memang sih di atas kertas hitung2an itu benar tapi kalau tahu2 demand
naik karena adanya black market yah otomatis nggak benar2 net-netan

On 4/24/08, Gambler Bej <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>
>
>
>
>
>
> Pak Eka sudah baca postingan pak James? Kok gambarannya jadi kebalik.
>
> quote:
>
>
> Ada yang bisa komentar nggak terhadap analisa berikut: mestinya selama
> konsumsi untuk subsidi lebih rendah dari penghasilan dari produksi mestinya
> efek kenaikan minyak net-net an aja.
>
> Regards,
>
> ---------- Forwarded message ----------
> From: Johand Dimalouw <[EMAIL PROTECTED]>
> Date: Apr 22, 2008 9:24 PM
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Rekan-rekan IndoEnergy yth,
>
>
>
> Naiknya harga minyak bumi di pasar global selalu kita bicara tentang naiknya
> besar subsidi BBM dan APBN -P 2008.
>
>
>
> Benar, kita/NKRI sdh jadi negara pengimpor minyak bumi sejak 2004, tetapi
> nyatanya dalam APBN 2008 (maaf saya belum punya data  APBN-P 2008) kita
> punya sumber pendapatan berasal dari SDA MIGAS dan nyatanya kita masih
> menjadi anggota OPEC. Kalau kita anggota OPEC, dan OPEC menaikan harga
> minyak bumi atau naik karena penyebab lain, kita masalah jadi susah. Agak
> aneh nampaknya.
>
>
>
> Kalau berdasarkan data DEPKEU,  yang dihitung dengan asumsi harga minyak
> bumi ICP adalah US$60/bbl dalam APBN 2008, tertulis
>
> Di sisi sumber pendapatan terdapat Rp 118T sebagai kontribusi MIGAS  (Rp 84T
> dari minyak dan Rp 34T dari gas), dalam kelompok 'Pendapatan bukan pajak.'
> Ada lagi pendapatan Rp 42T, dari pajak penghasilan perusahaan Migas
>  termasuk dalam kelompok 'pendapatan dari pajak.'
> Jadi jumlah seluruhnya Rp 160T, Kontribusi MIGAS dan Badan Usahanya (belum
> termasuk hasil Pertamina).
> Di sisi Pengeluaran, tertulis angka Rp 98T untuk total pengeluaran NKRI
> untuk beberapa macam Subsidi (termasuk subsidi BBM dan Listrik), di mana
> angka untuk 'Subsidi BBM dan Listrik' adalah sebesar Rp 76T.(Detail komponen
> subsidi terdiri dari subsidi BBM, Listrik, pangan, pupuk, benih, PSO,
> Program, Minyak goreng, dan pajak.)
> Jadi hasil MIGAS dikurangi Subsidi (BBM +Listrik, krn listrik juga pakai
> BBM) = Rp (160 - 76) T = Rp 84T.
> Kalau kita hitung hanya minyak bumi, maka hasil minyak bumi - subsidi (BBM &
> listrik) = Rp (84 - 76)T = Rp 8T. Masih tetap ada keuntungan sebesar Rp 8T.
> Dari angka-angka APBN ini, nyatanya kita untung (bukan rugi) dlm usaha
> MIGAS. Kalau harga minyak bumi naik, keuntungan dari MIGAS itu juga naik dan
> angka subsidi BBM juga naik dan sisanyapun naik, logisnya.  Mengapa harga
> BBM harus dinaikan untuk mengimbangi naiknya harga minyak bumi dan menekan
> subsidi?
>
> Jadi seharusnya kita tidak jadi susah karena naiknya harga minyak bumi
> karena kita masih punya penghasilan dari MIGAS dan jadi anggota OPEC yg
> menginginkan harga minyak bumi itu tinggi.
>
> Barang kali ada rekan-rekan yg bisa membantu menjelaskan kenapa kita jadi
> susah spt dibahas di dalam pemberitaan ini.
> Terima kasih
>
> JD
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> ----- Original Message -----
> From: Eka Suwandana
> To: obrolan-bandar@yahoogroups.com
> Sent: Wednesday, April 23, 2008 11:36 PM
> Subject: Re: [obrolan-bandar] Masih bearish!
>
>
> gede bos ! Kalo harga oil semakin naik , subsidi nggak dinaikan bocor. Belum
> yg penyelundup. Belum kita2 yg seharusnya mengakui car/motor-addict!
> By the way kawan bule saya tahun 2005 lalu yg ngelola dana disini, slalu
> bawa hitungan2 subsidi APBN. Fund Manager asing slalu ingat berapa dia beli
> rupiah. Kita beli premium itu otomatis capital flight saat ini, lagian
> priemium dan carosene itu kan impor dari Arab sana, OIL dari MINAS Sumatera
> sih dijual.
>
>
>
>  

Kirim email ke