*Zakat untuk Lembaga Sosial*


Dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta, pada
30 Syawal 1401 bertepatan dengan 30 Agustus 1981 ditanyakan hukum
menyalurkan harta zakat kepada masjid, madrasah, panti-panti asuhan atau
yayasan sosial-keagamaan dan lain-lain.



Ada dua pendapat yang muncul. Pertama, menukil pendapat dasar dari imam
madzab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) sebagaimana dalam dalam
kitab *Bughyatul Mustarsyidin *hlm 106 dan *Al-Mizanul Kubra *bab *qismus
shadaqah *bahwa tidak diperbolehkan rnengeluarkan zakat untuk lembaga
sosial, bahkan untuk membangun masjid sekalipun atau atau mengkafani
(mengurus) orang mati. Dinyatakan bahwa masjid itu sama sekali tidak berhak
untuk rnenerima zakat, karena zakat itu penyalurannya tidak boleh kecuali
untuk orang muslim yang merdeka.



Kedua, para musyawirin menyatakan boleh menyalurkan zakat di sektor sosial
yang ”positif” seperti membangun rnasjid, madrasah, mengurus orang mati dan
lain sebagainya.



Pendapat ini dikuatkan juga oleh fatwa Syekh Ali al-Maliki dalam
kitabnya *Qurratul
'Ain *hlm 73, yang menyatakan: ”Praktik-praktik zaman sekarang banyak yang
berbeda pendapat dengan pendapat mayoritas ulama, sebagaimana pendapat Imam
Ahmad dan Ishaq yang memperbolehkan penyaluran zakat pada sektor di ja1an
Allah, seperti pembangunan rnesjid, madrasah dan lain-lainnya.”



Para peserta musyawarah (musyawirin) juga menukil pendapat Imam Al-Qaffal
yang menyatakan bahwa perbolehkan penyaluran zakat ke semua sektor sosial
karena firman Allah SWT tentang ”*fi sabilillah*”  atau ”di jalan Allah”
dalam surat Al-Baqarah ayat 60 pengertiannya umum dan mencakup semuanya
termasuk kegiatan-kegitan sosial. Bahkan Syeikh Ali al-Maliki menyatakan,
penyaluran zakat untuk kepentingan sosial bisa jadi wajib hukumnya:



*”Amalan yang ada sekarang ini seperti yang dianut oleh Imam Ahmad bin
Hanbal dan Ishaq bin Rahawiyah perihal pengambilan saham sabilillah yang
diperoleh dari zakat wajib dari kalangan orang-orang kaya muslim untuk
membantu pendirian sekolah-sekolah dan lembaga-Iembaga keagamaan, maka
amalan tersebut menjadi suatu keharusan. (**Tafsir Al-Munir Syeikh
al-’Alamah Muhammad Nawawi Al-Jawi **Juz I: 244)*



Ditegaskan bahwa ”*sabilillah*” sebagai salah satu dari delapan golongan
penerima zakat (*asnaf*) sebagaimana yang tertera dalam firman Allah SWT di
atas mencakup semua sektor sosial, seperti mengkafani mayat, membangun
benteng, merehab masjid, dan pembekalan prajurit yang akan berperang serta
lainnya yang memuat kepentingan umum umat Islam.



”Hal ini sebagaimana yang dirinci oleh sebagian ahli fikih dan yang
dipedomani oleh Imam Qaffal dari kalangan As-Syafi’iyyah serta dinukil oleh
Ar-Razi dalam tafsirnya yang menjadi pilihan bagi kami dalam berfatwa.”
Demikian dalam butir keputusan Munas.



Hasil Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta, 30
Syawal 1401 H


-- 
"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke