mba Lina..bentuk negara republik gak da hub dgn negara agama or neg
sekuler..
neg agama/religion state : adalah dimana pemerintah mengatur soal
agama..jadi religion affairs is not separated from state affairs..,
commonly neg agama berlandaskan satu agama.., misalnya neg arabs..
neg sekuler : dimana adanya pemisahan soal agama dari neg, pemerintah
menagakui eksistensi agama dan  melindungi kebebasan beragama dan neg tidak
turut campur dalam urusan agama , .misalnya neg US..
anyway di indo memang terdapat kerancuan, hukum Islam VS hukum perdata,
Hukum waris islam VS hukum waris barat.., pertama2 indo bukan neg agama,
tapi pemerintah juga kayaknya gak mau mengclaim neg indo neg sekuler
karena, pemerintah memang mengatur urusan agama dengan adanya departmen
agama dan pengadilan agama.., sebenarnya departement agama fungsinya juga
blur..., karena memang kalo diliat prakteknya juga cuman mengurusi ibadah
naik haji, n hari2 raya umat, paling2 untuk agama non muslim pengurusan
ijin pembangunan rumah ibadah, jadi kesimpulannya deprtemen agama sebagian
besar fungsinya mengurusi urusan satu agama (Islam).., keberadaan
departemen agama tersebut sebenarnya rancu...
sebenarnya klo diliat dari bentuk neg seharusnya negara indo adalah neg
sekuler..karena di indo terdapat 5 agama yang berbeda, even Islam adalah
agama mayoritas tetapi tidak membuat indo menjadi neg agama..karena indo
berlandaskan pancasila.., kalo diliat dari azas pancasila lebih mendekati
sekuler dari pada religion state..malah klo menjadi religion state
berlawanan dari azas pancasila itu sendiri...
hukum agama memang tidak menjadi hukum positif dan bukan hukum negara..tapi
hal tersebut menjadi blur saat masuk ke wilayah adanya pengadilan agama
(Hukum Islam), keberadaan departemen agama (sebagian besar berfungsi untuk
urursan agama tertentu)...




                                                                                
                           
                      "Lina Dahlan"                                             
                           
                      <[EMAIL PROTECTED]        To:       
ppiindia@yahoogroups.com                          
                      .com>                    cc:                              
                           
                      Sent by:                 Subject:  [ppiindia] Re: 
Pernikahan: Hukum Agama Vs Hukum   
                      [EMAIL PROTECTED]         Negara                          
                           
                      ups.com                                                   
                           
                                                                                
                           
                                                                                
                           
                      05/04/2005 08:59                                          
                           
                      AM                                                        
                           
                      Please respond to                                         
                           
                      ppiindia                                                  
                           
                                                                                
                           
                                                                                
                           




Nah ini. Bentuk negara Indonesia kan negara Republik, bukan negara
agama juga bukan negara sekuler. Tengah-tengah ato negara
bingung?..he..he...tapi disinilah kelebihan Negara Tengah ini.

Yang menarik dari tulisan dibawah ini adalah pertanyaan di
penghujung tulisan ini, yaitu bagaimana cara kita melarang
pernikahan sejenis kalau memang itu bertentangan dengan moral
mayoritas umat beragama di Indonesia? Nyatanya Indonesia memang baru
mampu sekedar tidak memberi izin untuk mendaftar. Tidak ada
kelanjutannya lagi.

Ada yang tau gimana menurut Islib tentang pernikahan sejenis ini?
Apa ada ulama Islib yang mengizinkan pernikahan sejenis ini??
Kalo ada, berarti pendapat Gus Salahuddin dibawah ini meleset.

Saya kira juga pak Adian Husaini juga tak usah ketakutan begitu.
Mungkin sebaiknya Isfun itu lebih berjuang pada pendidikan moral
anak-anak bangsa kali ya? sambil mengontrol gerakan Islib.

wassalam,

--- In ppiindia@yahoogroups.com, "Ambon" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Republika
>       Selasa, 03 Mei 2005
>
>       Pernikahan: Hukum Agama Vs Hukum Negara
>
>
>
>
>       Salahuddin Wahid
>       Ketua Majelis Pengurus Pusat ICMI
>
>
>
>
>       Harian Republika (14/4) memuat tulisan berjudul Pernikahan
Lintas Agama yang ditulis oleh Adian Husaini, seorang kawan yang
telah lama tak berjumpa. Tulisan itu merupakan tanggapan terhadap
tulisan saya di harian yang sama (1/4) dengan judul Perkawinan,
Agama dan Negara. Menurut saya tulisan Adian Husaini itu kurang
tepat dalam menanggapi tulisan saya.
>
>       Sudah saya jelaskan bahwa tulisan itu tidak membahas masalah
perbedaan dalam hukum Islam, tetapi membahas hubungan antara hukum
agama (Islam) dengan hukum negara. Adian Husaini membantah pendapat
saya bahwa dalam masalah tersebut terdapat tiga pandangan.
Menurutnya, seluruh ulama yang benar-benar mumpuni sepakat bahwa
pernikahan Muslimah dengan pria non-Muslim dilarang oleh agama
Islam.
>
>       Jadi dapat disimpulkan bahwa menurutnya para cendekia dan
para ulama yang tergabung dalam Paramadina dan yang menyusun
tandingan Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI) dapat dianggap sebagai
ulama atau cendekia yang tidak mumpuni atau dipertanyakan
kemampuannya. Tentu Adian Husaini punya hak untuk membuat anggapan
seperti itu tetapi saya tidak merasa punya hak. Kita serahkan kepada
masyarakat untuk membuat penilaian.
>
>       Paradigma yang dipakai Adian Husaini berbeda dengan yang
saya pakai. Yang dipakainya ialah paradigma negara berdasar Islam di
mana Alquran dan Hadits menjadi sumber hukum yang utama dan semua
hukum negara harus mengacu kepada kedua sumber itu. Paradigma yang
saya pakai adalah negara berketuhanan (berdasar Pancasila di mana
sila pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa). Berarti bahwa kita
tidak boleh membuat hukum positif di Indonesia yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip hukum Islam yang disetujui bersama oleh
mayoritas umat Islam di Indonesia, tetapi kita juga tidak boleh
melarang pendapat yang berbeda yang dipunyai oleh sebagian
(minoritas) umat Islam.
>
>       Hukum Islam hanya berlaku secara mengikat di Indonesia kalau
telah menjadi hukum positif. Sebagai contoh ialah masalah pembagian
waris antara anak lelaki dan perempuan di dalam keluarga Muslim,
apalagi kalau di antara para ahli waris terdapat yang beragama di
luar Islam. Mayoritas umat Islam yakin bahwa syariat Islam mengatur
bahwa hak anak laki-laki dua kali hak anak perempuan.
>
>       Tetapi di Indonesia bisa dilakukan proses pembagian melalui
pengadilan agama atau pengadilan negeri. Melalui pengadilan negeri
bisa dilakukan pembagian sama rata antara anak laki-laki dan anak
perempuan. Jadi usul CLD-KHI untuk mengharuskan pembagian yang sama
antara anak laki-laki dan anak anak perempuan tidak tepat. Apa yang
berlaku sekarang di Indonesia menurut saya sudah tepat dan
realistis, bisa dibagi sama rata atau anak laki-laki mendapat bagian
dua kali anak perempuan.
>
>       Hormati pendapat minoritas
>       Kembali kepada masalah pernikahan lintas agama. Secara
pribadi saya mengikuti pendapat bahwa menurut syariat Islam,
Muslimah tidak boleh menikah dengan pria non-Muslim. Tetapi saya
tidak setuju jika hukum negara secara eksplisit mengizinkan
pernikahan semacam itu atau secara eksplisit melarangnya. Itu adalah
wilayah hukum Islam yang mengandung perbedaan pendapat di antara
umat Islam dan negara tidak perlu terlibat di dalamnya.
>
>       Biarkan keadaan seperti sekarang berlangsung, dimana UU No
1/1974 tentang perkawinan mengatur bahwa perkawinan dinyatakan sah
jika sesuai dengan ketentuan agama masing-masing. Menurut pendapat
mayoritas umat Islam di Indonesia, pernikahan antara Muslimah dengan
pria non-Muslim itu dilarang oleh agama Islam. Jelas negara tidak
boleh mengintervensi dengan mengijinkannya secara eksplisit dalam
ketentuan perundang-undangan, yang berarti tidak sesuai dengan
pendapat mayoritas umat Islam.
>
>       Tetapi negara harus menghormati pendapat minoritas umat
Islam yang memperbolehkan pernikahan semacam itu, dengan cara
memberikan kesempatan untuk mendaftarkan pernikahan mereka ke Kantor
Catatan Sipil supaya pernikahan mereka sah menurut negara. Untuk
bisa melakukan itu tampaknya kita harus menunggu lahirnya UU Catatan
Sipil yang mengatur keharusan untuk mencatat atau mendaftar semua
pernikahan di Indonesia.
>
>       Kalau negara secara eksplisit di dalam UU melarang
pernikahan itu, maka dapat disimpulkan bahwa pasangan Muslimah dan
pria non-Muslim yang menikah itu melanggar hukum negara dan dapat
dikenakan sanksi. Demikian pula bila UU melarang poligami, pria yang
melakukan poligami dan pasangannya dapat dikenakan sanksi.
>
>       Tetapi bagaimana bila pernikahan pria poligami itu dilakukan
di bawah tangan? Apakah pernikahan di bawah tangan itu dapat
dianggap sebagai pelanggaran hukum negara dan dapat dikenai sanksi?
Atau pernikahan di bawah tangan itu secara hukum negara dianggap
tidak ada dan tidak dapat dikenai sanksi apapun? Kalau demikian
keadaannya, maka pihak perempuan dan keturunannya akan mengalami
perlakuan yang diskriminatif, karena ada kemungkinan mereka tidak
akan mendapatkan hak yang sama dengan istri pertama dan
keturunannya. Isteri pertama dan keluarganya juga akan dirugikan
tetapi si suami tidak bisa dikenakan sanksi apa-apa.
>
>       Kekhawatiran
>       Di atas dikatakan bahwa Adian Husaini memakai paradigma
negara berdasar Islam dan saya memakai paradigma negara
berketuhanan. Apakah paradigma yang dipakai oleh tim yang
mengusulkan CLD-KHI? Tampaknya paradigma mereka cenderung ke arah
negara sekuler. Tentu saja saya bisa keliru. Bahkan bagi Adian
Husaini dan kawan-kawan, saya pun mungkin dikatakan mempunyai
paradigma negara sekuler. Ukuran yang pasti tentang masalah itu
memang tidak pasti.
>
>       Sejauh pemahaman saya dalam konteks negara Indonesia, negara
sekuler ialah negara yang tidak memberi kesempatan sama sekali untuk
masuknya ketentuan syariat Islam yang partikular. Yang diterima
ialah syariat Islam yang bersifat universal. Bagi mereka sumber
hukum adalah hukum internasional yang bersifat universal, dan hanya
ada satu hukum untuk suatu masalah tertentu yang berlaku untuk semua
warga negara Indonesia tanpa memandang agama dan suku. Padahal di
Indonesia bagi banyak kalangan, sumber hukum itu bisa hukum
internasional, hukum adat dan hukum Islam.
>
>       Contoh yang terbaik ialah bagaimana kita menyikapi pemakaian
jilbab. Ketika Dr Daud Yusuf menjadi menteri pendidikan dan
kebudayaan, pernah ada larangan bagi siswi SMAN/SLTA untuk memakai
jilbab ke sekolah dan yang bersikeras memakainya harus keluar dari
sekolah mereka. Itu adalah salah satu bentuk penerapan paradigma
sekulerisme di negara kita. Sekarang kita lihat bahwa pemakaian
jilbab ke sekolah sudah bebas.
>
>       Dalam masalah jilbab, paradigma negara berdasar Islam tentu
mengharuskan semua Muslimah memakai jilbab (contohnya di NAD). Dalam
paradigma negara sekuler, dilarang untuk memakai jilbab di lembaga
negara. Contohnya: Turki melarang mahasiswi universitas negeri
memakai jilbab dan Prancis melarang siswi memakai jilbab di sekolah
negeri. Tetapi Amerika Serikat mengizinkan tentara Muslimah memakai
jilbab.
>
>       Di Indonesia yang berparadigma negara berketuhanan, Muslimah
boleh memakai jilbab sesuai kehendak dan keyakinannya. Tidak ada
larangan dan tidak ada keharusan. Memakai jilbab karena kesadaran
tentu lebih afdol daripada karena keharusan. Di sini kita lihat
negara tidak mencampuri pendapat pribadi dan menghormatinya.
>
>       Adian Husaini khawatir bila kita memperbolehkan pernikahan
Muslimah dengan pria non-Muslim akan berakibat terlalu jauh sampai
memperbolehkan pernikahan pria dengan pria atau perempuan dengan
perempuan, dengan dalih menghormati hak asasi manusia. Kita harus
memperhatikan dan menghormati adanya kekhawatiran itu.
>
>       Kalau dalam masalah pernikahan Muslimah dengan pria non-
Muslim kita masih memberi toleransi kepada (minoritas) umat Islam
yang mengizinkan pernikahan Muslimah dengan pria non-Muslim, saya
yakin tidak ada ulama atau cendekiawan Islam yang berpendapat bahwa
Islam mengizinkan pernikahan sesama jenis.
>
>       Pertanyaannya, apakah kita juga akan memberikan toleransi
serupa kepada pernikahan sesama jenis demi menghormati HAM? Tentu
tidak karena semua agama di Indonesia melarang pernikahan semacam
itu. Nilai moral bangsa kita juga menolaknya. Kalau kita tidak
menyetujui pernikahan semacam itu, bagaimana cara kita melarangnya?
Apakah dengan cara tidak memberi izin untuk mendaftar atau kita
menyatakan bahwa pernikahan semacam itu merupakan pelanggaran atau
tindak pidana dan harus dikenakan hukuman. Tidak mudah untuk
menjawab pertanyaan itu dan kita tidak punya cukup ruang dalam
tulisan ini.
>
> [Non-text portions of this message have been removed]





***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru;
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]

Yahoo! Groups Links











------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke