Saya kurang setuju dengan pendapat sdr. Karena menurut pendapat saya "image"
itu datang dari kampanye. Jadi kalau kita hanya "memperbaiki" diri sendiri,
tanpa "kampanye" hasil percuma saja.
Ramos Horta/Tim-Tim itu menang lawan kita, memang bukang gara2 Ali Alatas,
atau yang lainnya kurang jago, tapi karena kita tidak ada "counter attack"
terhadap kampanye mereka (Ramos Horta, ETAN, dll).

Sudah waktunya kita ikutan "berkoar". Sayangnya negara kita tidak tahu
bagaimana memarketkan negara kita. Seharusnya mereka bisa menggunakan PERMIAS
dan ISO2 yang ada diseluruh dunia untuk "counter propaganda", tapi berhubung
pemerintah selalu menyepelekan PERMIAS, jadi ya enga' effective
propagandanya.

Seperti kutipan yang anda kasih dibawah. Fact bisa dipelihatkan dengan
berbagai cara, automatis mempunyai "muka" yang berbeda-beda. Sudah waktunya
kita2 yang disini memanfa'atkan itu.

ichal
Moko Darjatmoko <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
At 11:25 PM 11/7/1999, Mahendra Siregar wrote:

|Diwaktu yang lalu, Indonesia sering dikecam oleh berbagai pihak di AS
|berkaitan dengan pelanggaran HAM atau Timtim. Walaupun masih banyak
|pekerjaan rumah yang harus kita lakukan berkaitan dengan hal-hal itu,
|namun "Indonesia Baru" sekarang sudah jauh berubah dan lebih baik
|daripada sebelumnya. Sudah saatnya kita "strike back" ke berbagai pihak
|di AS itu. Sudah saatnya pula Permias dan masyarakat Indonesia di AS
|"mengarahkan" mata perjuangannya ke pihak AS, disamping terus bersikap
|"correct" terhadap KBRI/KJRI. Mari kita kampanyekan di seluruh AS bahwa
|Indonesia sekarang adalah negara demokrasi ketiga terbesar di dunia,
|yang siap membangun kembali ekonominya bebas dari KKN.

Ada sebuah "adegan" dalam satu brownbag seminar di kampus, dimana seorang
mahasiswa asal Indonesia dengan semangat menyala berusaha menepis image
buruk tentang negerinya. Dengan berapi-api dia bertanya kenapa si
pembicara tidak mengikut sertakan negerinya dalam kelompok negara yang
demokratis ... "what you expect from us [Indonesia], what Indonesia
supposed to do to be called a democratic country?" Dengan halus si
pembicara menjawab: "It is very simple ... just be like one, or at the
very least, act like one!"

Sudah terlalu lama problem 'image' ini dihadapi dengan "strike back" pada
mereka yang mengritik kita. Sudah lama pula --kalau kita mau melihat
relita-- kita seharusnya mengetahui bahwa pendekatan seperti ini tidak
akan jalan. "Kegagalan" kita dalam diplomasi, soal Timtim misalnya, bukan
karena kurang pandainya Menlu Ali Alatas atau Dubes untuk PBB Makarim
Wibisono bersilang kata --dibandingkan Ramos Horta misalnya-- tetapi
karena memang hampir mustahil meyakinkan orang bahwa loyang adalah emas.
It is a complete waste of time and energy.

Daripada habis buat "kampanye ke AS", alangkah baiknya kalau seluruh
usaha itu dicurahkan sekuatnya untuk memperbaiki diri kita sendiri. Masih
jauh jalan ke masyarakat demokratis, masih banyak problem dalam diri kita
sendiri, baik didalam maupun diluar negeri -- sebagai individu, kelompok
kerja, instansi, komunitas dan bangsa. Ini pekerjaan yang kolosal, yang
hanya bisa dilakukan kalau setiap orang menyadari masalahnya dan mau
kontribusi, paling tidak mulai dari dirinya sendiri dan lingkungan
terdekatnya.  baru kalau semuanya ini sudah terlaksana, orang akan
menyebut dan memperlakukan sebagai bangsa yang demokratis -- tanpa perlu
kampanye lagi.


Moko/

"One of the most untruthful things possible, you know, is a collection
 of facts, because they can be made to appear so many different ways."
                        -- Karl Menninger


____________________________________________________________________
Get your own FREE, personal Netscape WebMail account today at 
http://webmail.netscape.com.

Kirim email ke