Tulisan yang sangat menarik, juga dari sisi falsafah, ilmiah dan 
budaya.

Budaya jawa telah terpateri dengan pendirian kerajaan Hindu pertama 
di tanah ini, pada abad ke 7 Masehi. bayangkan, dari saat itu, sampai 
masuknya Islam dan agama Barat ke Jawa, mereka adalah penganut dan 
pembudaya agama Hindu-Buddha,yang adalah 100% budaya India.

Ini merasuk sampai bahasa, tulisan, busana, sendra tari, seni 
bangunan, kesusastraan, falsafah, jangan tanya agama dan ritual.

Jadi pengertian "Jawa" dalam arti budaya dan falsafah adalah sama dan 
sebangun dengan budaya Hindu Buddha. Manusia Jawa adalah pada 
hakekatnya lebih Hindu Buddha daripada agama budaya lain, yang hanya 
masuk sebagai kulit. 

Tak heran, bagi beberapa khalayak, pengertian Kejawaan, lebih dalam, 
daripada bentuk kepermukaan yang ditampilkan sekarang.
beberapa tahun belakang ini, ada gejala pengIslaman masyarakat Jawa, 
yang terutama terjadi pada generasi yang masih muda (dibawah 40 
tahun). namun, apalah ini, dibandingkan dengan masa pembentukan 
jatidiri manusia Jawa sejak abad ke VII?

Sejak musnahnya secara resmi agam dan kepercayaan leluhur manusia 
Jawa, tak lagi kita lihat performance budaya atau falsafah yang layak 
dikagumi. Tinggallah sisa masa lalu, Borobudur, Prambanan, wayang, 
tarian, bahasa Jawa kuno, gamelan..

Juga kerajaan kerajaan yang meNusantara, digantikan dengan wilayah 
feudal kecil kecil, yang menamakn diri Mataram dan lain lain..

Salam

Danardono

--- In ppiindia@yahoogroups.com, "Ambon" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> http://www.suaramerdeka.com/harian/0510/05/nas07.htm
> 
> Hikmah Ramadan
> Puasa Orang Jawa
>        
>       SM/dok  
>      
> Oleh: Abdul Djamil 
> 
> KALAU ditanya mengenai sembahyang, dia segera menjawab masih bolong-
bolong alias belum sepenuhnya bisa melaksanakannya lima waktu sehari 
semalam. Apakah tidak merasa dosa? Dia pun menjawab dengan tegas ya, 
tetapi memang kemampuannya baru segitu mau apa. 
> 
> Baginya, Tuhan itu bukan tipe pendendam hingga orang yang masih 
berlepotan dosa seperti dia masih bisa berharap masuk surga bersama 
dengan yang lain. Siapa tahu karena keikhlasan dan kepasrahannya 
justru bisa masuk surga mendahului ahli ibadah yang sombong. 
> 
> Ini semua adalah rahasia Illahi yang tidak bisa diketahui saat ini 
dan di sini. Usut punya usut ternyata teman kita ini sudah telanjur 
tidak hafal bacaan shalat dan baca fatihah pun hanya hafal separo 
sehingga setiap shalat selalu merasa ada yang nggak beres dengan 
bacaannya. Baginya, shalat menjadi sesuatu yang membebani ketimbang 
sebuah ''pertemuan'' dengan Tuhan yang selalu dirindukan.
> 
> Menjelang Ramadan, tak lupa dia ikut mempersiapkan diri dengan 
aktivitas yang lazim dilakukan orang Jawa. Dia pun ziarah ke kubur 
leluhurnya dan tak lupa membawa sekeranjang bunga, meski saat di 
makam hanya lihat-lihat saja dan tak membaca apa-apa. La wong nggak 
bisa baca doa, sedangkan doa yang tak pakai bahasa Arab dikiranya tak 
afdhal. 
> 
> Dia hanya tunjuk sana sini ke makam kerabat kepada anak-anaknya 
sambil sesekali memetik daun kamboja untuk mengisi kekosongan, supaya 
tak ketahuan dia tak pandai memanjatkan doa. Dalam perjalanan pulang, 
tak lupa mampir toko busana muslim untuk beli baju takwa dan peci 
serta sorban ala Yassir Arafat, buat jaga-jaga kalau ada yang ngajak 
tarawih keliling atau kebagian giliran menerima pengajian selama 
Ramadan. Minyak Hajar Aswad pun dibeli supaya tampil lebih nges 
sebagai wak haji yang ke sana-kemari menebarkan aroma Arabia.
> 
> Kini, puasa benar-benar datang dan dia segera memasuki ''dunia 
lain'', sebuah dunia yang sakral penuh keutamaan dan penuh larangan. 
Pintu neraka dikunci rapat, pintu surga dibuka lebar, dan setan 
dibelenggu kuat-kuat. Hari-hari yang biasanya diisi dengan kesibukan 
kerja hingga menjelang senja tiba-tiba diperpendek hingga siang dan 
penampilannya yang sehari-hari sangat energik tiba-tiba dibikin 
setengah loyo untuk memberi penghormatan pada hari pertama puasa. Tak 
lupa ke sana-kemari selalu meludah untuk memberi kesan puasanya benar-
benar murni tak menelan apa pun, termasuk ludahnya sendiri. 
> 
> Betapa puasa memang harus menahan lapar dan dahaga sehingga perut 
terasa melilit dan kerongkongan terasa lengket dari fajar hingga 
magrib tiba. Perjuangan hari pertama itu pun akhirnya dimenangkan 
sehingga saat seteguk teh hangat membasahi kerongkongannya di kala 
beduk magrib, membuatnya merasa telah menaklukkan dorongan nafsunya 
di bulan yang penuh berkah itu. Belum selesai dia ''balas dendam'' 
melahap hampir separo makanan di meja, panggilan azan sudah datang 
dan dia pun bergegas untuk berdesakan mencari saf terdepan shalat 
tarawih bersama pejabat lainnya. Ketika sang imam memimpin niat puasa 
untuk esoknya pertanda tarawih telah selesai, dia pun ikut menirukan 
dengan nyaring nawaitu sauma ghodin an adaíi fardi syahri romadhona 
hadhihissanati lillahi taíala. Soal besoknya puasa lagi atau tidak, 
itu urusan lain. Pokoknya hari ini gendang sudah dibuka dengan puasa 
betulan, tarawih betulan, dan niat betulan. Hari-hari berikutnya 
adalah urusan tersendiri yang hanya diketahui dirinya sendiri. Yang 
penting anak tak boleh tahu bahwa puasanya bolong-bolong, nggak utuh. 
Malah kalau perlu anaknya dibentak untuk berpuasa sebulan penuh dan 
tak lupa mendatangi TPQ serta rajin membaca Alquran, supaya kalau dia 
mati ada yang membacakan Yasin, tahlil, dan doa. 
> 
> Jadi, dalam hal ini anak dipandang sebagai human capital 
untuk ''meringankan'' pertanggungjawaban kelak di alam kubur . Dia 
tak pernah lupa akan hadis Nabi tentang anak sholeh yang bisa 
meringankan derita melalui doa-doanya. Lantunan bacaan Alquran saat 
anaknya tadarus di rumah menjelang buka terasa sebagai embun yang 
menetes di kala kemarau panjang, demikian pula ketika anaknya 
mengawali buka puasa dengan doa ''Allahumma laka sumtu wabika amantu 
waíala rizkika aftartu..'', lalu minum es cendol lengkap dengan 
kelapa muda dan sirup. 
> 
> Dia pun ikut berbuka sekadar toleran meramaikan meja makan, meski 
selera makannya agak turun la wong habis makan siang di warung sate 
kesukaannya. Lo puasanya kok bolong, juga kayak shalatnya. Nah, 
itulah snapshot dari pernik-pernik masyarakat kita menyongsong bulan 
mulia ini. Tak semuanya mampu puasa kayak pak ustad dan lainnya yang 
beruntung.
> 
> Inilah orang yang blaka suta menyatakan dirinya Islam luar- dalam, 
mau membela kehormatan agamanya, tetapi soal ibadah rutin masih belum 
dapat melaksanakannya secara maksimal. Apakah nanti akan mengganti 
puasanya yang bolong di hari lain? Ya, Wallahu alam, karena membayar 
utang itu lebih berat rasanya kecuali ada ustad yang saying pada 
mereka dan menuntunnya dengan sejuk dan damai hingga dia 
merasa ''dicuci'' bukan dicaci, merasa dididik bukan dihardik. 
> 
> Bedug Tiba
> 
> Tetangga sebelahnya yang juga orang Jawa tulen, tak henti-hentinya 
memutar tasbih selepas shalat ashar hingga kepalanya terlihat geleng-
geleng kanan kiri mengikuti ritme zikir Nafi isbat (lailaha ilallah). 
Gerakan ritmik ini diakhiri dengan doa panjang berbahasa Arab fasih 
hingga mirip syekh Arab di kawasan Misfalah Makah. Begitu bedug 
magrib tiba, diambilnya sebuah korma ajwa (kurma Nabi) diikuti doa 
berbuka, lalu seteguk teh hangat sekadar membasahi kerongkongan. Dia 
segera beranjak mengambil sajadah untuk shalat magrib hingga anak-
anaknya pada gerundelan tak berani menyentuh makanan, karena sang 
ayah belum selesai salat dan doa.
> 
> Kenapa orang Jawa bisa macam-macam ekspresi keislamannya hingga 
mengesankan cara menjadi Islam itu pun bisa macam-macam. Tak usah 
heran, kalau mau melihatnya dari tesis trikotomi Islam santri, 
priyayi, dan abangan ala Geertz dalam The Religion of Java. Variasi 
keislaman sebagai akibat dari budaya lokal akan makin banyak, meski 
hal-hal yang fundamental tetap tak akan bergeser. Di era yang serba 
digital dan serba IT, ibu-ibu banyak kehilangan kesempatan untuk 
hadir pada acara-acara bersama yang bersifat kumunal mulai dari 
pengajian kampung, yasinan, tahlilan hingga istighotsah kubra. Dakwah 
tak lagi harus mendatangi ustad atau kiai karena telah disorongkan ke 
depan mata melalui tayangan ''Rahasia Illahi'', ''Takdir 
Illahi'', ''Kesaksian'', ''Tawakal'', dan lain-lain. Ini juga varian 
lain dari ekspresi Islam di tengah kemajuan teknologi informasi.
> 
> Ibu setengah baya itu tak pernah bergeming mengikuti kuis Ramadan 
yang menjanjikan sejumlah hadiah itu. Inilah yang menjadi biang kerok 
sehingga sering terlambat menyiapkan makan sahur untuk suami dan 
anaknya. Tadarus yang dulu menjadi kebiasaannya menanti subuh lambat-
laun telah ditukar dengan kuis Ramadan dan ''dakwahnya'' para pelawak 
kondang. Snapshot ini hanyalah sebuah representasi dari dinamika 
perubahan masyarakat yang terkait dengan tradisi keagamaan akibat 
proses komunikasi yang diwarnai dengan elektronisasi dan tivinisasi. 
> 
> Tadarus (membaca Alquran) merupakan amal yang dianjurkan 
sebagaimana diperlihatkan oleh Nabi dan sahabatnya. Dia segera 
menjadi bagian dari kegiatan Ramadan di berbagai masjid dan surau di 
negeri kita ini. Di kalangan santri sering menjadi landmark yang 
menandai suasana Ramadan dan sering dijadikan sebagai ajang uji 
publik kemampuan membaca Alquran seseorang. Siapa yang menolak 
giliran membaca akan dicap abangan atau priyayi. Saat itu tentu saja 
tidak banyak orang yang menolak giliran membaca, karena memang 
pembelajaran Alquran terjadi secara massive mulai dari surau di desa 
sampai ke lingkungan keraton. Anak-anak dibiasakan untuk pagi sekolah 
umum, sore sekolah Arab, malamnya ngaji di surau sehingga ketika 
menjadi insinyur pun masih pandai membaca Alquran, dan tak lupa akan 
irama beduk di masjid kecamatan. 
> 
> Puasa bagi orang Jawa bukan sesuatu yang asing, karena hidupnya 
banyak dijejali oleh kultur menderita dan tirakat untuk kebahagiaan 
di masa yang akan datang. Kisah Bima dalam jagad Jawa yang telah 
muncul sebelum islamisasi Nusantara ini, tidak jauh berbeda dari 
perjalanan spiritual pencari hakikat dalam Islam menghadapi godaan 
dan rayuan yang harus diatasi dengan latihan rohani atau tirakat 
menahan nafsu. Ini dilakukan dengan jalan puasa, yang isinya menahan 
diri dari godaan menuju kejernihan batin untuk meraih kemenangan saat 
Idul Fitri nanti. 
> 
> Tirakat itu pada hakikatnya adalah kesadaran dan kesengajaan untuk 
bersusah-payah atau sebuah perlawanan terhadap dorongan batin 
(desire) yang lazim ada dalam berbagai kehidupan spiritual. Jika 
orang ingin mencapai keunggulan batin seperti Panembahan Senapati di 
Mataram, maka diperlukan perlawanan terhadap nafsu (kapati amarsudi, 
sudaning hawa lan nepsu) atau sikap Yudistira yang tidak kumantil 
(terikat) pada apa saja yang dimilikinya, karena hakekat hidup 
hanyalah sebuah titipan yang harus dipelihara dengan baik, demikian 
juga harta (nyawa gaduhan, banda sampiran) yang harus dipelihara 
dalam waktu sekejap (sak derma mampir ngombe). Di sinilah puasa 
memang menjadi ajang untuk evaluasi diri, kita ini siapa dan akan ke 
mana akhirnya. Kalaulah kita sadar perjalanan akhir kita, maka laku 
tirakat menjadi keniscayaan yang kita terima tanpa merasa sebagai 
beban dan puasa menjadi nikmat. Wallahu aílam. (46t)
> 
> - Penulis adalah Rektor IAINWalisongo Semarang
> 
> Bulan Sabar dan Rizki
> 
> DALAM khotbahnya di hari terakhir bulan Sya'ban, Rasulullah Saw 
mengatakan, ''Ramadan adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu 
pahalanya adalah surga. Ramadan adalah bulan memberi pertolongan dan 
bulan Allah menambah rizki bagi orang-orang mukmin. Barangsiapa 
memberi makanan berbuka kepada seseorang yang berpuasa, yang demikian 
itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dari neraka.'' 
(HR Ibnu Khuzaimah) 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Kirim email ke