Meminum, menjual, dan membuat minuman yang memabukan adalah termasuk
pekerjaan yang dilarang oleh agama Islam.
Seharusnya kalau tidak mau dianggap bispak, bekerjalah di cafe yang hanya
menyediakan kopi saja, maksimum bajigur
Kalo sampai berani kurang ajar pura-pura mabuk, tampar aja.
Salam,
Samudjo
----- Original Message -----
From: "ratna hidayati" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>; "perempuan"
<[EMAIL PROTECTED]>; "teman vincent" <[EMAIL PROTECTED]>;
"teman jurnalis" <[EMAIL PROTECTED]>;
<[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>;
<ppiindia@yahoogroups.com>
Sent: Tuesday, May 10, 2005 1:39 PM
Subject: [ppiindia] Perempuan "Waitress" Cafe


Koran Mingguan Tokoh
Denpasar, Bali
===============

Perempuan "Waitress" Cafe:Malam Berpeluh tanpa Keluh

Malam itu di sebuah rumah minum (cafe) yang dibangun di antara persawahan
Desa Sangket, Buleleng, tepat di sisi barat jalan utama Singaraja-Denpasar,
musik berdetak keras. Lagu-lagu mengalun sumbang dari penyanyi-penyanyi
amatiran dengan iringan CD musik minus one (karaoke). Reni -paling tidak,
itulah nama yang disebut ketika berkenalan dengan Tokoh- salah seorang
waitress (panggilan untuk perempuan muda yang mendampingi tamu di cafe),
tertawa terbahak-bahak mendengarkan tamunya yang telah mabuk bernyanyi
dengan nada aneh dan syair yang dipelintir kalang-kabut. Tak lama kemudian,
Reni menjerit. Rupanya, si tamu mabuk itu merogoh paksa bagian paling
terlarang dari tubuh Reni. Perempuan muda asal Malang itu pun tergopoh-gopoh
pergi.

"Kalau sekadar pegang-pegang tangan sih gak apa-apa," kata Reni ketika Tokoh
menghampirinya di bagian belakang cafe. "Untung dia mabuk. Kalau nggak, saya
tampar dia," lanjut Reni.Cerita "pegang-pegang organ terlarang" seperti
dialami Reni adalah cerita jamak bagi sebagian besar perempuan yang bekerja
sebagai waitress cafe. Bagaimana tidak, saban malam mereka harus berhadapan
dengan lelaki yang sengaja datang untuk menenggak minuman keras. Saat mabuk,
siapa yang bisa menjamin seseorang tidak berlaku tidak senonoh kepada
perempuan yang sengaja menemaninya? Malam-malam, lagi. "Saya rasa, setiap
orang mengalami gangguan keseimbangan saat malam mulai larut dan alkohol
memasuki perut," komentar Kadek Partha, seorang lelaki gempal yang ditemui
Tokoh di sebuah cafe di bilangan Renon, Denpasar. Sambil mengisap
dalam-dalam rokok kretek, lelaki yang mengaku bekerja sebagai debt collector
pada sebuah perusahaan pembiayaan itu tak merasa "berdosa" meraba-raba
"bagian penting" waitress yang
 mendampinginya minum. "Mereka tahu risiko itu. Lagian mereka juga sudah
menyediakan diri untuk itu," komentar Partha. "Jangan-jangan kalau dibiarin
aja malah kita dikira melecehkannya, mengacuhkannya," sambung Partha sambil
ketawa.

Tapi tangis Putu Darmi bisa membantah anggapan Partha. Perempuan berusia 26
tahun kelahiran Karangasem yang -ketika ditemui Tokoh- baru bekerja 5 hari
di sebuah cafe di kawasan Denpasar Barat, sesenggukan di pojok cafe seusai
meladeni dua tamu. "Saya nggak bisa. Nggak bisa," katanya menahan tangis.
Sambil memperlihatkan kancing blusnya yang rompal di bagian dada. "Mereka
memaksa pegang-pegang dada saya. Ketika saya tolak, mereka marah dan ngatain
saya muna (munafik, pura-pura, red.)," ujar Darmi.

Ketut Santi (sekali lagi, itulah nama yang disebutkan ketika berkenalan),
perempuan berumur 23 tahun asal Seririt, Buleleng, dengan tegas menolak
anggapan dirinya "menyediakan diri" untuk menjadi objek rabaan dan
gerayangan tangan lelaki. "Siapa sih yang mau diperlakukan begitu? Saya
bekerja untuk mencari uang. Hanya ini pekerjaan yang bisa saya lakukan untuk
mendapatkan uang cukup untuk membantu keluarga di Buleleng," ungkap
perempuan muda yang bekerja di sebuah cafe di Denpasar Barat. Menurut Santi,
ia bekerja melayani tamu, mengambilkan minum, menuangkan bir, dan menemani
mereka ngobrol. Untuk itu ia merasa berhak atas gaji, bonus, dan tip.
"Jangan terlalu menganggap rendah," tambah Santi dalam Bahasa Bali berdialek
khas Buleleng.

Tapi beginilah selalu adat lelaki: menganggap setiap perempuan yang bekerja
di tengah keremangan seperti cafe adalah perempuan bispak (bisa dipakai).
"Kalau saya mau menjual diri seperti itu, buat apa saya capek-capek begadang
setiap malam berhadapan dengan tingkah tamu yang sering aneh-aneh hanya
untuk mendapatkan uang ratusan ribu rupiah sebulan?" ungkap Ratih, gadis
cantik asal Jember yang ditemui Tokoh di rumah kosnya di bilangan Jalan Imam
Bonjol Denpasar. "Saya nggak sombong, kalau mau saya bisa dapatkan uang
sejuta rupiah untuk kencan semalam," tambah Ratih (baca juga "Kami bukan
Pelacur").

"Mereka manusia, hanya saja nasib melemparkan mereka ke dunia yang tidak
terlalu kita sukai. Tapi hanya itulah yang bisa mereka lakukan," ujar
Titien, SH, perempuan pengacara yang sering ketiban perkara yang menyangkut
nasib perempuan. "Mereka bekerja. Sebetulnya mereka berhak atas perlindungan
hukum. Tapi karena sebagian besar mereka bekerja tanpa ikatan kontrak yang
jelas, lebih-lebih kalau bekerja pada cafe yang tidak memiliki izin resmi,
maka agak sulit memperjuangkan hak-hak mereka," tambah Titien.

"Terus terang, saya respek karena mereka tidak cengeng. Mereka berjuang
berpeluh-peluh saban malam, mencari nafkah di jalan yang sangat tidak aman,
tetapi mereka jarang mengeluh," ujar Titien.

Sebaliknya, mereka sering dikeluhkan, Ibu! -swa





Kami bukan Pelacur

Bertubuh langsing, kulit kuning langsat, Ratih (25) hanya kalah dalam
kepemilikan ijazah. Otak nya pun lumayan encer. "Kalau bekerja di perusahaan
biasa, paling-paling saya hanya digaji 300 ribu sebulan. Buat bayar kos,
habis. Lalu, saya makan apa? Apa yang bisa saya kirim ke rumah?" ujar Ratih
di rumah kosnya di Jalan Imam Bonjol, Denpasar. "Paling-paling, untuk
menutupi biaya hidup, saya harus bersedia menjadi simpanan lelaki tua,"
lanjut janda beranak satu yang kini berpacaran dengan seorang pemuda tampan
berusia dua tahun lebih tua darinya.

Di cafe tempatnya bekerja kini, rata-rata Ratih mengantungi uang antara 1
sampai 1,3 juta rupiah sebulan, termasuk tip dari tamu yang dikumpulkannya
dengan tekun. Tak terbilang, sebetulnya, Ratih mendapat kesempatan untuk
menikmati hidup yang lebih bergelimang uang. "Paling tidak, sudah tiga
lelaki yang melamar saya jadi simpanannya. Tapi saya menolak, sebab saya
memang tidak mau hidup dengan cara begitu," tandas Ratih.

Pengakuan seperti Ratih juga diungkapkan beberapa waitress cafe yang sempat
dihubungi Tokoh. "Ada, memang, waitress yang bisa dibayar untuk kencan
sesaat. Tapi tidak semua. Jangan pukul rata," kata Putu Darmi yang mengaku
pernah bekerja pada sebuah toko bangunan dengan gaji Rp 250 ribu plus makan
dan pemondokan sederhana. Perempuan bertubuh sintal itu kini berpacaran
dengan lelaki beristri dengan dua anak. Untuk urusan ini, Putu Darmi menolak
keras kalau dianggap "sengaja" merebut istri orang. "Saya tidak pernah
merayu dia. Dia yang datang setiap hari dan merayu saya. Lama-lama saya
luluh juga," kilah Darmi sambil bercerita bahwa lelaki itu telah
mengincarnya semasa ia masih bekerja pada toko bangunan. "Enam bulan setelah
perkenalan, baru kami jadian," tutur Darmi.

Agak sulit, memang, mencerna cara hidup mereka. Tapi sangatlah tidak
bijaksana kalau lantas saja mereka dipasangi bandrol "rusak" hanya karena
bekerja menemani orang bermabuk-mabukan hingga larut malam. Di beberapa
cafe, mereka diawasi dengan ketat. "Bahkan untuk berangkat dan pulang pun
kami punya orang khusus yang mengantar-jemput mereka. Kami melarang para
waitress dijemput orang lain," ungkap Wayan Santika (bukan nama
sesungguhnya), pemilik sebuah cafe di kawasan Denpasar Barat. Menurut Wayan,
ia tidak mau mendapat nama buruk karena dicap punya usaha pelacuran
terselubung. "Kami juga berbanjar di sini. Warga banjar tidak akan tutup
mata terhadap apa yang kami lakukan," kilah Wayan.

Namun, kita tentu tidak bisa menutup mata, banyak juga waitress yang
menjadikan cafe sebagai lahan pencari lelaki hidung belang. "Tak banyak.
Saya yakin tak banyak. Modal untuk mendirikan cafe cukup besar. Saya yakin
tidak banyak orang yang mau mempertaruhkan modalnya itu dengan membiarkan
tempatnya dijadikan tempat transaksi. Risikonya terlalu besar. Bisa ditutup
aparat. Bisa juga digrebek warga banjar," sanggah Wayan.

Mungkin Ratih benar ketika berkata, "Kami bukan pelacur." Tapi, mungkin juga
tidak terlalu salah bila sebagian masyarakat terlanjur "curiga" pada
mereka. -swa





Adakah Perlindungan Hukum bagi Cewek Cafe?

Lepas dari soal apakah para waitress cafe berperan ganda atau tidak, "Mereka
juga manusia yang memiliki hak-hak asasi seperti orang lain.
Kepentingan-kepentingan mereka juga perlu mendapat perlindungan hukum," ujar
Titien, SH, pengacara yang banyak menangani kasus-kasus yang berkaitan
dengan persoalan perempuan. Mestinya, kata Titien, mereka bisa melaporkan
perlakuan-perlakuan buruk yang mereka terima. "Mereka 'kan bekerja
berdasarkan kontrak," sambung Titien. Kontrak itu tidak mesti dalam bentuk
tertulis. "Kontrak lisan seperti penetapan tugas bisa dijadikan dasar,"
katanya.

Menurut Titien, para waitress bertugas melayani tamu seperti layaknya
waitress pada restoran biasa, lalu menemani mereka ngobrol. "Kalau mendapat
perlakuan lebih dari itu, mestinya mereka bisa menuntut," ujar Titien.
Masalahnya, sebagian besar waitress itu tidak tahu hak-hak mereka, tidak
tahu batas-batas perlakuan tamu yang dianggap melecehkan dan tidak. "Yang
paling penting adalah bagaimana memberi pemahaman kepada mereka," lanjutnya.

Bagi tokoh Aliansi Perempuan Buleleng (APB), Luh Kertianing, pada dasarnya
perempuan pekerja cafe juga bekerja untuk menghidupi keluarganya. "Kalau
mereka menerima penganiayaan, APB siap membantu mereka dan memberikan
perlindungan yang pantas buat mereka," ungkap anggota DPRD Buleleng itu.

Belakangan ini, Buleleng banyak diributkan oleh berbagai kasus yang bermula
dari cafe. Selama tiga bulan terakhir saja, ada 10 kasus yang mencuat.
Terakhir, seorang waitress belasan tahun dianiaya seorang perempuan yang
mendapati suaminya sedang bermesraan dengan sang waitress. Kejadian-kejadian
seperti inilah yang membuat masyarakat cenderung menganggap semua waitress
cafe adalah penjaja seks dan perayu lelaki beristri. "Yang penting bagi kami
sekarang adalah menghapus pikiran pada lelaki, 'Mereka menjual, kami
membeli. Kenapa Anda keberatan?' seperti banyak dicibirkan orang ketika APB
membela mereka," ungkap Kertianing kepada Tokoh Jumat (6/5) lalu.

Kertianing mengakui, bukanlah pekerjaan mudah untuk mengurangi dan mengubah
citra cewek cafe sebagai pekerja seks. "Secara pelan-pelan, pihak cafe juga
harus mengubah citranya sendiri dan lebih mendisiplinkan karyawannya,
sehingga kasus yang selama ini menimpa cewek cafe dapat ditekan seminimal
mungkin," jelas Kertianing. -put, swa

DISCLAIMER: The information contained in this communication is intended solely 
for the use of the individual or entity to whom it is addressed and others 
authorized to receive it. It may contain confidential, legally privileged 
information or otherwise protected by law from disclosure and is intended 
solely for the use of the addressee. If you are not the intended recipient you 
are hereby notified that any disclosure, copying, distribution or taking any 
action in reliance on the contents of this information is strictly prohibited 
and may be unlawful. Unless otherwise specifically stated by the sender, any 
documents or views presented are solely those of the sender and do not 
constitute official documents or views of  PT Apexindo Pratama Duta Tbk. If you 
received this email in error, please immediately notify the sender or our email 
administrator at [EMAIL PROTECTED] and delete it from your system. Thank you.




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Ever feel sad or cry for no reason at all?
Depression. Narrated by Kate Hudson.
http://us.click.yahoo.com/LLQ_sC/esnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke