------------------------------------------------------------------------
Apakah majalah Forum Keadilan termasuk majalah yang rasis, khususnya
majalah yang antiCina? Tentu saja untuk menjawab pertanyaan ini
susah-susah gampang. Kita tidak bisa melakukan vonis begitu saja.
Tetapi mengapa tiba-tiba, saya mengajukan pertanyaan ini? Pasti ada
alasannya.


Di dalam beberapa posting saya yang lalu, saya beberapakali pernah
menyinggung tentang kemungkinan majalah Forum Keadilan adalah majalah
yang diam-diam mempunyai "kebijaksanaan" yang antiCina. Indikasinya
adalah hampir setiap kali memberitakan tentang tindak pidana, atau
hal-hal yang negatif, yang kebetulan pelakunya beretnis Cina, majalah
ini selalu memakai embel-embel "keturunan Cina," atau nama Cina (kalau
ada) di belakang nama pelaku. Cara-cara penulisan yang konotasinya
melecehkan etnis keturunan ini, kerapkali juga dipakai oleh beberapa
media cetak di Indonesia. Tetapi belakangan ini, seiring dengan
derasnya arus reformasi cara-cara pemberitaan seperti itu banyak
berkurang. Sayangnya hal ini rupanya tidak berlaku bagi majalah Forum.
Sebaliknya, malah kelihatannya majalah ini semakin getol menggunakan
cara-cara penulisan seperti itu.


Setidaknya sudah tiga kali surat pembaca yang mempertanyakan cara
penulisan Forum dengan konotasi melecehkan itu. Tetapi rupanya Forum
menganut pepatah: "Anjing menggongong kafilah berlalu." Bukannya surut,
malah semakin intens. Forum pernah membalas dengan memberi argumen
bahwa embel-embel yang diberikan itu tidak bermaksud apa-apa selain
sebagai keterangan saja. Tetapi ketika dikejar, apakah sedemikian
penting keterangan itu, sehingga selalu dipakai Forum? Dan mengapa
kalau ada orang Tionghoa yang melakukan tindakan-tindakan positif,
misalnya dalam berita olahraga, Forum tidak memakai keterangan itu
(hanya menulis nama Indonesia tanpa embel-embel yang sama)? Majalah itu
diam seribu bahasa, tidak menjawabnya. Sebaliknya, seperti sengaja,
setiap kali ada berita negatif yang berkaitan dengan etnis Cina,
embel-embel tadi tidak pernah ketinggalan. 


Demikianlah yang saya perhatikan, misalnya sewaktu peristiwa kerusuhan
Mei 1998 yang lalu yang diramaikan dengan berita-berita perkosaan
terhadap perempuan etnis Cina, majalah Forum menanggapinya secara
dingin. Bahkan beberapa kali menggunakan kalimat-kalimat sinis atas
kejadian itu. Misalnya, menggunakan kalimat yang nadanya kurang-lebih 
seperti ini: "jangan-jangan cerita (perkosaan) itu hanya dongeng saja,"
atau "bisa jadi berita-berita itu memang hanya isapan jempol saja."
Majalah yang pernah memuat wawancara/berita yang memuji Soeharto
sebagai orang yang bersahaja ini malah dengan mencolok memuat
berita-berita yang kesannya semakin memojok etnis yang baru beberapa
bulan (pada waktu itu) menjadi sasaran utama kerusuhan besar di bulan
Mei itu. Seperti memuat wawancara dan foto tentang Ki Gendeng Pamungkas
di depan rumahnya yang bertuliskan Posko Rakyat AntiCina. Di dalam
wawancara itu berkali-kali dimuat ucapan-ucapan Ki Gendeng yang
memaki-maki dan menyalahkan etnis Cina dalam peristiwa Mei itu. Bahkan
juga ada rencana-rencana "dukun gila" itu untuk "menghabisi" orang
Cina di Indonesia antara lain dengan menghancurkan kuburan-kuburan Cina
di Bogor. Termasuk memuat wawancara adik tiri Soeharto, Probosutedjo
yang juga mempunyai komentar-komentar sinis terhadap etnis yang baru
saja menjadi korban Kerusuhan Mei itu. 


Di majalah Forum No. 07, 23 Mei 1999, sebuah surat pembaca mengkritik
Forum, yang dalam salah satu beritanya lagi-lagi memakai embel-embel
"keturunan Cina" pada pelaku kejahatan (Forum No. 02. 18 April 1999).
Di dalam berita yang berjudul "Ujian Pertama untuk Keluarga Soeharto"
itu memang dengan jelas Forum menulis: "Di tanah Marunda, Hokianto,
pengusaha keturunan Cina yang menjadi rekanan Bulog …" Entah ada hal
apa yang membuat Forum merasa sedemikian penting sehingga merasa perlu
mencantumkan embel-embel demikian. Kali ini majalah ini tidak menjawab
kritikan surat pembaca tadi.


Sebenarnya kalau kita mau mengutip berita-berita seperti ini dari Forum
akan banyak yang berhasil kita kutip. Misalnya saja, sebelum itu, di
majalah Forum nomor 01, 02 April 1999, juga memuat laporan khusus
tentang perjudian yang banyak memakai embel-embel seperti ini. Misalnya
dalam judul berita "Ada Beking di Balik Gemerlap Kasino Jakarta,"
ditulis antara lain bahwa di tempat-tempat perjudian, kalau yang datang
orang pribumi, mereka akan diperiksa dan diinterogasi dengan sangat
ketat oleh tukang-tukang pukul di sana. Sebaliknya, bila yang masuk itu
warga keturunan Cina dan sudah dikenal, kendati hanya bercelana pendek
beralas sandal, tanpa menoleh kepada para tukang kepruk itu sedikit
pun, mereka tak akan ditegur dan bebas melenggang ke ruang dalam. Tentu
saja, mereka juga menenteng tas, biasanya tas plastik berwarna hitam,
yang tampak menggelembung karena berisi banyak uang.


Tulisan majalah Forum tentang ini, kalau bukan berdasarkan prasangka
rasis oleh penulisnya, bisa jadi karena memang kalimat ini sengaja
dipakai untuk memojokkan etnis Cina yang sering dicap gemar berjudi
itu.


Padahal apabila kita mau menyimaknya secara logika, tentu saja setiap
orang baru yang datang ke tempat-tempat ilegal seperti itu, akan selalu
dipandang dengan penuh curiga. Tidak perduli apakah dia pribumi atau
Cina. Asalkan sudah dikenal dan biasa berjudi di sana sudah tentu akan
dibiarkan masuk, tanpa melalui interogasi macam-macam. Apakah kalau ada
si A Cong yang belum pernah ke bisnis ilegal itu, datang ke sana, akan
dibiarkan lolos masuk begitu saja, tanpa pemeriksaan dan interogasi
itu? Tentu saja si A Cong akan dipandang curiga dan mengalami
pemeriksaan dan interogasi yang sama. Namanya bisnis ilegal, tentu saja
tukang-tukang pukulnya akan selalu memandang orang baru penuh curiga.
Bukan karena sentimen ras semata.


Dari sekian banyak berita yang diturunkan Forum, mungkin yang paling
menonjol kesan sentimennya terhadap ras Tionghoa ada di majalah Forum
nomor 10, Tahun VIII, 07 Juni 1999 (rubrik "Forum Khusus"). Di bawah
judul "Barisan Taipan Penunggak Utang" yang ditulis oleh Riza Sofyat,
terkesan hendak menonjolkan perilaku negatif pengusaha besar etnis Cina
yang menunggak hutang (kredit macet), sebagaimana diiklankan oleh BPPN
beberapa waktu lalu di beberapa media cetak. Di bagian ini Forum seolah
hendak memberi kesan bahwa pengusaha etnis Cina selalu gemar berhutang
dan dengan sengaja tidak mau membayarnya. Singkatnya berbisnis secara
licik dan kotor. Penekanan pada embel-embel etnis Cina dan mencantumkan
semua nama Cina dari pengusaha-pengusaha itu memberi kesan kuat
demikian. Apa yang ditulis pada bagian ini terasa sekali merupakan
suatu persepsi yang menggeneralisir bahwa seolah-olah yang namanya
pengusaha Cina pasti bersikap seperti itu.


Bagian ini bertolak belakang dengan bagian yang memberitakan tentang
pengusaha pribumi yang nama-namanya juga tercantum di dalam daftar para
penunggak hutang yang dikeluarkan oleh BPPN. Pada "bagian pribumi" ini
Forum terkesan lunak dalam pemberitaannya. Seolah-olah mau memberi
kesan bahwa terjadi kredit macet pada pengusaha-pengusaha pribumi itu
dikarenakan faktor force majeur karena krisis ekonomi semata. Dan
ditambahkan pula bahwa para pengusaha pribumi itu beritikad baik karena
mempunyai motivasi untuk membayar jika mereka benar-benar sudah mampu
(keluar dari krisis). Padahal kita semua tahu, bagaimana juga
brengseknya kelakuan mereka yang mempunyai "kepala mafia" dari Keluarga
Cendana. Untuk hutang-hutang yang dibuat pengusaha pribumi ini Forum
sering memakai kata-kata seperti "konon," "katanya" untuk
melunakkannya.


Suatu hal yang sebenarnya paling substansial yang harus ditanyakan
kita, dan dijawab oleh Forum, adalah mengapa majalah ini pada "Forum
Khusus"-nya itu begitu menekan pada pertentangan pribumi dan Cina?
Padahal banyak pihak sudah berupaya untuk menghilangkan pemakaian
istilah yang mempertentangkan antara kedua etnis tersebut?


Sekarang marilah kita lihat sebentar beberapa bagian berita yang saya
maksudkan. 


Dalam berita yang diberi judul "Barisan Taipan Penunggak Utang", Forum
menulis:


"Orang Cina itu memang hebat, utang di sana-sini tapi giliran bayar
ogah." Begitu sepenggal percakapan antara dua orang penumpang di sebuah
bus kota seusai membaca pengumuman pengutang kakap di sejumlah bank
yang dimuat sebuah surat kabar pada 2 Juni 1999 lalu. Di antara 200
nama debitor macet, beberapa nama perusahaan milik WNI keturunan Cina
memang tampak di pengumuman itu ….
----


Terus terang saya curiga, percakapan yang katanya terjadi di bus kota
itu, hanya merupakan fiksi dari si penulis artikel ini. Yang sebenarnya
adalah persepsinya sendiri yang pada dasarnya sudah mempunyai sifat
sentimen terhadap etnis ini. Dalam kenyataannya justru banyak terjadi
sebagian orang-orang pribumi yang sangat susah kalau ditagih hutangnya.
Adakalanya kita yang menagih (pengalaman saya sendiri) malah dimarahi,
atau lebih hebat lagi, diajak berkelahi. Logikanya saja, kalau secara
umum, orang Cina mempunyai sikap dagang seperti itu, mereka tidak
mungkin bisa dipercaya oleh berbagai kalangan -- termasuk investor
asing -- untuk berbisnis sehingga bisa semaju sekarang. Investor asing
yang datang ke Indonesia sangat cenderung mencari partner bisnisnya
dari kalangan pengusaha Tionghoa. Bukan mencari pengusaha pribumi, yang
menurut mereka relatif lebih sulit dipercaya dan sulit diajak untuk
bekerjasama ketimbang dengan partner dari kalangan Tionghoa. Tentu saja
tidak selalu demikian, tetapi yang saya bicarakan ini adalah penilaian
secara umum. Kalau kemudian ada pengusaha-pengusaha Tionghoa yang
berbisnis secara tak benar seperti yang nama-namanya tercantum dalam
daftar BPPN itu, sebenarnya sesuatu yang lumrah. Dalam artian, di
antara mereka pasti ada yang tidak benar. Tetapi itu bukan karena
mereka etnis Cina, melainkan karena tabiat dari masing-masing individu.
Berapa persenkah dari seluruh pengusaha keturunan Cina di seluruh
Indonesia yang seperti itu? Kalau pada umumnya pengusaha Cina
berperilaku seperti itu, tentu tidak akan partner bisnis apalagi yang
dari negara-negara maju yang akan mau berpartner dengan mereka,
melainkan akan mencari pengusaha pribumi. Kenyataannya adalah
sebaliknya. 


Secara faktual "Cina baik" tentu jauh lebih banyak daripada "Cina
brengsek," tetapi mengapa yang ditonjolkan selalu hanya yang brengsek
ini? Yang dampak lebih jauh adalah tercipta imaji dan stigma negatif
terhadap warganegara keturunan ini. Majalah Forum sebagai sebuah media
massa, seharusnya tahu dan sadar akan perannya sebagai alat pendidikan
agar masyarakat umum berpikir dan berwawasan luas dan intelektual.
Tidak bersikap primodialisme dan rasialisme.
-----


Kutipan lain dari majalah Forum di edisi dan bagian tersebut, dengan
gamblang menyebut nama-nama debitur penunggak kredit itu lengkap dengan
nama-nama Cinanya, sebagaimana saya sebutkan di atas:


"Para pengusaha yang masuk daftar pengutang kakap ternyata mereka yang
beberapa tahun lalu disebut sebagai 100 konglomerat terkaya di
Indonesia versi majalah Eksekutif. Mereka itu, antara lain, Mohammad
Hasan alias Bob Hasan (The Kian Seng), Bos Grup Nusamba, Samadikun
Hartono (Ho Sioe Koen), Bos Grup Modern, Suyanto Gondokusumo (Go Twan
Hian), Bos Grup Putra Surya Perkasa (PSP), dan Sukanto Tanoto (Liem
'He' Suei Hang), Bos Grup Raja Garuda Mas. Barangkali hanya Tegoeh
Soetantyo (Tan Kiong Liep), Bos Grup Mantrust, pengusaha di luar
deretan 100 konglomerat terkaya yang tercantum dalam daftar debitor
bermasalah. ….


… Urutan selanjutnya ditempati PT Nawa Panduta milik Henry Setiawan
Pribadi (Liem Oen Hauw), Bos Grup Napan. Kredit macetnya di BNI, BTN,
BBD, Bank Exim, dan BRI mencapai Rp 3,5 triliun. Grup Napan memiliki 36
anak perusahaan yang bergerak di bidang properti, bank, dan industri.
Napan ketika didirikan pada Maret 1972 hanya bermodal Rp 40 miliar.
Total investasinya sekarang diperkirakan mencapai Rp 260 miliar. …


…. Selain Prajogo dan Bob, masih banyak Taipan yang menunggak utang
triliunan rupiah. Misalnya, Burhan Uray (Bang Sun On), Bos Grup
Djajanti, disebut punya kredit macet sebesar Rp 2,8 triliun. Kemudian,
utang perusahaan The Ning King pemilik Grup Argo Pantes sebesar Rp 1,7
triliun. Grup Gunung Sewu yang didirikan Dasuki Angkosubroto (Go Swie
Kie) berutang sebesar Rp 1,9 triliun. Daftar Taipan pengutang ini masih
panjang …. 
-----


Sekali lagi, patut kita tanyakan kepada Forum, apa perlunya Forum
sampai merasa perlu menyebut semua nama Cina dari para pengusaha yang
memang keturunan Cina itu? Penyebutan nama-nama dengan cara pemberitaan
seperti itu jelas mempunyai konotasi negatif. Bukan tidak mungkin Forum
sedang membawa suatu misi tersembunyi di sini. Yakni membangkitkan
sentimen antiCina di masyarakat. Atau paling sederhana adalah di
jajaran Redakturnya banyak terdapat orang-orang yang antiCina.


Kalau kita mau memakai cara berpikir secara naif, secara tidak langsung
pun hidupnya sebuah media massa seperti majalah Forum adalah dari
banyaknya iklan-iklan yang masuk. Dari iklan-iklan itu banyak yang
berasal dari perusahaan-perusahaan besar yang nota-bene juga milik
warganegara keturunan Cina itu. Jadi, kalau mau berpikir "lebih bodoh"
lagi, bagaimana kalau kita sarankan agar perusahaan-perusahan itu tidak
usah memasang iklan di sana? Dan/atau warganegara Indonesia keturunan
Cina tidak usah membeli majalah itu saja? Sebab, bukankah
"keuntungannya" di antaranya malah dipakai Forum untuk memeliharastigma
negatif terhadap warganegara keturunan itu?


Majalah Forum sewaktu baru terbit, dikategorikan sebagai majalah berita
yang berbobot. Bahkan sempat diharapkan menjadi pengganti majalah Tempo
yang waktu itu dibredel. Tetapi dalam perjalanan sejarahnya, sebagian
saham majalah ini (sekitar 40 - 50 persen) telah dijual kepada Jenderal
R. Hartono (yang waktu itu menjabat sebagai KSAD), melalui pengusaha
Fadel Muhammad dan Rachmat Ismail. Akibat transaksi ini indepensi
majalah ini jelas terganggu. Hal ini mengakibatkan banyak wartawannya
yang idealis keluar dari majalah Forum, yang kemudian diisi dengan
"orang-orang jenderal dan pengusaha" tersebut. Inilah yang mungkin
menyebab terjadi perubahan pada gaya pemberitaan majalah Forum.
Khususnya soal sentimen terhadap etnis Cina. Jenderal Hartono dan Fadel
Muhammad ditenggarai sebagai kelompok orang-orang antiCina. Apakah ini
memang ada keterkaitannya? Bisa jadi demikian.


Sekarang, mari kita lihat bagaimana berbedanya gaya penulisan Forum
pada bagian yang membahas pengusaha pribumi yang menunggak hutang. 
Pada waktu berbicara tentang kredit macet perusahaan pribumi ini, Forum
terkesan 'melunakkankannya', misalnya, dengan memakai kata "katanya,"
"konon," atau "kabarnya." Kutipannya (huruf besar oleh saya, untuk
memperjelas penggunakan kata Forum tsb): 



--



Kredit Pribumi Tersandung Masalah
Johan Budi SP 



Beberapa pengusaha kategori pribumi yang selama ini dikenal sukses di
bidangnya ternyata menyimpan segepok kredit macet. Namun, ada yang
membantah pengumuman BPPN itu.






Melalui Grup Tirtamas, KABARNYA, kredit macet Hashim sekitar Rp 1,5
triliun di bank pelat merah. Putra "Begawan Ekonomi" Soemitro
Djojohadikusumo itu memulai usaha imbal beli ….






Perusahaan milik pengusaha asal Ujungpandang, Jusuf Kalla, juga masuk
dalam daftar. Namanya PT Banten Java Persada, yang mengelola aset
Golden Key, bekas milik Eddy Tansil. KONON, kredit macet patungan PT
Bukaka Korporindo dan Kelompok Agumar itu sekitar Rp 1,4 triliun di
tiga bank pemerintah. …






Tentu saja pemilik perusahaan tidak akan lari dari kewajibannya.
Misalnya, seperti dinyatakan Grup Tirtamas. "Pada prinsipnya, Grup
Tirtamas bersedia bekerja sama dengan BPPN dan bank-bank independen
untuk melanjutkan pembicaraan tentang kewajiban Grup. Semoga mencapai
titik temu," kata Jannus O. Hutapea, Juru Bicara Grup Tirtamas.
------



Bahwa Majalah Forum ini dalam perjalanan sejarahnya, beberapa kali
diperalat oleh beberapa orang kuat, sebenarnya bukan hal yang tidak
pernah terjadi. Sebagaimana saya ceritakan di atas. Pada tahun 1997,
sebagian saham majalah ini, sekitar 50 persen, telah dialihkan kepada
Jenderal R. Hartono yang notabene salah satu tangan kanan Soeharto,
yang waktu itu adalah KSAD. Jenderal Hartono ditenggarai sebagai salah
satu jenderal antiCina, grupnya Letjen Prabowo Subianto. Jadi, bisa
jadi dengan dikuasainya saham Forum sekitar 50 persen itu, menyebabkan
gaya pemberitaan majalah ini berubah menjadi seperti sekarang.



Pada Minggu Kedua, Desember 1997, sesuai dengan rapat redaksi,
ditetapkan menerbitkan edisi khusus majalah tersebut yang berisi
refleksi peristiwa-peristiwa selama tahun 1997. Isinya nanti terutama
wawancara dengan 20 tokoh penting Indonesia, dengan tokoh utamanya Gus
Dur. Tetapi apa yang terjadi kemudian? Tiba-tiba pimpinan redaksinya,
Karni Ilyas secara sepihak membatalkannya. Pasalnya mendadak ada order
penting dari pihak kepolisian yang hendak memanfaatkan majalah tersebut
untuk memerangi Bank Indonesia.



Menurut SiaR, order tersebut datang dari Kapolri waktu itu, yakni
Jendral (Pol) Dibyo Widodo dan Kapolda Metro Jaya, Mayjen (Pol.) Drs.
Hamami Nata.  Dibyo Widodo sendiri, yang mantan ajudan Presiden
Soeharto (1986-1992) mendapat "perintah" dari Prabowo Subianto. Yang
dijadikan sasaran adalah tiga orang direktur Bank Indonesia, yakni Paul
Soetopo, Heru Soepratomo, dan Hedrobudiyanto. 



Hal ini berkaitan erat dengan dilikuidasikannya Bank Industri milik
Tatiek Prabowo (anak Presiden Soeharto/istri Prabawo Subianto) dan Bank
Andromeda milik Bambang Trihatmodjo. Demikianlah,  Forum Edisi Khusus
pada minggu kedua Desember 1997 itu berubah, dengan menurunkan laporan
utama berjudul "Korupsi Bank Indonesia Dibongkar".  Isinya tentang
adanya dugaan korupsi dari ketiga direktur bank sentral itu sebesar Rp.
1,5 triliun. Data-data (sumber utama) diperoleh dari pasokan pihak
Kepolisian
Dalam Laporan Utamanya itu majalah Forum juga menyerang pimpinan dan
kebijakan Bank Indonesia .



Dilihat dari "sejarah" majalah Forum ini, maka kecurigaan-kecurigaan
yang saya gambarkan di atas, cukup beralasan. Walaupun memang, belum
tentu benar. Jika memang tidak benar, apa argumentasi Forum? Rasanya
kita ingin sekali mendengarnya.***



Salam
Lion




------------------------------------------------------------------------







____________________________________________________________________
Get free e-mail and a permanent address at http://www.netaddress.com/?N=1

Kirim email ke