Jawa Pos Senin, 15 Februari 2010 ] PDIP-Gerindra Tak Niat Panggil SBY
JAKARTA - Posisi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) benar-benar aman dalam skandal Bank Century. Hampir pasti pansus yang kini memasuki tahap akhir tak akan menyentuh presiden. Dua partai di luar koalisi, yakni PDIP dan Gerindra, ternyata tak berhasrat memintai ketarangan SBY. Dengan peta politik tersebut, praktis hanya Partai Hanura yang memandang perlu mendengarkan kesaksian Presiden SBY. Suara Hanura itu sulit terwujud karena mereka hanya memiliki satu kursi di pansus, yakni Akbar Faisal. Menurut Partai Gerindra, SBY tak perlu dipanggil karena sudah cukup memanggil Jusuf Kalla (Wapres saat itu). ''Apa masih perlu presiden dipanggil. Saya kira belum ada urgensinya,'' kata anggota pansus dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani di Jakarta kemarin (14/2). Saat kebijakan bailout diambil melalui rapat KSSK pada 21 November 2008 dini hari, JK berposisi sebagai acting president. Sebab, SBY tengah berada di Washington DC, Amerika Serikat. ''Penjelasan dari JK sudah cukup mewakili. Ibaratnya, sebagai plt presiden, apa yang dilakukan JK sudah mengekspresikan tanggung jawab presiden,'' ungkap Sekjen DPP Partai Gerindra itu. Anggota pansus dari FPDIP Ganjar Pranowo menuturkan, fraksinya tetap bekerja dalam koridor data, fakta, dan aturan perundang-undangan. ''Jadi, ikuti saja alurnya,'' kata Ganjar. Menurut dia, harus dipisahkan antara keinginan politik yang berujung pada tuduhan politisasi dan fakta-fakta yang memang bisa diungkap. ''Ini harus benar-benar fokus. Jangan sampai semua didorong dan dipancing dalam perdebatan memanggil atau tidak memanggil presiden. PDIP tidak mau terjebak itu. Kalau memang di antara salah seorang kesaksian menunjuk hidung ke sana (presiden, Red), baru dihadirkan.''. (pri/dyn +++ Jawa Pos [ Minggu, 14 Februari 2010 ] SBY Bersih dari Bailout Century yang Sedot Uang Negara Rp 6,7 Triliun Sikap Golkar-PKS Terkait Century JAKARTA - Dua partai politik berpengaruh yang mitra koalisi pemerintah, Golkar dan PKS, menegaskan sikap politiknya terkait posisi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam skandal Bank Century. Berdasar pemeriksaan yang dilakukan pansus, kedua partai itu berpandangan bahwa Presiden SBY sepenuhnya bersih dari bailout yang menyedot uang negara Rp 6,7 triliun tersebut. Bahkan, menurut mereka, tidak ada alasan yang cukup penting bagi pansus untuk mendengarkan kesaksian presiden. Namun, kondisi berbeda bisa saja menimpa Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani. ''Golkar menyimpulkan, tidak memandang perlu bagi pansus memanggil presiden untuk urusan skandal Century. Kami tidak menemukan data-data dan fakta sehingga presiden harus dipanggil ke pansus,'' kata Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso dalam diskusi Ketika Koalisi Pecah di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, kemarin (13/2). Priyo menegaskan, kesimpulan itu bukan hasil negosiasi Golkar dengan SBY. Apa lagi dikaitkan dengan isu yang beredar bahwa Golkar memang mengincar posisi Menkeu Sri Mulyani setelah nanti dilengserkan. ''Tidak ada. Ini hanya masalah tidak menemukan data. Golkar sendiri hormat dan merasa nyaman dengan platform Presiden SBY,'' ujar wakil ketua DPR itu. Dalam diskusi tersebut, turut berbicara Ketua DPP PKS yang juga Ketua FPKS di DPR Mustafa Kamal, Ketua DPP Partai Demokrat Jafar Hafsah, dan pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Bachtiar Effendy. Priyo kembali menambahkan, Presiden SBY dan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie terus membangun komunikasi. Dia mengisyaratkan keduanya sudah bertemu pasca-Ical -panggilan populer Aburizal Bakrie- mengumpulkan para petinggi Golkar yang duduk di pemerintahan dan legislatif di gedung DPR pada Rabu lalu (10/2). ''Keduanya sering komunikasi, rutin komunikasi juga secara fisik,'' kata Priyo yang menolak menjelaskan kapan pastinya pertemuan itu terjadi. Menurut Priyo, SBY dan Ical membicarakan banyak hal. Terutama menyangkut penyelesaian masalah bangsa dan negara, serta membangun ekonomi yang kuat. ''Kami gembira mendapat kesan keduanya ada kedekatan emosional atau personal,'' ujarnya, lantas tersenyum. Persoalan lain yang turut dibicarakan, sambung Priyo, tentunya berkaitan dengan kasus Century. ''Berkaitan dengan pendirian Partai Golkar, mohon dimaklumi peranan instrumen parlemen dari Fraksi Partai Golkar (FPG) untuk menunjukkan kebenaran,'' kata Priyo. Dia menyampaikan, Golkar tetap akan berpegangan pada fakta dan temuan di pansus. Dalam pandangan awal, FPG menyimpulkan bahwa kasus Bank Century merupakan perampokan sistemik. Itu tidak mungkin dilakukan tanpa keterlibatan pejabat otoritas moneter (BI) dan fiskal (Depkeu). ''Pemeriksaan pansus dilihat secara langsung jutaan masyarakat. Makanya, kami tidak akan menghapus beberapa jejak temuan yang kami dapatkan itu,'' ujar Priyo. Priyo menuturkan, partainya mengharapkan bisa mengawal pemerintah dan bergandeng tangan dengan Presiden SBY hingga 2014. Hingga kini, sambung Priyo, Golkar belum yakin bahwa presiden akan melakukan reshuffle terhadap menteri dari beringin karena dianggap membangkang dalam skandal Century. Ketua DPP PKS Mustafa Kemal juga berharap agar koalisi pemerintahan semakin kukuh. Dari hari ke hari PKS semakin meyakini kebijakan SBY sudah tepat dan berhasil membawa bangsa Indonesia keluar dari ancaman krisis. Namun, dalam bailout Bank Century, menurut dia, masih ada persoalan yang harus diselesaikan. Meski begitu, dalam persoalan tersebut, SBY tidak bersalah dan tidak perlu dipanggil pansus. ''Temuan pansus klir, Pak SBY tidak terlibat apa-apa. Kami di koalisi akan menjadi yang terdepan. Pak SBY tidak akan dipanggil parlemen,'' ungkap Mustafa. Bila SBY aman, tidak demikian halnya dengan nama-nama lain, seperti Boediono dan Sri Mulyani. ''Berdasar semua temuan yang semakin dalam dan tajam, kami memang agak sulit menghindari mengarah ke figur-figur tertentu. Bukannya niat pansus menyebut nama, tapi ini fakta yang tidak bisa dimungkiri,'' katanya. Ketua DPP Partai Demokrat Jafar Hafsah kecewa terhadap pandangan Golkar dan PKS. Dia mengingatkan bahwa para anggota koalisi telah membangun komitmen untuk bersama-sama di legislatif membangun pemerintahan yang kuat, stabil, dan efektif. Selain itu, anggota koalisi tidak diperkenankan memberikan support kepada partai-partai yang menyebut dirinya ''oposisi''. ''Apabila ada hal-hal yang sudah tidak proporsional, tidak berimbang cara pandangnya, berkaitan dengan kabinet, Partai Demokrat dapat saja memperbincangkannya (reshuffle, Red). Itu adalah paket koalisi. Bersama fraksi bergabung di legislatif, sementara pemerintah dengan kabinet,'' kata Jafar. ''Kalau sudah tidak ingin bersama, (menteri) kabinetnya seharusnya juga tidak ada,'' imbuhnya. (pri/tof) [Non-text portions of this message have been removed]