Ditunggu Tindak Sauvetage d’Etat
   
  Menurut Ridwan Saidi [Perbandingan Status UUD 1945 di masa revolusi dan rezim 
reformasi, Komite Perlawanan Perubahan UUD 1945, 10 April 2007], Indonesia 
telah berpengalaman dengan Sauvetage d’Etat atau Tindak Penyelamatan Negara 
oleh the existing ruler yaitu (1) ketika menghindari vacuum of constitution 
maka terbitlah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Presiden Sukarno menyebutnya 
sebagai Sauvetage d’Etat untuk menolak tuduhan bahwa yang dilakukannya Coup 
d’Etat, (2) ketika menghadapi situasi yang membahayakan keamanan dan 
keselamatan Negara maka terbitlah Surat Perintah 11 Maret 1966 yang dikeluarkan 
Presiden Sukarno kepada Jenderal Suharto, (3) ketika menghadapi krisis 
kepercayaan pada the existing ruling power yang kalau dibiarkan dapat 
menimbulkan suasana kekacauan, Presiden Suharto mengundurkan diri pada tanggal 
21 Mei 1998 dan menyerahkan mandat pada BJ Habibie, Wakil Presiden.
  Sauvatage d’Etat dapat dilakukan oleh rakyat berdasarkan pasal 30 ayat 1 UUD 
1945 yaitu “Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha 
pembelaan Negara” atau dapat pula dilakukan oleh Presiden berdasarkan Pasal-9 
UUD 1945 tentang Sumpah Jabatan Presiden yaitu “Demi Allah, saya bersumpah akan 
memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan 
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-undang Dasar dan menjalankan segala 
Undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada 
Nusa dan Bangsa”.
  Oleh karena itulah, menyimak waktu tersisa dari kiprah Presiden Susilo 
Bambang Yudhoyono sebagaimana kini dinyatakan secara terbuka di media2, maka 
sesungguhnya waktu tersisa itu dapat lebih dimanfaatkan sepenuhnya bagi 
tindakan Sauvatage d’Etat guna capaian Best Fit atas amanat Pasal-9 UUD 1945 
tersebut diatas demi kepentingan penegakan daripada kepastian hukum 
konstitusional dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan boleh jadi 
kelak bisa memperbaiki hasil penelitian Lingkaran Survei Indonesia [Kamis 4 
Oktober 2007].
  Dengan kata lain, maka sinyalemen keberlakuan UUD ganda yang memunculkan 
situasi hukum yang tidak normal yaitu UUD 1945 [KepPres No. 150/1959, Lembaran 
Negara No. 75/1959] dan UUD 1945 Perubahan [risalah rapat MPR RI, 2002] dapat 
sesegera mungkin diluruskan (restorasi) sehingga mengurangi kegalauan yang kini 
dirasakan merebak di banyak kalangan masyarakat, dan yang lebih strategik lagi 
adalah adanya capaian peningkatan daya lekat membangsa.
  Akhirulkata, lagu Kuasa Tuhan ciptaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 
semoga dapat memberikan inspirasi bagi tindak Sauvatage d’Etat termaksud 
diatas, dan pada tanggal 28 Oktober 2007 saat peringatan Sumpah Pemuda 28 
Oktober 1928 maka segenap anak bangsa dapat berseru Satu Konstitusi Indonesia 
disamping Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa Indonesia.
  Jakarta, 5 Oktober 2007
  Pandji R. Hadinoto / KaDep PolKum DHN’45
  Jl. Menteng Raya 31, Jakarta Pusat 10340

       
---------------------------------
Yahoo! oneSearch: Finally,  mobile search that gives answers, not web links. 

Kirim email ke