kalau menilai sebaiknya secara menyeluruh, ketika zaman suharto ekonomi kita 
terlihat strong, namun karena utangnya banyak, tinggal tunggu bom waktu aja bro 
.. yg sekarang ga jauh beda ...

--- In obrolan-bandar@yahoogroups.com, "Mohammad Fadjri" <acidsun...@...> wrote:
>
> sy merinding ngedengernya....SY DUKUNG!! Pak Boediono
> 
> 
> 
> --- In obrolan-bandar@yahoogroups.com, Lucky Trader <soluckytrader@> wrote:
> >
> > Sekedar menambahkan dari pengalaman pribadi :
> > 
> > Anaknya P.Boed yg terakhir (cowok) adalah teman saya satu kantor. Sebelumnya
> > saya tidak tahu kalo dia adalah anaknya P.Boed yg kala itu menjabat menjadi
> > Menko di jaman Megawati. Bukan karena saya kuper, tapi anaknya memang sangat
> > sederhana. Singkatnya, seperti kita2 yg tumbuh dari keluarga biasa2, bahkan
> > terkesan "irit". Kalo sarapan ya hampir sama, Pop Mie dan dia juga masih
> > suka jual CD ketengan di kantor, jadi beli 1 dos, lalu dijual ketengan, krn
> > memang bidangnya IT (Programmer).
> > 
> > Saya berpikir, kalau seandainya P.Boed seperti kebanyakan pejabat yg lain,
> > tentu tidak rela anaknya kerja di tempat yg jauh (tidak di jakt) dan
> > salarynya "normal". Cukup mendirikan PT INI-ITU, dan bertindak sebagai
> > broker, tentu pendapatan anaknya ini, akan 10-100x dalam sekejap. Rumah
> > tidak lagi kontrak....Oya, kelupaan, waktu mash jadi kolega saya, rumahnya
> > ngontrak, pas di sebelah rumah saya. Kalau P.Boed datang menjenguk, terutama
> > stlh lahir cucunya, suka diem2 dan gak ada rame2. Bahkan agar pejabat daerah
> > tidak setor muka, sering di jemput diem2 di bandara ama anaknya, pake mobil
> > Forza buntut, beli bekas dari temen sekantor. Kalau ada pejabat daerah yg
> > denger biasanya suka rame, dijemput ini-itu...biasa setor muka, terutama,
> > pejabat daerah pajak, bank dll.
> > 
> > Mengenai kesederhanaan, kebersajaan dan sikap rendah hati, TIDAK PERLU
> > DIRAGUKAN. saya sebagai saksi disini. Mudah2an sikap itu tercermin juga di
> > KEBIJAKSANAAN yg akan diambil P.Boed utk kesejahteraan masy. Indonesia.
> > 
> > Salam,
> > -LT
> > 
> > 2009/5/15 Iman <widgetenator@>
> > 
> > >
> > >
> > > Memang orangnya sederhana dan bersahaja gitu kok.
> > >
> > > Dulu jaman kuliah, biarpun beliau menteri, kemana-mana cuma ditemani satu
> > > ajudan/sopir. Walau jadi pejabat tinggi, orangnya tetap sederhana, tidak
> > > sombong, dan tidak meremehkan mahasiswanya. Jaman sekarang kan dosen
> > > belagunya minta ampun sama mahasiswa. Pernah di kelas kehabisan spidol,
> > > beliau sendiri turun tangga, ambil sendiri ke bagian tata usaha. Mana ada
> > > pejabat model begitu?
> > >
> > > Yang seru nih meramalkan siapa penggantinya Boediono. Apalagi kalau
> > > kampanye sampai dua putaran, posisi Boediono tdk boleh sampai kosong. Dulu
> > > SBY mengajukan Agus Martowardojo (Dirut Bank Mandiri) dan Raden Pardede
> > > (Ketua PPA), tapi mungkin karena mereka mainnya bersih, ditolak oleh DPR.
> > > Selain itu konon katanya ada kekuatan dalam BI utk memuluskan jalan buat
> > > Miranda Goeltom.
> > >
> > > Akhirnya SBY terpaksa merelakan posisi Menko Perekonomian dipindah ke BI.
> > > Jabatan lama dirangkap Sri Mulyani. Kalau sudah begini, nggak mungkin buat
> > > DPR utk menolak Boediono tanpa alasan jelas karena bakal jatuh imej mereka
> > > di mata rakyat. Jadilah waktu itu DPR bungkam dan MG gagal jadi Gubernur 
> > > BI.
> > > Sekarang skenarionya bakal terulang lagi. Tapi menurut saya sih 
> > > penggantinya
> > > adalah nama-nama di atas. Nama lain mungkin Irzan Tandjung (UI), Dubes RI
> > > untuk Philipina, yang pernah jadi economic adviser SBY.
> > >
> > > Lieur ah sayah.
> > >
> > >
> > >
> > > 2009/5/14 <riil_investor@>
> > >
> > >
> > >>
> > >>  Apa yg dikatakan Faisal bener adanya, makanya partai2 yg ribut krn
> > >> Budiono naik tidak memikirkan kepentingan bangsanya!
> > >>
> > >> Tx
> > >>
> > >> Powered by Telkomsel BlackBerry®
> > >>
> > >> ------------------------------
> > >> *From*: "ID"
> > >> *Date*: Thu, 14 May 2009 13:45:09 +0000
> > >> *To*: <obrolan-bandar@yahoogroups.com>
> > >> *Subject*: Re: [ob] Tulisan Faisal Basri tentang Boediono, bener ga ya ?
> > >>
> > >>  Terima kasih atas Artikel yang sangat baik ini
> > >>
> > >> Best Regards,
> > >> ID
> > >>
> > >> Powered by Telkomsel BlackBerry
> > >>
> > >> ------------------------------
> > >> *From*: Muttaqien yk
> > >> *Date*: Thu, 14 May 2009 21:23:27 +0800
> > >> *To*: <obrolan-bandar@yahoogroups.com>
> > >> *Subject*: [ob] Tulisan Faisal Basri tentang Boediono, bener ga ya ?
> > >>
> > >>  Sisi lain Pak Boed yang saya kenalOleh Faisal Basri - 14 Mei 2009 -
> > >> Dibaca 93 Kali -
> > >>
> > >> Saya pertama kali mengenal Pak Boed pada akhir 1970-an lewat buku-bukunya
> > >> yang enak dibaca, ringkas, dan padat. Pada akhir 1970-an. Kalau tak 
> > >> salah,
> > >> judul-judul bukunya selalu dialawali dengan kata "sinopsis," ada Sinopsis
> > >> Makroekonomi, Sinopsis Mikroekonomi, Sinopsis Ekonomi Moneter, dan 
> > >> Sinopsis
> > >> Ekonomi Internasional. Kita mendapatkan saripati ilmu ekonomi dari
> > >> buku-bukunya yang mudah dicerna.
> > >>
> > >> Pada suatu kesempatan, Pak Boed mengutarakan pada saya niatnya untuk
> > >> merevisi buku-bukunya itu. Mungkin ia berniat untuk menulis lebih serius
> > >> sehingga bisa menghasilkan buku teks yang lebih utuh. Kala itu saya
> > >> menangkap keinginan kuat Pak Boed untuk kembali ke kampus dan menyisihkan
> > >> waktu lebih banyak menulis buku. Karena itu, ia tak lagi berminat untuk
> > >> kembali masuk ke pemerintahan setelah masa tugasnya selesai sebagai 
> > >> Menteri
> > >> Keuangan di bawah pemerintihan Ibu Megawati.
> > >>
> > >> Pak Boed dan Pak Djatun (Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menko Perekonomian)
> > >> bekerja keras memulihkan stabilitas ekonomi yang "gonjang-ganjing" di 
> > >> bawah
> > >> pemerintahan Gus Dur. Hasilnya cukup mengesankan. Pertumbuhan ekonomi
> > >> mengalami peningkatan terus menerus. Di tengah hingar bingar masa 
> > >> kampanye
> > >> seperti dewasa ini, Ibu Mega ditinggalkan oleh wapresnya, dua menko, dan
> > >> seorang menteri (Agum Gumelar). Ternyata perekonomian tak mengalami 
> > >> gangguan
> > >> berarti. Kedua ekonom senior ini bekerja keras mengawal perekonomian.
> > >> Hasilnya cukup menakjubkan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan keempat 
> > >> 2004
> > >> mencapai 6,65 persen, tertinggi sejak krisis hingga sekarang.
> > >>
> > >> Selama dua tahun pertama pemerintahan SBY-JK, perekonomian Indonesia
> > >> mengalami kemunduran. Tatkala muncul gelagat Pak SBY hendak merombak
> > >> kabinet, sejumlah kawan mengajak Pak Boed bertemu. Niat para kolega ini
> > >> adalah membujuk Pak Boed agar mau kembali masuk ke pemerintahan 
> > >> seandainya
> > >> Pak SBY memintanya. Agar lebih afdhol, kolega-kolega saya ini juga 
> > >> mengajak
> > >> Ibu Boed. Mungkin di benak mereka, Ibu bisa turut luluh dengan 
> > >> pengharapan
> > >> mereka. Akhirnya, Pak Boed menduduki jabatan Menko Perekonomian. Mungkin
> > >> sahabat-sahabat saya itu masih terngiang-ngiang sinyal penolakan Pak Boed
> > >> dengan selalu mengatakan bahwa ia sudah cukup tua dan sekarang giliran 
> > >> yang
> > >> muda-muda untuk tampil. Memang, Pak Boed selalu memilih ekonom muda untuk
> > >> mendampinginya: Mas Anggito, Bung Ikhsan, Bung Chatib Basri, Mas Bambang
> > >> Susantono, dan banyak lagi. Semua mereka lebih atau jauh lebih muda dari
> > >> saya.
> > >>
> > >> Interaksi langsung terjadi ketika Pak Boed menjadi salah seorang anggota
> > >> Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Saya ketika itu anggota Tim Asistensi 
> > >> Ekonomi
> > >> Presiden (anggota lainnya adalah Pak Widjojo Nitisastro, Pak Alim Markus,
> > >> dan Ibu Sri Mulyani Indrawati). Ibu Sri Mulyani memiliki jabatan rangkap
> > >> (jadi bukan sekarang saja), selain sebagai anggota Tim Asistensi juga
> > >> menjadi sekretaris DEN. Pak BOed tak pernah mau menonjolkan diri, walau 
> > >> ia
> > >> sempat jadi menteri pada masa transisi.
> > >>
> > >> Sikap rendah hati itulah yang paling membekas pada saya. Lebih banyak
> > >> mendengar ketimbang bicara. Kalau ditanya yang "nyerempet-nyerempet ,"
> > >> jawabannya cuma dengan tersenyum. Saya tak pernah dengar Pak Boed
> > >> menjelek-jelekkan orang lain, bahkan sekedar mengkritik sekalipun.
> > >>
> > >> Tak berarti bahwa Pak Boed tidak tegas. Seorang sahabat yang membantunya
> > >> di kantor Menko Perekonomian bercerita pada saya ketegasan Pak Boed 
> > >> ketika
> > >> hendak memutuskan nasib proyek monorel di Jakarta yang sampai sekarang
> > >> terkatung-katung. Suatu waktu menjelang lebaran, Pak Boed dan sejumlah 
> > >> staf
> > >> serta, kalau tak salah, Menteri Keuangan dipanggil Wapres. Sebelum 
> > >> meluncur
> > >> bertemu Wapres, Pak Boed wanti-wanti kepada seluruh stafnya agar kukuh 
> > >> pada
> > >> pendirian berdasarkan hasil kajian yang mereka telah buat. Pak Boed 
> > >> sempat
> > >> bertanya kepada jajarannya, kira-kira begini: "Tak ada yang konflik
> > >> kepentingan, kan? Ayo kita jalan, Bismillah …  Keesokan harinya, saya
> > >> membaca di media massa bahwa sekeluarnya dari ruang pertemuan dengan 
> > >> Wapres,
> > >> semua mereka berwajah "cemberut" tanpa komentar satu kata pun kepada
> > >> wartawan.
> > >>
> > >> Adalah Pak Boed pula yang memulai tradisi tak memberikan "amplop" kalau
> > >> berurusan dengan DPR. Tentang ini, saya dengar sendiri perintahnya kepada
> > >> Mas Anggito.
> > >>
> > >> Ada dua lagi, setidaknya, pengalaman langsung saya berjumpa dengan Pak
> > >> Boed. Pertama, satu pesawat dari Jakarta ke Yogyakarta tatkala Pak Boed
> > >> masih Menteri Keuangan. Berbeda dengan pejabat pada umumnya, Pak Boed
> > >> dijemput oleh Ibu. Dari kejauhan saya melihat Ibu menyetir sendiri mobil 
> > >> tua
> > >> mereka.
> > >>
> > >> Kedua, saya dan isteri sekali waktu bertemu Pak Boed dan Ibu di
> > >> Supermarket dekat kediaman kami. Dengan santai, Pak Boed mendorong 
> > >> keranjang
> > >> belanja. Rasanya, hampir semua orang di sana tak sadar bahwa si pendorong
> > >> keranjang itu adalah seorang Menko.
> > >>
> > >> Banyak lagi cerita lain yang saya dapatkan dari berbagai kalangan. 
> > >> Kemarin
> > >> di bandara Soekarno Hatta setidaknya dua orang (pramugara dan staf ruang
> > >> tunggu) bercerita pada saya pengalaman mengesankan mereka ketika bertemu 
> > >> Pak
> > >> Boed. Seperti kebanyakan yang lain, kesan paling mendalam keduanya adalah
> > >> sikap rendah hati dan kesederhanaannya.
> > >>
> > >> Dua hari lalu saya dapat cerita lain dari pensiunan pejabat tinggi BI. Ia
> > >> mengalami sendiri bagaimana Pak Boed memangkas berbagai fasilitas yang
> > >> memang terkesan serba "wah." Dengan tak banyak cingcong, ia mencoret 
> > >> banyak
> > >> item di senarai fasilitas. Kalau tak salah, Pak Boed juga menolak mobil
> > >> dinas baru BI sesuai standar yang berlaku sebelumnya. Entah apa yang
> > >> terjadi, jangan-jangan mobil para deputi dan deputi senior lebh mewah 
> > >> dari
> > >> mobil dinas gubernur.
> > >>
> > >> Kalau mau tahu rumah pribadi Pak Boed di Jakarta, datang saja ke kawasan
> > >> Mampang Prapatan, dekat Hotel Citra II. Kebetulan kantor kami, Pergerakan
> > >> Indonesia, persis berbelakangan dengan rumah Pak Boed. Rumah itu 
> > >> tergolong
> > >> sederhana. Bung Ikhsan pernah bercerita pada saya, ia menyaksikan sendiri
> > >> kursi di rumah itu sudah banyak yang bolong dan lusuh.
> > >>
> > >> Bagaimana sosok seperti itu dituduh sebagai antek-antek IMF,
> > >> simbol Neoliberalisme yang bakal merugikan bangsa, dan segala tuduhan 
> > >> miring
> > >> lainnya. Lain kesempatan kita bahas tentang sikap dan falsafah ekonomi 
> > >> Pak
> > >> Boed. Kali ini saya hanya sanggup bercerita sisi lain dari sosok Pak Boed
> > >> yang kian terasa langka di negeri ini.
> > >>
> > >> Maju terus Pak Boed.
> > >>
> > >>
> > >  
> > >
> >
>


Kirim email ke