Seperti yang sudah saya tuliskan, dengan atau, kemungkinan dan bukanlah
solusi yang tepat ... saya kan juga sudah menuliskan bahwa ada efek-efek
sampingnya yang harus kita hadapi bila kita memang memilih pilihan  ini..
jadi bukan saya keamerika-amerikaan (mungkin karena sekolah di sekolah
militer amerika) tapi saya hanya memberikan suatu masukan yang belum
tentu akan dipilih dan  belum tentu juga merupakan masukan yang cocok.
(jangan cepat menuduh orang donk bung...)

Namun, saya harus mengakui, saya melihat pemusatan kekuatan HANKAM di
daerah mungkin  selain dapat memusatkan perhatian ABRI pada bidang
Militer yang sesungguhnya, dapat juga memantapkan pertahanan regional
yang lebih mendalam. Misalnya dengan lebih  memusatkan pada keamanan
lintas batas, penyeludupan, dan kerusuhan-kerusuhan di daerah.

Nilai-nilai psikologisnya: mungkin dapat lebih mempererat hubungan aparat
keamanan  dengan masyarakat daerah, menambah kebanggaan daerah (tentu
juga ditakutkan dengan timbulnya semangat kedaerahan yang bersifat
negatif).

Bukankah sudah sering kita dengar bahwa ABRI dirasa lambat dalam
menuntaskan permasalahan di daerah..pemusatan ABRI kan selama ini hanya
di pulau jawa dan di Ibukota.. Namun bagaimana kalau ABRI itu dipusatkan
disetiap propinsi? Apakah akan lebih cepat tanggap dengan perkembangan
kedaerahan yang terjadi belakangan ini?

Bung, kita tidak usah malu kalau memang kita masih terbelakang dan masih
harus Mencontoh Orang Lain...asalkan  yang kita contoh ini dapat
diterapkan dan berguna bagi kemajuan kitanya sendiri...contohlah Jepang,
mereka tidak malu mencontoh Eropa, tapi mereka juga tidak kehilangan ciri
khas Kejepangan mereka sendiri...kalau memang yang ini bung rasakan dan
takutkan...

Saya melihat, futuristik ABRI sendiri tidak memerlukan segentong
Angkatan Darat, kita kan negara kepulauan dan yang justru kita butuhkan
adalah kekuatan Angkatan Laut dan Angkatan Udara...yang terjadi kan
adalah Angkatan Darat kita sudah sedemikian GEMBROT dan GENDUT (seperti
para jendral-jendralnya) sehingga peran HAMKAM akhirnya dikaburkan dengan
peran  SOSPOLnya. Lagian siapa yang kita mau perangin  di darat? Serangan
dari Cina? atau serangan dari Australia? atau serangan Komunis? yang ada
justru menyerang ke demosntran dan pelajar...
kalau di laut, coba siapa yang ngga kesel, perairan kita sekarang
dirampokin sama nelayan-nelayan Jepang dan Korea (tolong jangan dibawa
kearah SARA), kapal-kapal kita dirampokin, padahal ini kan wilayah
kita...mana angkatan lautnya...eh...angkatan laut sedang ngedon di
surabaya, KRI Sampan nya sedang rusak (eks jerman timur bekas loakan)
Siapa yang ngga malu coba, belum lagi Angkatan Udara yang hanya punya
pesawat capung....ngejar balon gas aja kali ngga mampu....

Kalau mau drastis lagi....bagaimana kalau peran AD digantikan dengan
Polisi? wah ...yang pasti usulan ini selain saya bisa dicekal ngga bisa
pulang balik ke indo, pasti juga ngga mungkin alias ngga masuk akal kan...

Memang dari segi perlengkapan, kita tidak bisa membandingkan ABRI dengan
US military forces, namun kenapa kita ngga bisa seenergetik mereka?
walau hanya bermodalkan senjata bambu runcing tapi mengapa semangat tidak
bisa sehebat mereka? Mana jiwa TNI SOEDIRMAN yang dulu....yang katanya
melawan Jepang/Belanda/Sekutu hanya bermodalkan dengkul dan bambu doank.

Melihat dari penghargaan yang diberikan oleh pemerintah AS kepada US
Military forces, kita juga memang kalah jauh, mereka di AS menjadi
tentara dibayar CUKUP (cukup bersaing dengan pihak  swastanya)
kita di Indonesia? selain dibayar seperti program orang PUASA, eh malah
disuruh berdagang  lagi....  Gimana mau mental Fighters kalau tiap hari
disuruh jualan pikulan di pasar impres, jadi preman yang  kerjaannya
mabok tiap hari di pub atau etc...lah...bukannya mental prajurit malah
jadi mental tukang dagang yang selalu cari untung atau mental rampok.

memang jumlah total ABRI sangatlah kecil, begitu juga dengan budget yang
dialokasikan oleh  APBN, tidak bisa dikompare dengan AS atau Malaysia
sekalian...
Dan kita juga tidak ada program  yang mengharuskan Active Duty bagi
pria-pria yang berumur diatas 17 tahun (wajib militer)
Program pertahanan yang paling gampang dimasuki saja hanya
Siskamling/Ronda di tiap kampung...dengan seragam sarungnya itu lho...

membudidayakan wajib militer atau militer dari dunia sipil masih terlalu
jauh untuk Indonesia (kalau masih mau mencontoh Amerika) Selain
bayarannya yang pasti sulit (mungkin dengan sebatang rokok) perasaan
patriotik kita tidak selalu diukur dengan masuk dunia militer.

memang, kalau bisa kita harus mengoptimalkan apa yang ada sekarang,
dengan kata lain puas dengan apa yang ada, namun perbaikan dan
penyempurnaan janganlah kita tutupi...mungkin juga masih ada jalan untuk
lebih memperbaiki system yang selama ini ada...dalam arti kata jangan
berpuas hati dengan yang telah ada.....

Sekali lagi saya tegaskan, masukan dan  tulisan saya jauh dari
kesempurnaan...dan ini hanyalah apa yang ada di pemikiran saya pribadi
Dan saya berusaha untuk tidak keamerika-amerikaan....hanya melihat apa
yang menurut saya ,mungkin , cocok untuk diperbincangkan disini...


Andrew Pattiwael



On Mon, 22 Mar 1999, Dodo D. wrote:

> Terus terang kok saya agak kebingungan memahami esensi dari tulisan
> ini, atau mungkin emang saya yang agak telmi yah....??
>
> Tapi setelah saya basa dua atau tiga kali, saya menangkap kesan bahwa
> bung Andrew ini mencoba membandingkan eksistensi ABRI dengan ABRA
> (Angkatan Bersenjata Rakyat Amerika) dimana selain punya tentara
> nasional (US Army, Navy dan Airforce) juga punya National Guard yang
> dikelola oleh masing2 state. Emang sih kalo bisa seperti itu akan
> sangat ideal, tapi kan susah kalo nggak mau dibilang mustahil, lha
> wong perbedaannya sangat jauh.
>
> Kok saya agak nggak setuju kalau dikatakan bahwa pendapat secara
> nasional menginginkan "diperkecilnya peran dan organisasi ABRI".
> Diperkecil perannya emang iya, supaya lebih berfokus kepada peran
> hankamnya, dan tidak terpecah2 ke dalam fungsi sospol yang membawa
> kepada distorsi dari hakekat dan fungsi ABRI itu sendiri. Tapi kalau
> diperkecil organisasinya....lha terus kita mau punya tentara berapa
> ekor..? Sekarang ini aja jumlah ABRI kita (termasuk polisi) hanya
> sekitar 600 rebu ekor, kalo dibanding dengan jumlah penduduk yang 205
> juta, kan berarti diantara 400 orang cuman terdapat 1 ekor anggota
> ABRI, lha ini kan udah sedikit banget. Bandingkan dengan Amerika
> (ikut2an bung Andrew) yang punya active duty military personnel
> sekitar dua juta dengan jumlah penduduk yang nggak beda jauh dengan
> Indonesia, itupun belum termasuk polisi, sherif, National Guard, Cost
> Guard, reserve dll. Nah dari sini kan kelihatan bahwa ABRI kita
> sebenarnya masih sangat kecil, belum lagi persenjataan yang dipake
> masih persenjataan jaman romawi tuh.... yang cuman buat hiasan doang.
>
> jadi yah, nggak usahlah terlalu american centris.
> Apa yang udah ada aja sementara ini di optimalkan fungsi utamanya, dan
> itupun masih susah. Kalau itu udah berhasil, dalam arti ABRI bisa
> kembali menjadi sebuah organisasi militer yang professional di
> bidangnya, baru dipikirkan langkah2 untuk modernisasi baik secara
> materiil maupun organisasi. Begitulah kira2 tanggapan saya...
>
>
>
> ---Andrew G Pattiwael <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > Atau seperti Tentara Milisi yang ditempatkan di setiap Propinsi,
> (mungkin
> > bisa berbentuk satu divisi yang berjumlah sekitar 2000-3000 prajurit
> dan
> > dikepalai oleh seorang Mayor Jendral)
> > dapat berbentuk Air National Guard, Army National Guard...bertanggung
> > jawab kepada Gubernur dan Pangab.
> > Selain itu dapat secara cepat di kerahkan untuk mengamankan setiap
> > pelosok propinsi
> >
> > Konsekwensinya:
> > ABRI diperkecil, AD mungkin hanya akan terdiri dari Kostrad dan
> Koppassus
> > Kemungkinan bisa terjadi penyalah gunaan kekuasaan oleh Gubernur yang
> > ingin memisahkan diri dari negara kesatuan.
> > Propinsi mungkin harus membantu subsidi dari pembiyayaan Tentara
> Daerah
> > ini.
> > Peran ABRI akan lebih kedaerahan, sehingga ditakutkan akan terjadi
> > persaingan antar Kepala Kodam yang telah diperbesar kekuasaaanya itu,
> > mungkin juga persaingan antar daerah, atau bisa jadi perang sipil yang
> > terjadi diantara para kodam.
> >
> > Tentu kita masih ingat dengan laskar-laskar yang berbentuk kesatuan
> > tersendiri...sebelum dibentuknya BKR, TKR dan TNI...mereka bergerak
> > sendiri-sendiri dan mempunyai tujuan yang sendiri-sendiri pula...
> >
> > Mungkin ada baiknya, dengan terjadinya pemekaran kodam-kodam ini,
> selain
> > lebih cepat tanggap, kodam-kodam dengan tentunya mengerti daerah
> > lingkungannya sendiri. Namun dilihat dari segi Nasionalnya, bukankah
> kita
> > semua menginginkan "diperkecilnya" peran dan besarnya ABRI (Terutama
> AD)
> >
> > Para wakil rakyat dan Pangab tentunya harus merembukkan bagaimana
> peran
> > ABRI dimasa mendatang.. Apakah dengan memperkecil peran  ABRI secara
> > nasional (terutama peran sospol) dan memperbesar peran ABRI secara
> > kedaerahan (jangan disamakan dengan sentimen kedaerahan, namun lebih
> > secara regional teritorial) akan lebih menjawab tuntutan rakyat.
> >
> > Bagaimana pula dengan POLDA? apakah KAPOLDA seharusnya juga melapor
> > kepada Gubernur selain kepada Kapolri? Apa peran dan tugas Kapolri?
> > Mungkinkah peran kapolri ditiadakan, dikarenakan dengan adanya seorang
> > kapolri, maka POLRI ibarat sebuah kesatuan militer yang dikepalai oleh
> > seorang jendral berbintang tiga? Apalagi dengan akan diputuskannya
> tali
> > hubungan ABRI dengan POLRI. Apakah ada baiknya polisi dipusatkan
> secara
> > regional juga?
> > banyak pertanyaan yang harus kita semua cari dan jawab...dan mungkin
> juga
> > bukanlah  suatu solusi yang tepat....
> >
> >
> >
> > Andrew Pattiwael
> >
> >
> >
> > On Tue, 23 Mar 1999, Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia) wrote:
> >
> > > Justru semestinya TNI-AD melikuidasi semua KODAM, KOREM, KODIM,
> dan KORAMIL.
> > > Tidak ada lagi kegiatan pembinaan teritorial yang intinya
> "memajaki" rakyat.
> > > Biaya  yang digunakan untuk operasi teritorial itu sebenarnya
> sangat besar
> > > (termasuk membayari para perwira). Biaya ini dialokasikan untuk
> meningkatkan
> > > kesejahteraan prajurit yang saya yakin sedikitnya bisa dua kali
> lipat.
> > >
> > > Satu batalyon ditempatkan di setiap kabupaten. Kabupaten yang tak
> begitu
> > > padat penduduknya cukup dijaga satuan setingkat batalyon (SSB).
> Dengan gaji
> > > yang lebih daripada cukup maka para serdadu ini tidak bakal pusing
> mikirin
> > > kebutuhan keluarga. Lagipula tanpa operasi teritorial mereka tidak
> sering
> > > meninggalkan keluarga tercinta.
> > >
> > > Wassalam,
> > > Efron
> > >
> > > -----Original Message-----
> > > From:   FNU Brawijaya [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
> > > Sent:   Monday, 22 March, 1999 21:53 PM
> > > To:     [EMAIL PROTECTED]
> > > Subject:        kodam
> > >
> > > Menanggapi keinginan untuk menghidupkan Kodam Iskandarmuda Aceh,
> > > lebih baik lagi kalau bukan hanya 17 lagi, kalau perlu 170 kodam.
> Biar
> > > lowongan kerja para sragam ijo lebih terbuka dan tidak lagi
> ngrusuhi posisi
> > > sipil.
> > >
> > > --
> > >                \\\|///
> > >              \\  - -  //
> > >               (  @ @  )
> > > ------------oOOo-(_)-oOOo-----------
> > > FNU Brawijaya
> > > Dept of Civil Engineering
> > > Rensselaer Polytechnic Institute
> > > mailto:[EMAIL PROTECTED]
> > > --------------------Oooo------------
> > >            oooO     (   )
> > >           (   )      ) /
> > >            \ (      (_/
> > >             \_)
> > >
> >
>
> _________________________________________________________
> DO YOU YAHOO!?
> Get your free @yahoo.com address at http://mail.yahoo.com
>

Kirim email ke