, atau pendukung 
Bung Karno saja. Memang, wajarlah kalau para korban rejim militer Ode Baru akan 
senang dengan diambilnya tindakan terhadap Suharto, mengingat apa yang mereka 
alami dimasa-masa yang lalu.
  Tetapi baik juga sama-sama kita ingat bahwa kalangan atau golongan yang 
dirugikan kepentingannya oleh Suharto dengan Orde Barunya sangatlah luas dan 
banyak sekali, dan bukan hanya orang-orang dari golongan kiri atau pendukung 
Bung Karno saja. Juga orang-orang dari kalangan Islam banyak sekali yang telah 
menjadi korban kerakusan Suharto yang ia praktekkan lewat KKN, dan berbagai 
pelanggaran HAM. Kalau kita lihat dengan cermat, maka nyatalah bahwa  
orang-orang  yang miskin, atau yang menganggur, atau yang hidup sengsara akibat 
berbagai politik Suharto sebagian terbesar adalah  justru dari kalangan Islam.
  Dosa-dosa besar Suharto akibat banyak kejahatannya di bidang korupsi dan 
pelanggaran HAM menunjukkan dengan jelas bahwa Suharto adalah orang yang tidak 
pantas dihormati dan tidak pantas dibela sama sekali. Dan, kiranya,  baiklah 
agaknya kita sama-sama renungkan yang berikut ini :  pada hakekatnya, adalah 
juga merupakan kejahatan  kalau membela haya satu orang yang begitu besar dosa 
dan kejahatannya, tetapi  tidak membela kepentingan ratusan juta rakyat kita. 
   Paris, 27 September 2007   
  * * *
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  

  

  

                         

       
---------------------------------
 For ideas on reducing your carbon footprint visit Yahoo! For Good this month.

Kirim email ke