Republika: 20 Gubernur Diperiksa dan Diganti

Korupsi di Depdagri Rp 2,6 Triliun

JAKARTA -- Setelah ribut-ribut korupsi di KPU, disusul kabar korupsi di
Pertamina, kemarin datang lagi berita baru tentang korupsi yakni dari
lingkungan Departemen Dalam Negeri (Depdagri).

''Besarnya penyelewengan di Depdagri mencapai Rp 2,6 triliun,'' kata
Inspektur Jenderal Depdagri Mayjen TNI Andi Djalal Bachtiar kepada pers di
Jakarta, kemarin.

Data penyelewengan di Depdagri itu, menurut Andi Djalal Bachtiar, dilakukan
para pejabat dari pusat hingga daerah selama enam bulan sejak Oktober 1998.
''Dari uang yang diselewengkan itu, yang dikembalikan ke negara baru Rp 959
miliar,'' katanya.

Menurut Bachtiar, penyelewengan terbesar terjadi di Provinsi Daerah Tingkat
I DKI Jakarta yakni Rp 115 miliar. Disusul Provinsi Jawa Timur sebesar Rp
95 miliar, dan Jawa Barat sebesar Rp 38 miliar. ''Dinas-dinas yang
mempunyai banyak proyek, seperti Dinas PU, adalah yang paling banyak
melakukan penyelewengan,'' lanjutnya.

Tetapi, Sekwilda DKI buru-buru mengemukakan keberatannya atas hasil
penelitian Depdagri itu. Terlebih, atas 'tudingan' bahwa Pemda DKI mencatat
rekor tertinggi korupsi di lingkungan Depdagri. ''Saya akan konfirmasi
dulu. Saya kan tidak tahu mengapa pemda mendapat kategori seperti itu,''
kata Fauzi Bowo ketika dikonfirmasi kemarin.

Sekwilda mempertanyakan data apa saja yang dipakai Depdagri untuk itu.
Menurut Fauzi, mungkin saja kesimpulan tersebut dilihat dari besarnya angka
kebocoran, karena banyaknya pegawai Pemda DKI yang korup. Tapi, menurutnya,
dugaan itu kurang berdasar. Namun ia tidak menutup mata bahwa ada pegawai
pemda yang seperti itu. ''Memang ada pegawai yang seperti itu, tapi masak
separah itu sehingga DKI jadi provinsi terkorup.''

Boleh saja orang-orang DKI merasa keberatan atas dugaan itu. Tetapi, Sekjen
Depdagri telah membeberkan temuan itu kepada pers. Bahkan beberapa
gubernur, kini telah diperiksa berkaitan dengan penggunaan 'uang panas' itu.

Diakui Bachtiar, pergantian terakhir terhadap 20 gubernur adalah atas
rekomendasi tim yang diketuainya. Mantan Gubernur Sumut Raja Inal Siregar,
menurutnya, adalah satu di antara 20 Gubernur yang dicopot dari jabatannya
karena diduga melakukan penyelewengan. ''Sudah 20 Gubernur saya periksa.
Lihat saja gubernur yang diganti kemarin kan sudah lebih dari 20. Tinggal
yang terakhir Kalteng, Bengkulu, Kalsel, dan Sulut,'' kata Bachtiar.

Tindakan lain dilakukan Irjen terhadap sembilan bupati dengan mencopot
jabatannya, antara lain Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo, yang oleh Mahmil
Semarang telah divonis sembilan bulan penjara. Bupati Asahan, Langkat, dan
Tegal, juga sudah diganti dengan pejabat baru.

Bachtiar juga mengakui pemeriksaan itu baru sebatas gubernur ke bawah.
Belum sampai ke tingkat menteri dan pejabat eselon. ''Tapi ini bukan
wewenang saya. Kalau saya memeriksa menteri, ya bagaimana ...'' katanya
tersipu.

Menurut Bachtiar, pemeriksaan terhadap para menteri akan dilakukan oleh tim
khusus yang kini tengah dibentuk pemerintah. Jika memang dibutuhkan,
lanjutnya, pihaknya akan meminta tolong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Irjen Depdagri, katanya, hanya berwenang memeriksa pejabat setingkat
gubernur dan komponen-komponennya.

Di lingkungan Depdagri sendiri, yang melanggar disiplin sebanyak 141 orang,
tambahnya, juga telah ditindak. Sembilan PNS di antaranya diberhentikan dan
16 orang dibebastugaskan. Sisanya, pangkatnya diturunkan, serta mendapat
teguran lisan/tertulis. ''Sebanyak 333 PNS memenuhi unsur pidana, dan akan
segera diajukan ke Kejaksaan.''

Bachtiar juga mengaku tengah memeriksa mantan Sekjen Depdagri, Faisal
Tamin, yang belum lama ini dicopot dari jabatannya. Dia menegaskan pihaknya
akan terus menindaklanjuti semua kasus yang ditemukan untuk diproses secara
hukum.

Setelah tim Irjen mengevaluasi temuan-temuan tersebut dengan seluruh aparat
pengawasan yang ada, kata Bachtiar, pihaknya akan segera membuat
rekomendasi kepada Gubernur untuk menindaklanjutinya. ''Kita akan mengikuti
terus, bahkan ini menjadi salah satu konduite bagi masing-masing Gubernur,
karena saya adalah ketua tim pemeriksa Gubernur,'' katanya.

Tindakan tegas Irjen Depdagri terhadap para koruptor itu mendapat dukungan
banyak pihak. Namun, yang lebih penting adalah memproses mereka secara
hukum. Anggota Komisi I DPR-RI, H Djuhad Mahja SH CN, misalnya mengatakan
temuan itu harus ditindaklanjuti.

''Tindak lanjut tersebut adalah proses hukum yang diawali dengan pelimpahan
kasus kepada Kejaksaan Agung untuk diadakan penyidikan, sehingga pengumuman
tersebut bukan menjadi suatu alat untuk membentuk opini bahwa pemerintah
sedang melakukan pemberantasan KKN,'' katanya tadi malam.

Dia yakin Irjen tidak akan mengumumkan adanya korupsi yang sangat besar
tersebut tanpa terlebih dahulu melakukan penelitian. ''Kalau dia menyatakan
akan membentuk tim khusus, untuk apa lagi tim tersebut dibuat. Sudah
selayaknya diserahkan saja kepada Kejaksaan Agung,'' tegasnya.

Apalagi, lanjutnya, kalau yang tim menanganinya dari Itwilprop atau Irjen.
''Banyak kasus korupsi yang setelah ditangani mereka [Itwilprop dan Irjen]
hilang begitu saja tanpa penyelesaian.''

Djuhad juga kurang sepakat jika Depdagri meminta bantuan BPKP untuk
mengusut tuntas kasus korupsi ini. ''Jika melibatkan BPKP artinya belum
jelas ada korupsi. Dan semestinya BPKP dilibatkan pada tahap-tahap awal
penelitian, sebelum hasil korupsi tersebut diumumkan,'' katanya.

Djuhad menjelaskan untuk pribadi-pribadi yang terlibat korupsi, ada tata
cara untuk menindaknya. ''Jika korupsinya besar, jumlahnya sampai Rp 3
miliar, itu harus dipidana dan diberhentikan dari jabatannya,'' katanya.
Tetapi kalau jumlah rupiah yang digelapkannya sedikit, lanjutnya, cukup
dimutasikan saja atau diturunkan pangkatnya.

Dana JPS

Di tempat terpisah Meneg PPN/Kepala Bappenas, Boediono, menjelaskan dana
JPS -- program untuk pengentasan kemiskinan -- yang diduga diselewengkan.
Setidaknya, berdasarkan laporan masyarakat dan media massa, dalam
pelaksanaan program JPS 1998/1999 terdapat 29 kasus. Enam kasus di
antaranya terbukti benar.

Temuan itu, kata Boediono, telah ditindaklanjuti. ''Bentuknya mulai dari
teguran tertulis kepada pejabat yang terlibat, pengembalian uang yang
dikorupsi, hingga pemecatan pejabat yang terkait,'' katanya dalam rapat
kerja dengan Komisi VIII DPR RI, kemarin.

Namun, Boediono tidak menyebutkan jumlah dana yang berhasil diselamatkan
atau yang hilang. Sementara, total anggaran program JPS tahap II untuk
bidang ketahanan pangan, perlindungan sosial, dan penciptaan lapangan kerja
mencapai Rp 5,6 triliun. ''Ada juga yang mengatakan dana JPS disalahgunakan
untuk Golkar atau partai lain, tapi berdasarkan hasil investigasi tim kami
kan tidak terbukti,'' katanya.

Kirim email ke