Tenaga Pendidik Rindu Guru yang Apik, "Pinter" dan "Pener" SUSILO
Mulai Tahun Ajaran 2006/2007, para guru dari jenjang SD sampai dengan SLTA dipersilakan mengembangkan kurikulum di sekolah masing-masing dengan mengacu pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan hasil rumusan Badan Standar Nasional Pendidikan. Dalam proses itu tentu sederet faktor pendukung sangat diperlukan, seperti kurikulum dan bahan ajar, serta sumber belajar yang diharapkan dapat memperbaiki mutu anak didik. Akan tetapi, permasalahan utama terletak pada agen perubahan utama proses pendidikan, yaitu guru. Dialah sosok yang paling bertanggung jawab dalam proses pembelajaran di kelas dan proses pentransferan ilmu kepada siswanya. Begitu utamanya peran guru dalam peningkatan kualitas proses pembelajaran di kelas, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan pernah berpendapat, "Sebaik apa pun kurikulum jika tidak didukung guru yang berkualitas maka semua akan sia-sia. Sebaliknya, kurikulum yang kurang baik, kekurangannya akan dapat ditopang oleh guru yang berkualitas. " Tetapi, secara realita sumber daya guru di Indonesia masih disangsikan mutunya. Ini tercermin dari masih banyaknya guru dengan kualitas akademik yang rendah atau kurang menguasai bidang ilmu yang diajarkan. Bukan saja banyak guru yang kurang menguasai ilmu pedagogis, tetapi juga kurang dalam hal moralitas, bahkan ada guru yang bermental tengkulak dan makelar. Oleh karena itu, peningkatan kualitas guru untuk menjadi apik, pinter, dan pener sangat dirindukan kemunculannya dan menjadi perhatian utama dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Sosok guru ideal Guru yang apik adalah guru yang mempunyai karakter, yaitu setiap tindakannya mempunyai ukuran nilai normatif yang dianut. Guru yang apik adalah guru yang berani dan teguh terhadap prinsip. Tidak mudah terombang-ambing pada situasi apa pun, dan tidak takut mengambil risiko. Guru yang apik juga harus mempunyai keteguhan idealisme sebagai seorang pendidik. Ia harus memiliki daya tahan guna melaksanakan apa yang diyakini secara benar dan dipandang sebagai nilai yang baik. Guru yang apik juga harus mempunyai kesetiaan terhadap profesi sebagai dasar bagi penghormatan atas komitmen profesi yang telah dipilihnya. Tak kalah penting, guru yang apik juga harus dapat menjadi teladan sebagai manusia yang berbudaya atau beradab, berbudi pekerti yang luhur, ahli, disiplin, dan jujur. Dan, terakhir, guru yang apik adalah yang amanah pada tugasnya dan memiliki citra diri yang positif. Usaha meningkatkan kualitas pendidikan tanpa mengutamakan perbaikan kualitas guru, bukan hanya omong kosong, tetapi juga telah memasung kemerdekaan berpikir. Lalu, apa ukuran guru disebut pinter? Pertama, pinter memberi motivasi kepada anak didik supaya mereka mempunyai idola positif yang menjadi teladan sebagai manusia yang berbudaya. Dengan begitu siswa tergugah empati, simpati, dan semangatnya untuk berupaya dan berusaha keras meniru keberhasilan dan prestasinya, minimal semangat juangnya. Kedua, menguasai ilmu yang harus diajarkan kepada anak didiknya. Ketiga, mampu mengajarkan mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dengan cara-cara yang kreatif, menyenangkan, menarik, mudah, dan jelas untuk ditangkap anak serta meresap pada anak. Keempat, mengikuti proses kemajuan zaman, inovatif, suka pada hal-hal baru yang terkait dengan model atau metode pembelajaran, menggunakan alat peraga yang bervariasi serta membangun kondisi proses pembelajaran berdasarkan kegembiraan siswa dan guru. Hargai guru Kalau pembaca pernah mendengar lagu Oemar Bakri yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Iwan Fals, pasti mengakui bahwa lirik lagu tersebut terasa pas dan menohok ulu hati. Sebagai penyanyi sekaligus pengamat sosial, Iwan Fals mampu melukiskan figur seorang guru secara tepat. Sebagai seorang profesional, guru telah berhasil mengantarkan anak didiknya menjadi presiden, insinyur, dokter, dan lain-lain, sementara dirinya sendiri secara sosial ekonomi kehidupannya tidak pernah berubah menjadi lebih baik. Celakanya, pemerintah pun ikut-ikutan menambah deretan penderitaan yang meninabobokan, yaitu dengan menciptakan slogan kosong lewat mars berjudul Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Ironis, memang. Sebagai profesi yang cukup mulia, jasa guru tidak mendapatkan penghargaan yang layak, tetapi dibohongi dengan gelar pahlawan "teh botol" (simak sebuah iklan minuman yang merendahkan martabat guru itu!). Tidak heran akhirnya hal itu menjadikan profesi guru terdorong pada posisi yang kurang pener, sehingga menjadi profesi yang tidak banyak diminati. Gaji minim, sementara pekerjaan dan tugasnya juga sangat berat; karena di samping mengajar juga harus mendidik. Belum lagi ditambah pekerjaan administrasi kelas yang bisa membuat guru tambah stres. Jenjang karier dan promosi jabatan pun sering tidak jelas karena dicampuri kepentingan politisasi birokrasi. Semua itu menyebabkan profesi guru hanya menjadi pilihan "keempat" bagi kebanyakan siswa lulusan SLTA di Indonesia. Rendahnya mutu dan kompetensi guru juga menjadi penyebab merosotnya citra profesi guru. Status profesional guru yang relatif rendah membuat profesi guru tidak lagi dipandang dan dihormati serta disegani seperti zaman dulu (era sebelum tahun 1970-an). Tak aneh bila banyak generasi muda yang pandai tidak tertarik dan berminat menjadi guru. Untuk mengembalikan citra profesi guru sebagaimana layaknya, dibutuhkan usaha yang konsisten dari berbagai pihak, yaitu para guru itu sendiri, kemauan politik pemerintah, lembaga pendidikan tenaga kependidikan alias LPTK, organisasi guru, dan masyarakat. Pesimisme dan harapan akan lahirnya calon guru yang bermutu dan bermoral baik merupakan pekerjaan rumah yang tak kalah pelik dan sulit. Mau tidak mau kita harus menengok kepada lembaga yang selama ini telah mencetak tenaga guru, LPTK. Ke depan, LPTK dituntut mampu menghasilkan calon guru yang apik (profesional) , pinter (intelek), dan pener (bermoral). Bukan sekadar jadi tukang, yang cuma pandai mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik dengan memberi trik- trik jalan pintas cara mengerjakan soal-soal ujian (baca: UN) supaya lulus dengan "membentuk tim sukses", yang justru tidak mendidik dan tidak menghargai proses evaluasi pembelajaran yang berkelanjutan dan adil. Susilo Pendidik di SMA Negeri 2 Demak, Sekretaris Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Seni Budaya Kabupaten Demak -------------------------------------------------------------- Website: http://www.rantaunet.org ========================================================= * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages dengan tetap harus terdaftar di sini. -------------------------------------------------------------- UNTUK DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply - Besar posting maksimum 100 KB - Mengirim attachment ditolak oleh sistem =========================================================