Jangan Berpolemik Sikapi Fatwa MUI Tentang Arah Kiblat

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Umat Islam Indonesia diminta tidak berpolemik mengenai 
perubahan Fatwa MUI tentang arah kiblat karena hal tersebut merupakan persoalan 
khilafiyah (perbedaan antara ulama). Menurut Sekretaris Komisi Fatwa Majelis 
Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Hasanudin, perbedaan yang terdapat antara Fatwa 
MUI No 3 Tahun 2010 Tentang Kiblat dan Fatwa MUI NO 5 Tahun 2010 Tentang Arah 
Kiblat saling menyempurnakan."Tidak ada faktor kesalahan yang 
disengaja,"ujarnya di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Rabu (14/7)

Hasanudin mengemukakan, Fatwa MUI No 3 Tahun 2010 menyatakan arah kiblat Muslim 
Indonesia adalah arah barat sedangkan dalam Fatwa MUI No 5 2010 disempurnakan 
dengan redaksi: "Kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke barat laut 
dengan posisi bervariasi sesuai dengan letak kawasan masing-masing."

Lebih lanjut Hasanudin mengatakan, madzhab yang sekarang ada dan dianut tentang 
arah kiblat tidak salah selama merujuk Alquran dan hadis. Oleh karena itu 
masyarakat tidak perlu risau dan saling menyalahkan satu sama lain. Karena, 
tandas dia, tiap-tiap pendapat memiliki argumen dan dalil masing-masing. Dia 
menyebutkan misalnya, pendapat yang menyatakan arah kiblat ke barat adalah 
Madzhab Hanbali yang berpegang pada teks.

Selain itu, dia menegaskan umat Muslim di Tanah Air tidak perlu membongkar 
bangunan masjid agar sesuai dengan arah kiblat. Menurut dia, Umat Muslim cukup 
menggeser posisi barisan (shaf) shalat sesuai dengan arah kiblat . "Tidak perlu 
mengubah posisi masjid karena terlalu memberatkan,"ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Zulfa Mustofa, Ketua Lembaga Bahtsul Masail 
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama LBM PBNU). Dia memaparkan, perbedaan arah kiblat 
terletak pada persoalan apakah ditentukan secara persesi (tepat) atau 
kira-kira. Menurut dia, Fatwa MUI No 5 Tahun 2010 muncul setelah perdebatan 
panjang yang lantas mengakomodir Madzhab Syafii yang notabene Madzhab mayoritas 
Muslim Indonesia.

Zulfa menjelaskan, Madzhab Syafii memberlakukan syarat ketepatan dan 
kehati-hatian dalam upaya penentuan arah kiblat. Meskipun tidak secara tepat, 
ujar dia, setidaknya ada usaha agar sebisa mungkin arah kiblat Indonesia 
sesuai. Namun demikian, dia menegaskan selama arah kiblat tidak melenceng jauh 
dan bertolak belakang dengan teks Alquran dan Hadis maka salat yang dilakukan 
tetap sah.

Zulfa menambahkan, hal terpenting umat tidak perlu berkonflik dan saling 
menghormati pendapat satu sama lain. Di samping itu, dia mengimbau agar tidak 
perlu menggeser posisi masjid karena secara fisik bangunan masjid tidak masalah.

Menyikapi perubahan Fatwa oleh MUI, Zulfa menyerukan Umat Islam agar tidak 
resah. Menurut dia, tradisi menarik dan mengubah fatwa di kalangan ulama lumrah 
terjadi. Dia menyebutkan, umat Muslim diberikan keleluasaan mengikuti pendapat 
yang lebih maslahat disesuaikan dengan posisi masing-masing. "Tidak perlu 
berkonflik lebih jauh karena tiap pendapat sama-sama kuat,"paparnya.

Sementara itu, Ali Mustafa Yaqub, Imam Besar Masjid Istiqlal menegaskan, 
pendapat yang kuat tentang arah kiblat bagi orang Indonesia adalah arah barat. 
Pendapat itu, jelas Yaqub berdasarkan dalil Alquran dan Hadis. Dia menuturkan 
Muslim Indonesia berada di arah timur Ka'bah sehingga arah kiblat yang benar 
adalah arah barat secara mutlak.

Yaqub meminta masyarakat Indonesia tidak perlu ragu dan bimbang tetang sah atau 
tidaknya shalat mereka. Menurut dia, Muslim Indonesia tidak perlu merobohkan 
masjid dan membangun kembali agar sesuai dengan kiblat. "Menggeser bangungan 
masjid tidak diperintahkan dalam Islam dan tidak merupakan suatu kewajiban," 
tegasnya.
Red: Krisman Purwoko
Rep: Nashih Nashrullah

Kirim email ke