saya sepakat dengan pak bandar bola, argumennya sangat kena dengan pemikiran 
saya, trader not investor, soalnya sekarang kebanyakan tradernya nih, malah 
beberapa dapen yg kerjasama dgn saya porsi short time investmentnya koq semakin 
banyak aja alias di tradingin, enak disaya doank yg dpt komisi, tp secara 
keseluruhan ini nunjukin mental trader di bei emang udah edan eling alias 
keterlaluan,
so kalau diibaratin porsi masuk long time investment semakin sedikit porsinya 
gara2 kondisi ekonomi sekarang, tp koq malah short time investment yg notaene 
risk nya lebih edan malah dibanyakin, lha ini musti dimarahin kang ocoy nih, 
koq dapen malah trading..hehe..
inilah jadinya klo bapak2 regulator banyak yg mantan bandar..hehehe (tau kan 
siapaa maksudnya)..
disclaimer ye...


----- Original Message ----
From: Cumi Bakar <[EMAIL PROTECTED]>
To: obrolan-bandar@yahoogroups.com
Sent: Saturday, June 21, 2008 1:24:54 PM
Subject: Re: [obrolan-bandar] turut berduka cita thd investor yg ngarepin 
tender offer bnii,isat dll. gila nih pemerintah


Well said, Pak Bandar!
Seharusnya regulator menciptakan likuiditas dengan memperbanyak jumlah
emiten, bukan dengan merangsang investor menjadi trader. Mereka toh
menyebut pelaku pasar dengan sebutan investor, bukan trader.

Saya curiga, mereka akan kehilangan pendapatan jika saham-saham
sekelas HMSP, ISAT jadi kurang likuid. Jadi ada motif ekonomi yang
lebih dominan dalam mengambil kebijakan ini.

Jika ada emiten yang diakuisisi oleh investor lain, itu kan menunjukan
keberhasilan perusahaan tersebut untuk menjanjikan masa depan bisnis
yang baik. Itu tentu ada pengaruh dari transparansi pperusahaan
terbuka, yang berarti keberhasilan otoritas bursa juga.

On 6/21/08, Bandar Bola <bandarr.bola@ gmail.com> wrote:
> Pak Vivid, justru logika yang seperti itu yang saya challenge. Mengorbankan
> kepentingan investor retail dan kepentingan ekonomi nasional yang lebih
> besar demi alasan likuiditas itu yg tidak bisa saya terima. Tanpa
> tender-offer pun di market sekarang banyak sekali saham perusahaan yang
> sudah tidak likuid karena mayoritas saham sudah dipegang investor jangka
> panjang. Belum lagi mekanisme buy-back, berarti harus dilarang juga dong,
> karena akan mengurangi likuiditas saham di market. This kind of logic
> thinking is absolutely absurd.
>
> Dengan adanya strategic-investor yang masuk ke market dengan dana besar
> (karena harga jual yang premium), bagi saya itu adalah semacam "quasi
> Foreign Direct Investment". Dana hasil penjualannya dapat digunakan untuk
> lebih menggerakkan ekonomi baik di market maupun untuk investasi lainnya.
> Jangan terlalu kuatir bahwa perusahaan2 yang bagus akan di-take-over.
> Menurut saya, justru saya sangat ingin kalo perusahaan2 yang bagus baik yang
> masih private maupun yang sudah listed untuk dikuasai oleh strategic
> investor yang competent (nggak peduli KTP atau paspornya apa). Bagi saya,
> pasar modal hanyalah vehicle untuk menuju ke tujuan peningkatan ekonomi
> nasional. Jangankan jadi tidak likuid, di-go-private aja juga saya okay2
> saja koq, asal prosesnya melindungi kepentingan retail investor, dan
> perusahaannya tetap jalan dengan bagus walau sudah go-private. Kalo-pun
> perusahaan merasa perlu lagi untuk dapatkan modal kerja, mereka bisa saja
> melakukan right-issue, atau secondary offering, atau bisa saja melakukan
> re-listing kembali (case CPRO).
>
> Coba kita aplikasikan logika berpikir Pak Fuad ini ke case nyata APEX
> misalnya. Group Medco sebagat pemilik dan pengelola APEX boleh dianggap
> sukses untuk membesarkan APEX, dan retail investor kebanyakan percaya kepada
> mereka. Sekarang ujug2 ada perusahaan sekelas MIRA (sorry to say, yang
> ngurusin truk2 semen aja ngap2-an, dan belum ada reputasi sama sekali di
> bisnis rig) mau take-over APEX. Kira2 wajar nggak kalo retail investor nggak
> percaya dengan kehandalan MIRA untuk mengelola APEX. Sangat wajar dong. Nah,
> mereka ini mau jual sahamnya ke mana dengan harga yang baik kalo nggak lewat
> "obligatory tender-offer" .
> Tolong diingat, umunya hanya dengan case akuisisi-lah nilai wajar perusahaan
> akan ter-unleashed. Sebaliknya, kalo memang retail investor percaya dengan
> kemampuan MIRA untuk semakin membesarkan APEX, toch mereka bisa tidak
> menjual sahamnya lewat mekanisme itu. Discretionary decision tetap dipegang
> oleh retail investor, and that's the beuaty of this concept.
>
> Untuk case HMSP, tolong diingat bahwa harga tender-nya di Rp.10,600 itu
> menciptakan net-worth untuk investor (karena harganya pra-akuisisi, hanya di
> level lima-ribu-an) . Ya nggak heran lah, kalo hampir 60% shareholder menjual
> sahamnya via tender-offer ini, bukan hanya retail investor lho pak,
> institution investor bahkan ikutan juga. Anda tahu nggak ada puluhan trilyun
> yang di-pump ke bumi Indonesia via tender offer ini, dan that' real cash,
> man. Every body happy with the expense of "liquidity of HMSP". Fair deal
> nggak? Ya fair dong. HMSP tetap berkinerja baik, employment tetap jalan,
> pajak naik terus, capital gain masuk lagi ke IDX dan ke sektor real (SGRO
> dan Sampoerna Telekom dll).
>
> Just my 2 cents. Peace ya pak.
>
> Regards,
> Bandar Bola
>
>
> 2008/6/20 vividtrader vividtrader@ gmail.com:
>
>> Masuk akal koq logikanya Pak Fuad Rahmany..... Bapepam LK kapok dengan
>> tender offer HMSP oleh Phillip Morris.... dulu HMSP blue chip likuid....
>> sekarang gak likuid dan karena terlalu kecilnya saham di publik sampe HMSP
>> dikeluarin dari perhitungan IHSG.... makanya aturannya harus diubah...
>> Klo semakin banyak akuisisi yg WAJIB diteruskan dgn tender offer seperti
>> yg
>> aturan sekarang lama2 bisa habis perusahaan yg listing (terutama
>> perusahaan2
>> bagus krn yg diakuisisi pasti perusahaan bagus).
>>
>>
>> <obrolan-bandar- unsubscribe@ yahoogroups. com?subject=>
>> .
>>
>>
>>
>

-- 
Salam,
Cumi-cumi segar enak lezaat bergizi
 


      

Kirim email ke