apakah ini bentuk prostitusi yang dihalalkan oleh agama?
  dalam prakteknya perempuan2 ini menjual dirinya, gak ada bedanya dengan psk2 
yang sering ditangkap ato kadang "dipake" juga sama kamtib n polisi, teori ini 
bisa dipake juga buat psk2 yg sering ditangkep..drpd masuk kurungan n rehab 
mending pake teori kawin kilat ala cisarua...btw jadi pengen tau perbuatan kyk 
gini dianggap dosa gak? dilihat dari sudut moral dapat diterima gak?
   
  dengan berkedok formalitas n kehalalan perbuatan yg di legalkan oleh agama...
   
  btw ada yg mau volunteer for fighting this crime..?

RedTOLERANSI <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          RRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Komentar:
========

No Comment . . .
(Bukan berarti Masabodoh)

RedTOLERANSI.RRRRRRRRRRRRRR

Nikah Kilat Ala Cisarua

[image: Berstatus Istri Untuk Dua Hari (Dok. GATRA/Ilustrasi Foto)]"Saya
nikahkan Saudari Lilis binti Mulyana dengan maskawin 2 juta rupiah dibayar
kontan," Jamal, 24 tahun, bukan nama sebenarnya, mengucapkan lafaz ijab
kabul kepada Ibrahim, 55 tahun, sembari menjabat erat tangannya.

"Saya terima nikahnya Lilis binti Mulyana dengan maskawin 2 juta rupiah
dibayar kontan," Ibrahim pun langsung menimpali dengan lancar. Maklum saja,
secarik teks berisi lafaz ijab kabul berbahasa Indonesia tergeletak di
depannya.

Ini bukan prosesi pernikahan biasa. Ibrahim, lelaki asal Arab Saudi itu,
sedang melangsungkan pernikahan kontrak dengan Lilis, 23 tahun, bukan nama
sebenarnya, asal Sukabumi, Jawa Barat.

Bertempat di sebuah vila di kawasan Puncak, Bogor, pernikahan yang terjadi
setahun lalu itu hanya berlangsung tak lebih dari 15 menit. Tapi itu sudah
cukup untuk meng-"halal"-kan Lilis dan Ibrahim sebagai suami-istri.

Selesai ijab kabul, Ibrahim langsung memboyong Lilis ke penginapannya di
sebuah vila di Jalan Puncak Raya, Cisarua, Bogor. Tapi, sesuai dengan
kontrak sebelum pernikahan, Lilis hanya menjadi "istri" Ibrahim selama dua
hari. Setelah itu, status Lilis "bebas" lagi. Ia bisa kembali mencari
"suami" baru, yakni orang-orang Arab yang ingin menikahinya dalam waktu dan
maskawin tertentu.

"Yang penting bagi saya, orang-orang Arab itu *ngasih* mahar (maskawin)
segede-gedenya," kata Lilis kepada *Gatra*.

Lilis menekuni profesi sebagai "pekerja nikah kontrak" sejak tiga tahun
lalu. Pada 2003, setelah berpisah dari suami pertamanya asal Sukabumi, Lilis
memutuskan menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Riyadh, Arab Saudi. Di sana
ia menikah dengan orang Arab Saudi bernama Faris Ma'tuk Al-Maseri, 40 tahun.

Merasa kurang cocok dengan Faris, Lilis akhirnya pulang ke Indonesia pada
2004. Setelah itu, ia berkali-kali menikah kontrak dengan orang Arab di
Indonesia. Dari Umar, 38 tahun, Abdul Aziz, 35 tahun, Hasan, 40 tahun,
hingga Ibrahim, 55 tahun. Kini, entah kenapa, Lilis kembali lagi ke pangkuan
Faris sebagai pembantu rumah tangga sekaligus istrinya.

"Rasa cemburu antara saya dan istri Faris jelas ada. Tapi saya menikmatinya,
kok," tutur Lilis. "Ya, namanya juga cari duit. Beginilah nasib saya,"
ucapnya, pasrah.

Kekayaan Lilis dari nikah kontrak selama tiga tahun tidaklah sedikit. Saat
ini, ia sudah memiliki empang ikan seluas 70 meter persegi dan sawah
berpetak-petak di kampung halamannya, Babakan Pari, Cisaat, Sukabumi.

Bukan hanya itu, putri kedua dari enam bersaudara ini juga bisa membiayai
kuliah kakaknya di sebuah perguruan tinggi elite di Bandung, sekaligus
merenovasi rumah kedua orangtuanya. Saat *Gatra* berkunjung ke rumah
orangtua Lilis, rumah di atas tanah seluas 200 meter persegi itu tampak
mentereng.

Pengalaman hampir sama dirasakan Marisa, sebut saja begitu. Wanita 30 tahun
asal Cilacap, Jawa Tengah, ini pertama kali menikah dengan orang Arab pada
2004. Namanya Ahmad, 45 tahun, asal Arab Saudi.

Dari Ahmad, Marisa menerima mahar sebesar Rp 3 juta dan nafkah bulanan juga
Rp 3 juta. Sebenarnya Marisa ingin hidup selamanya dengan Ahmad. Tapi,
karena Ahmad memintanya pindah ke Arab Saudi, Marisa menolak. Perjalanan
rumah tangga Ahmad dan Marisa pun berakhir setelah tujuh bulan.

Karena susah mencari pekerjaan, apalagi dengan tiga anak dari dua suami
pribumi sebelum Ahmad, Marisa terjun ke dunia nikah kontrak lagi. Dua tahun
terakhir, Marisa sudah menikah kontrak lebih dari tujuh kali. Persisnya, ia
bahkan lupa.

Buah "kerja" Marisa ini lumayan menggiurkan. Bayangkan, hanya dalam waktu
dua tahun, ia sudah mengumpulkan harta sebesar Rp 100 juta. Rumah senilai Rp
60 juta di Bandung, Rp 30 juta di kampung halaman, plus sepeda motor Honda
Supra Fit di tempat kosnya di daerah Jakarta Timur.

Yang aneh dari Marisa, meski sudah nikah kontrak dengan Ahmad, ia juga
menikah kontrak dengan orang Arab lainnya. Caranya, ketika Ahmad pulang ke
Arab Saudi, ia mencari sampingan dengan menikah kontrak lagi dengan orang
Arab lainnya.

"Saya kan jualan. Jadi, bisa ditawarkan kepada yang lainnya," kata Marisa
sambil tertawa lirih.

Meski orang Arab dikenal tidak romantis, Marisa mengaku merasakan kepuasan
tersendiri. Selain berpostur tinggi-besar, kebanyakan orang Arab selalu *to
the point* dalam soal hubungan intim. Biasanya, kata Marisa, orang-orang
Arab itu meminta dua kali hubungan intim dalam sehari. "Kemesraannya kalah
dengan produk Indonesia," ujarnya.

**

Proses menuju pernikahan kontrak di Cisarua tidaklah rumit. Bisa menempuh
tiga jalur: langsung berhubungan dengan mempelai perempuan, mucikari, atau
melalui calo yang diteruskan ke mucikari. Kesepakatan biasanya terjadi
setelah kedua calon pengantin bertemu membicarakan soal nominal maskawin dan
batasan waktu hidup bersama.

Menurut Linda, 31 tahun, bukan nama sebenarnya, seorang mucikari biasanya
akan mempersiapkan tempat, wali nikah, dua orang saksi, dan bila diperlukan
seorang penghulu untuk prosesi ijab kabul. Acara dilakukan secara diam-diam,
tanpa resepsi dan perhelatan gemebyar lainnya.

Lama rata-rata kawin kontrak itu bisa harian, mingguan, atau bulanan.
Seperti dilakukan Lilis dan Marisa, menurut Linda, semua itu tergantung
keinginan sang wanita Indonesia dan kecocokan orang Arab. Linda adalah
seorang mucikari yang biasa memasok wanita Indonesia untuk orang Arab.

Jumlah maskawinnya pun beragam. Kata Linda, maskawin paling besar bisa
mencapai Rp 10 juta. Tapi, menurut Arnold, 30 tahun (juga bukan nama
sebenarnya), seorang calo nikah kontrak, jumlah maskawinnya bisa mencapai
US$ 2.000. Jumlah yang diterima Lilis dan Marisa, tutur Arnold, termasuk
sangat kecil.

Sepintas, prosesi nikah kontrak ini tak jauh beda dengan nikah permanen.
Syarat nikahnya juga terpenuhi. Selain ijab kabul, ada pula wali, saksi
minimal dua orang, dan mahar yang disepakati. Kalaupun ada yang aneh adalah
soal status walinya.

Dalam nikah kontrak di Cisarua, wali bisa siapa saja. Tak harus saudara
sedarah atau yang punya pertalian hak waris. Yang penting, ada figur "wali"
yang bisa menikahkan mempelai perempuan sudah cukup. Jamal, contohnya,
ternyata tak punya hubungan apa-apa dengan Lilis. Untuk aksi sandiwaranya
itu, Jamal menerima honor Rp 100.000.

Di sini uang lebih berbicara daripada perdebatan soal sah-tidaknya nikah
kontrak atau yang sering disamakan dengan nikah *mut'ah* ini. Linda menilai,
nikah kontrak di Cisarua sudah menjadi sumber penghidupan tersendiri.

Selain Jamal, Lilis, dan Marisa, Linda pun bersemangat mencari uang dari
"bisnis" nikah kontrak ini. Lilis, misalnya, meski tidak menerima utuh, bisa
mendapat setengah dari maskawinnya, yakni Rp 1 juta. Sisanya, sebesar Rp 1
juta juga, dibagi ke Linda. Di sini berlaku sistem "belah semangka" alias
50:50.

Yang menarik, honor untuk wali dan saksi seperti Jamal biasanya dibebankan
pada mempelai laki-laki (orang Arab). Di sini berlaku sistem
untung-untungan. Kalau orang Arabnya sedang jadi "dermawan", seorang saksi
atau wali bisa merima lebih dari Rp 100.000. Sedangkan honor calo lebih
pasti. Ia bisa mendapat setengah dari 50% bagian mucikari.

Terlepas dari itu, menurut Arnold, tidak ada standar baku dalam bisnis nikah
kontrak ini, baik untuk honor saksi, wali, calo, maupun jumlah maskawin yang
harus dibayar orang Arab. "Semua tergantung tawar-menawar," kata Arnold.

Belakangan, ketika nikah kontrak di kawasan Puncak, Cisarua, marak lagi,
polisi pun gerah dan mengamankan puluhan pasangan nikah kontrak.
Pertanyaannya, akankah praktek nikah kontrak ini benar-benar bisa
dihilangkan?

Di tempat kosnya di kawasan Jakarta Timur, Marisa memilih mendekam di rumah.
Sudah sebulan ini ia tidak beroperasi. "Saya masih ngeri. Lebih baik tiarap
dulu," tuturnya.

*Luqman Hakim Arifin dan Deni Muliya Barus*
[*Laporan Khusus*, *Gatra* Nomor 39 Beredar Kamis, 10 Agustus 2006]

[Non-text portions of this message have been removed]



         

                
---------------------------------
Stay in the know. Pulse on the new Yahoo.com.  Check it out. 

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke