Fatwa Baru MUI : Arah Kiblat Barat Laut
 

Majelis Ulama Indonesia (MUI) meralat fatwa bahwa arah kiblat tidak ke arah 
barat, namun ke arah barat laut. MUI mengimbau para pengurus masjid di seluruh 
Indonesia untuk menera ulang arah kiblat mulai Rabu-Sabtu, 14-18 Juli pukul 
16.27 WIB (sebelumnya tertulis Jumat 17 Juli pukul 16.28 WIB). "Daerah mana pun 
yang mampu menerima sinar Matahari pada jam itu, kita bisa sederhana menera 
arah kiblat. Arah lawan bayangan itulah arah kiblat berada, karena jam itu 
posisi Matahari tepat berada di atas Ka'bah," ujar Sekretaris MUI, Kamis 
(15/7/2010).

Posisi Matahari pada jam itu atau pukul 12.27 waktu Arab Saudi yang tepat 
berada di atas Ka'bah berlaku di seluruh dunia. Jika pada bagian Indonesia 
tengah dan timur pada waktu itu masih bisa menerima Matahari, maka 
masjid-masjid di daerah itu bisa melakukan tera ulang dengan toleransi kurang 
lebih 5 menit. "Tepatnya 16 Juli dengan waktu toleransi H-2 sampai H+2 juga 
masih akurat. Toleransi waktu plus minus 5 menit masih akurat,". Dengan ini MUI 
pun mengimbau para pengurus masjid di Indonesia untuk melakukan tera ulang arah 
kiblat dengan memanfaatkan momentum ini. Momentum pertama untuk menera ulang 
Ka'bah terjadi pada 28 Mei 2010 lalu pukul 16.18 WIB. Dalam ilmu falak 
(astronomi) hari itu disebut dengan yaum rashdil qiblah (hari untuk mencocokkan 
arah kiblat).

"Secara otomatis konsekuensi tentang kiblat kita minta kepada masyarakat muslim 
pengurus masjid menera ulang melalukan ijtihad sederhana menentukan arah 
kiblat. Yang paling penting seandainya arah masjid kurang pas, tidak serta 
merta membongkar masjid, tinggal geser saja sajadahnya," ungkap doktor hukum 
Islam ini

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Sopar RA, menyebutkan bahwa fatwa 
MUI nomor 3 tahun 2010 tentang Arah Kiblat Masjid di Indonesia ternyata keliru. 
"Setelah melalui kajian dengan beberapa pakar ilmu falak dan astronomi, arah 
yang ditentukan MUI justru menghadap ke Afrika, Somalia Selatan, Kenya, dan 
Tanzania," ucap Sopar dalam Seminar Arah Kiblat dan Penentuan Waktu Shalat di 
Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang pada Selasa kemarin.

Menurut Sopar, MUI sudah merevisi fatwa itu. Tapi, belum disebar ke masyarakat 
karena masih berupa draft. Dalam waktu dekat, setelah ditandatangani ketua, 
revisi fatwa itu akan segera disebarkan ke masyarakat. Sopar juga menambahkan, 
melencengnya arah kiblat tidak dipengaruhi oleh pergeseran lempeng bumi akibat 
gempa. Alasanya, rentang pergeseran antara Indonesia dengan titik kiblat itu 
sebesar 140 sentimeter. Jika pergeseran hanya 7 sentimeter itu tidak ada 
artinya. "Butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa bergeser sesuai rentang itu," 
jelas Sopar.

Sebelumnya, pada tanggal 22 Maret 2010, MUI melangsungkan jumpa pers soal Fatwa 
MUI nomor 3 Tahun 2010 tentang Kiblat. Ada tiga diktum dalam fatwa tersebut:

    * (1) Kiblat bagi orang shalat dan dapat melihat ka'bah adalah menghadap ke 
bangunan Ka'bah (ainul ka'bah).
    * (2) Kiblat bagi orang yang shalat dan tidak dapat melihat Ka'bah adalah 
arah Ka'bah (jihat al-Ka'bah).
    * (3). Letak georafis Indonesia yang berada di bagian timur Ka'bah/Mekkah, 
maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah barat.

Diktum ketiga itulah yang mengalami koreksi. Secara geografis, letak Indonesia 
tidak persis berada di sebelah timur Makkah. Arah kiblat masjid yang benar 
adalah menghadap ke barat laut dengan kemiringan yang bervariasi, sesuai dengan 
letak geografis. Jadi, bukan ke arah barat seperti yang disebutkan dalam diktum 
fatwa tersebut.

Multitafsir

MUI telah meralat fatwanya tentang arah kiblat salat yang menghadap barat, 
direvisi menjadi barat laut. Kiblat ke barat ternyata menimbulkan multitafsir 
di masyarakat. "Setelah fatwa (kiblat ke arah barat) keluar ternyata banyak 
respon dari masyarakat. Mereka menafsirkan kalau kiblat kita barat (budaya 
barat)," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Ma'ruf Amin saat berbincang dengan 
detikcom, Rabu (14/7/2010). MUI pun lantas berusaha untuk mengoreksi fatwa No 3 
Tahun 2010 tentang kiblat yang diterbitkan Tanggal 22 Maret 2010 lalu."Dan 
setelah dicek lagi, Indonesia itu letaknya tidak di timur pas Ka'bah tapi agak 
ke selatan (tenggara). Jadi arah kiblat kita juga tidak barat pas, tapi agak 
miring ke barat laut," terangnya. Terkait salahnya arah kiblat salat tersebut, 
MUI merekomendasikan agar setiap Masjid dan Mushollah agar menyesuaikan arah 
kiblat yakni menghadap barat laut. "Harus ditata kembali bagi masjid yang 
arahnya tidak sesuai, dan tiap-tiap wilayah agar presisi masing-masing daerah 
disesuaikan dengan arah Ka'bah," tandasnya.

Tak perlu rombak masjid

Adanya perubahan arah kiblat dari barat menjadi barat laut tak perlu membuat 
pengelola masjid merombak atau melakukan renovasi fisik masjid. "Tidak perlu 
dirombak, hanya disesuaikan saja arah shafnya," kata Ketua Majelis Ulama 
Indonesia (MUI), Amidhan Shaberah ketika ditemui di kantor MUI, Jakarta, Rabu, 
(14/7).

Sebelumnya, MUI mengeluarkan fatwa pada 22 Maret 2010 yang isinya antara lain 
mengatur mengenai arah kiblat yang disebutkan ke arah barat. Namun kemudian 
Ketua MUI Bidang Fatwa, Ma`ruf Amin merevisi arah tersebut karena posisi negara 
Indonesia yang tidak berada di wilayah timur Ka`bah. "Indonesia itu letaknya 
tidak di timur pas Kabah tapi agak ke selatan, jadi arah kiblat kita juga tidak 
barat pas tapi agak miring yaitu arah barat laut," kata Ma`ruf.

Namun Ketua MUI meminta agar revisi arah itu tidak menimbulkan kepanikan di 
masyarakat untuk melakukan penyesuaian arah masjid yang selama ini dibangun 
dengan konsep bahwa kiblat di arah barat Indonesia dan melakukan perombakan 
besar-besaran. "Tidak mutlak arahnya, karena yang dituju bukan fisik Ka`bah 
tapi jihat (arah) Ka`bah, dan itu bisa berbeda-beda di setiap tempat. Di Jawa, 
arah kiblat ini berbeda dengan di Kalimantan misalnya," papar Amidhan.

Sementara dalam fatwa yang dikeluarkan MUI Tanggal 22 Maret 2010 lalu atau 
fatwa MUI No. 03 Tahun 2010 tentang Kiblat itu disebutkan bahwa Kiblat bagi 
orang salat dan dapat melihat Kabah adalah menghadap ke bangunan Kabah 
sedangkan Kiblat bagi orang yang salat dan tidak dapat melihat Kabah adalah 
arah Kabah.

Dalam fatwa tersebut juga disebutkan bahwa letak georafis Indonesia yang berada 
di bagian timur Ka`bah/Mekkah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah 
menghadap ke arah barat. Fatwa terakhir itulah yang kemudian diralat karena 
kemudian didapati bahwa letak Indonesia tidak persis diarah timur Ka`bah, 
melainkan agak ke selatan.

Kontroversi Fatwa MUI sebelumnya

Masjid atau musala yang kiblatnya menghadap ke Barat tidak perlu dibongkar atau 
diubah. Menurut Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ali 
Mustafa Yaqub, berdasarkan letak geografis, Indonesia memang berada di Timur 
Kabah atau Makkah.  "Sepanjang orang salat menghadap ke arah barat, itu sudah 
benar. Begitu menurut Alquran dan Hadis Nabi," kata Mustafa di kantor MUI 
Jakarta, Senin (22/3/2010).

Pernyataan itu mengacu pada Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2010 tentang Kiblat yang 
dikeluarkan pada 1 Februari 2010. Fatwa itu disampaikan kembali untuk menjawab 
pertanyaan masyarakat mengenai dugaan pergeseran kiblat salat muslim Indonesia 
akibat pergeseran lempengan bumi. Turut hadir dalam konferensi pers tersebut, 
Ketua MUI Nazri Adlani dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Aminudin Yakub. Ali 
menjelaskan menurut ketentuan hukum agama, kiblat salat muslim yang dapat 
melihat Kabah adalah menghadap ke bangunan suci tersebut. Sedang kiblat bagi 
muslim yang tidak dapat melihatnya cukup ke arah Kabah saja.

Menurut Imam al-Muzanni yang mengutip pernyataan gurunya, Imam al-Syafi'i, jika 
salat harus menghadap Kabah secara tepat maka salat berjemaah yang shafnya 
memanjang tidak sah. Oleh karena itu bagi yang tidak melihat Kabah cukup 
menghadap ke arahnya saja.

Fatwa MUI itu menindaklanjuti beredarnya informasi di tengah masyarakat 
mengenai adanya ketidakakuratan arah kiblat di sebagian masjid atau musala di 
Indonesia. Ini berdasarkan hasil penelitian dan pengukuran dengan menggunakan 
satelit. Informasi tersebut membuat resah masyarakat hingga mereka 
mempertanyakan hukum arah kiblat. Sebelumnya diberitakan, sebanyak 320.000 atau 
40% dari 800.000 masjid di seluruh Indonesia mengalami pergeseran arah kiblat. 
Salah satu karena bergesernya lempeng bumi dan musibah gempa bumi bertubi-tubi 
melanda Tanah Air. Direktur Urusan Agama Islam Kementerian Agama Rohadi Abdul 
Fatah mengatakan, angka tersebut diperoleh dari hasil penelitian Universitas 
Sebelas Maret (UNS) Solo. Namun, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan 
Iklim Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaludin 
membantah informasi itu. "Informasi itu tidak benar. Kalaupun memang arah 
kiblat salah, kemungkinan disebabkan dari penentuan saf di dalam masjid yang 
tidak sesuai dengan kiblat," ujarnya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali mengingatkan kembali soal arah kiblat 
sebagai konsekuensi dari pergeseran lempeng bumi sepanjang 30 sentimeter. Dalam 
konferensi pers di Jakarta, Senin (22/3), MUI menegaskan pergeseran tersebut 
tak mempengaruhi arah kiblat. Untuk itu, Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Ali 
Mustafa Yakub mengingatkan umat Islam agar tak perlu bingung dengan arah 
kiblat. Terlebih, dengan mengubah bahkan membongkar masjid atau musala agar 
mengarah ke kiblat. MUI sendiri sudah mengeluarkan fatwa Nomor Tiga tahun 2010 
tentang kiblat yang sudah disahkan 1 Februari lalu. Menurut Ali Mustafa, umat 
Islam di Indonesia salatnya sudah sah dengan menghadap ke arah barat mengingat 
Indonesia berada di sebelah timur Kabah di Kota Mekah, Arah Saudi.(

Kirim email ke