http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=107675


      Keamanan Laut dan Stabilitas Kawasan (1)
      Oleh FX Eddy Santoso 


      Senin, 2 Mei 2005
      Pola hubungan antarbangsa cenderung bergeser ke arah semakin menonjolnya 
kepentingan ekonomi, sehingga timbul terwujudnya stabilitas kawasan. Indonesia 
dituntut untuk dapat memberi jaminan keamanan Alur Laut Kepulauan Indonesia 
(ALKI) I, II dan III serta alur pelayaran vital lainnya. 

      Sampai saat ini, terdapat beberapa permasalahan perbatasan antara 
Indonesia dengan negara tetangga yang masih belum diselesaikan secara tuntas. 
Permasalahan yang berkaitan penambangan pasir laut yang berlebihan berdampak 
tergesernya pulau yang digunakan sebagai "titik dasar" dalam penentuan batas 
wilayah. Berikutnya adalah masalah pemahaman rezim laut, bagaimana menentukan 
penetapan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan landas kontinen. 

      Kurang optimalnya pengelolaan pulau-pulau terluar dapat menimbulkan 
berbagai celah terjadinya persoalan sosial, pelanggaran hukum, misalnya, 
penyelundupan barang/manusia, terorisme dan lain-lain. Pengelolaan yang kurang 
optimal juga dapat mengarah pada "hilangnya sebuah pulau", terutama pulau-pulau 
terluar yang berada jauh dari jangkauan dan pengamatan. Pada dasarnya terdapat 
empat kriteria sebuah pulau dapat hilang.

a.      Hilang secara fisik disebabkan proses geologis, seperti abrasi dan 
   rekayasa manusia yang dapat menenggelamkannya. Salah satu pulau
   yang perlu mendapatkan perhatian karena proses alam ini adalah
   Pulau Nipah di Selat Singapura. Walaupun abrasi merupakan sesuatu
   yang bersifat alami tetapi kegiatan manusia dapat mempercepat
   proses tersebut. Dalam konteks Pulau Nipah, kegiatan penambangan
   pasir laut yang berlebihan di perairan Riau merupakan penyebab
   utama hampir tenggelamnya pulau tersebut.

b.      Hilang secara kepemilikan. Sebuah pulau dapat hilang karena perubah
   an status kepemilikan. Perubahan status kepemilikan ini dapat
   terjadi karena pemaksaan dengan kekuatan militer, maupun sebagai
   akibat proses hukum. Contoh dari kasus pertama adalah kepemilikan
   Falklands Island oleh Inggris, sedangkan contoh kasus kedua adalah
   kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia.

c.      Hilang secara pengawasan. Dengan jumlah  yang  mencapai tujuh belas
   ribu pulau lebih, sebuah pulau dapat saja luput dari kontrol atau
   pengawasan pemerintah. Terlebih, apabila "posisi" pulau tersebut
   lebih dekat ke negara lain  dibanding ke Indonesia. Tanpa pengawas-
   an, pulau-pulau terluar dapat saja dimanfaatkan oleh masyarakat 
   atau bahkan pemerintah negara yang berbatasan untuk berbagai ke
   giatan, misalnya, pariwisata, proyek perikanan, perkebunan bahkan
   pembangunan secara fisik. Pulau Batek, Pulau Fani, Pulau Fanildo
   dan Pulau Dana merupakan contoh pulau yang memiliki kerawanan keda
   tangan aparat Timor Leste ke pulau tersebut yang memang sangat
   dekat jaraknya (sekitar 5,75 Nm) dari distrik satelit Timor Leste,
   Oecussi.

d.      Hilang secara sosiologis. Hal ini biasanya diawali oleh praktik eko
   nomi masyarakat di pulau tersebut, yang diikuti dengan interaksi so
   sial (perkawinan) dari generasi ke generasi, sehingga terjadilah
   perubahan struktur ekonomi maupun struktur populasi penduduk di
   pulau tersebut. Pulau Marore dan Pulau Miangas di kepulauan Sangir
   Talaud merupakan contoh, manakala pendatang dari Pilipina secara
   perlahan mulai merubah struktur sosial dan ekonomi masyarakat
   setempat. Saat ini penduduk di kedua pulau itu secara kebangsaan
   memang menjadi warga negara Indonesia, namun secara sosial ekonomi
   mereka "tidak berbeda" dengan warga Filipina. Dan, bilamana pada
   suatu saat disuruh memilih,  mereka bukan tidak mungkin lebih memi-
   lih bergabung dengan Filipina ketimbang tetap menjadi bagian NKRI.
   Hal ini tidak saja disebabkan oleh rasio penduduk asli yang lebih
   kecil dibanding dengan pendatang, namun juga dipicu oleh faktor
   kedekatan psikologis (ikatan keluarga turun-temurun) dan ekonomis
   (kegiatan ekonomi sehari-hari lebih didominasi dengan barang dan
   mata uang Filipina). Kasus seperti ini tidak hanya terjadi di
   pulau-pulau terluar, namun juga terjadi di perbatasan darat, seper
   ti di Kalimantan.Dari hasil kajian sementara TNI AL, ditemukan 92 
pulau-pulau kecil yang sekaligus menjadi titik terluar batas wilayah negara RI. 
Dari ke-92 pulau tersebut, 12 pulau di antaranya memiliki kerawanan atau 
dianggap memungkinkan untuk menjadi sumber konflik perbatsan dengan negara 
tetangga, bila tidak diantisipasi sejak dini, sehingga perlu diberi perhatian 
secara khusus. 

      Manajemen Pengawasan


      Pengawasan di laut tidak dapat ditangani oleh satu instansi saja, karena 
di samping undang-undang memberikan mandat kepada beberapa instansi pemerintah 
sesuai wewenangnya, juga permasalahan di laut sangat kompleks. Guna mewujudkan 
stabilitas keamanan di laut diperlukan upaya untuk menghadapi segala bentuk 
gangguan dan ancaman di laut dengan mengerahkan kekuatan dari berbagai instansi 
yang berwenang melaksanakan penegakan kedaulatan dan hukum di laut. Oleh karena 
itu, prioritas yang perlu dikedepankan adalah bagaimana kegiatan operasional di 
laut dapat dilaksanakan secara efektif dengan mengerahkan semua kekuatan aparat 
secara sinergis. 
      a. Penegak kedaulatan negara di Laut. 


      Kedaulatan atau sovereignity merupakan kekuasaan tertinggi suatu negara 
dalam batas-batas lingkungan wilayahnya untuk mengurus sendiri 
kepentingan-kepentingan dalam negeri maupun luar negeri tanpa tergantung kepada 
negara lain. Batas-batas lingkungan wilayah negara merupakan faktor esensial 
untuk menentukan sejauh mana negara dapat menerapkan kedaulatannya untuk 
mengatur, menyelenggarakan dan mengamankan kepentingan-kepentingan ideologi, 
politik, ekonomi, sosial-budaya dan hankam. Kalau di darat, kedaulatan itu 
direalisasikan dengan kepemilikan atau penguasaan. 

      Di laut, kedaulatan lebih mengarah kepada pendekatan hukum. Penguasaan 
lautan secara mutlak memang merupakan suatu hal yang tidak mungkin. Hal ini 
tidak saja disebabkan oleh dimensi laut yang demikian luas, tetapi juga 
didasarkan pada fakta bahwa dilihat dari sudut pandang hukum internasional, 
kedaulatan negara atas laut memang tidak dapat dibandingkan dengan kedaulatan 
negara atas daratan. Di laut, sebuah kapal melalui bendera yang dikibarkannya 
adalah mewakili suatu negara. Penegakan hukum di laut oleh negara melalui 
aparatnya, pada hakikatnya adalah terselenggaranya penegakan kedaulatan negara 
itu sendiri. Karena, kewenangan dan kemampuan penyelenggaraan penegakan hukum 
pada dasarnya bersumber pada kedaulatan negara dan sekaligus merupakan 
pengejawantahan kedaulatan bahwa pada hakikatnya penegakan kedaulatan dan 
penegakan hukum, merupakan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. 

      Dengan adanya UU nomor 17 tahun 1985 yang merupakan ratifikasi Hukum Laut 
Internasional Unclos 1982, Indonesia sebagai negara kepulauan harus mewadahi 
kepentingan internasional berkaitan dengan penggunaan perairan teritorial 
Indonesia untuk melintas, seperti lintas transit, lintas damai dan lintas alur 
laut kepulauan. Hal ini mengakibatkan di laut di samping berlaku hukum nasional 
juga berlaku hukum internasional. Penegakan kedaulatan di laut memiliki dua 
dimensi pemahaman, yaitu kedaulatan (sovereignity) dan hak berdaulat 
(sovereign) di laut suatu negara, yang telah diatur secara universal dalam 
UNCLOS 1982. 

      Pada dasarnya dalam menjaga kedaulatan negara beserta segala isinya, 
setiap negara yang berdaulat menetapkan produk-produk hukum berupa peraturan 
perundang-undangan. Dan, hanya hukum yang ditetapkan oleh suatu negara 
berdaulat harus dipatuhi oleh masyarakat dunia. Oleh karena itu produk-produk 
hukum suatu negara pada hakikatnya merupakan wujud dan jelmaan kedaulatan 
negara tersebut. Dengan demikian, ketaatan terhadap peraturan 
perundang-undangan dan hukum nasional berarti menghormati kedaulatan suatu 
negara. Sebaliknya pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang berlaku, berarti 
pelanggaran terhadap kedaulatan negara tersebut. Sebab itu, demi tegaknya 
kedaulatan negara, perlu tindakan yang keras dan tegas terhadap pelaku 
pelanggar hukum yang bisa dilakukan oleh pihak-pihak asing sebagai 
representatif negara yang bersangkutan. 
      b. Penegakan keamanan di laut. 


      AL sebagai komponen utama pertahanan negara di laut berkewajiban untuk 
menjaga integritas wilayah NKRI dan mempertahankan stabilitas keamanan di laut 
serta melindungi sumber daya alam di laut dari berbagai bentuk gangguan 
keamanan dan pelanggaran hukum di wilayah perairan yuridiksi nasional 
Indonesia.*** (Bersambung) 

      (Penulis, Laksma TNI AL, Wakil Asisten Operasi KSAL
      dan peserta KSA XIII Lemhannas 2005).  


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Ever feel sad or cry for no reason at all?
Depression. Narrated by Kate Hudson.
http://us.click.yahoo.com/LLQ_sC/esnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke