Source : AGUS PAMBAGIO (Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen) -detikNews- Jakarta - Meskipun UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah berlaku sejak April 2000, tetapi hak konsumen masih limbung melawan kepentingan ekonomi pelaku usaha. Dari sekian banyak jenis atau sektor usaha, usaha jasa kesehatan merupakan salah satu sektor yang paling parah merugikan konsumen karena bisa fatal akibatnya. Namun konsumen sering tidak merasa kalau dirugikan. Korps Kesehatan, khususnya dokter dan Rumah Sakit (RS), sejak awal merupakan para pihak yang menentang sangat keras pemberlakuan UU No 8/1999 tersebut. Mereka, khususnya dokter, tidak mau dianggap sebagai pelaku usaha. Untuk itulah kemudian mereka ngotot mempengaruhi DPR RI dan pengambil kebijakan untuk membuat sendiri UU yang melindungi mereka dari serangan konsumen, yaitu UU No 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Patut diduga banyak kasus malpraktek Korps Kedokteran yang dilakukan dan merugikan konsumen lewat begitu saja tanpa penyelesaian. Konsumen selalu berada pada posisi lemah karena patut diduga ketidaktahuan konsumen terkait dengan seluk beluk kesehatan dan obat-obatan menjadi penyebab utama. Apapun kata dokter atau RS, konsumen akan mengamini saja demi kesembuhan penyakitnya. Masih lekat di ingatan kita kasus Prita vs RS Omni International yang menghebohkan sepanjang tahun 2009 lalu di mana hak konsumen begitu disia-siakan dengan berbagai alasan, termasuk tidak diberikannya rekam medis saat diminta konsumen. Sesuai Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, rekam medis merupakan hak konsumen atas informasi yang harus diberikan oleh RS kepada pasiennya setelah pasien membayar semua biaya yang diminta oleh RS. Kasus Prita mereda sekarang muncul sekarang kasus AB Susanto (ABS), Managing Partner dari The Jakarta Consulting Group. ABS melawan RS Siloam International, Karawaci. Kasus ini pada akhirnya sudah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 15 Juli 2009 dengan No. 237/Pdt/6/2009/ PN.Jk.Ut. , setelah gagal diselesaikan secara non litigasi. Malpraktek dan Pelanggaran Hak Konsumen Berawal dari rasa nyeri di punggung, ABS pergi ke RS Siloam dan ditangani oleh dokter ahli syaraf EJW. Atas saran dokter, ABS diminta melakukan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mengetahui penyebab rasa nyeri tersebut. Anehnya dalam 3 bulan (periode Desember 2005 - Februari 2006), ABS di-MRI sebanyak 3 kali. Bukan main!! Untuk apa MRI sampai 3 kali? Konsumen benar-benar diperas. Patut diduga malpraktek dimulai ketika ABS didiagnosa spondilitis dan bronchitis akut oleh dokter yang merawatnya dan disarankan untuk menjalani tindakan injeksi cement pada ruas tulang belakang th 7 dan th 8. Menurut dokter yang merawat, tindakan ini untuk mencegah terjadinya fraktur yang dapat mengakibatkan kelumpuhan. Meski keberatan tetapi pada akhirnya ABS menyerah. Setelah dipertimbangkan sampai hampir selama 3 tahun, ABS akhirnya menyerah dan injeksi cement dilakukan pada tanggal 8 Maret 2008. Harapannya supaya gangguan punggungnya cepat hilang. Harapan tinggal harapan. Malang bagi ABS, setelah tindakan selesai dan siuman dari anestesi total, bukannya sakit punggungnya hilang tetapi tungkai kiri lumpuh total dan komplikasi lainnya. Padahal sebelum dilakukan tindakan, ABS masih dapat berjalan normal bahkan berolah raga. Malangnya pasca tindakan, dokter yang menangani tak kunjung muncul. Yang jelas konsumen meskipun tidak sembuh bahkan lumpuh, masih harus membayar puluhan juta untuk tindakan yang membunuh masa depan konsumen. Menurut ABS, pasca tindakan baru diketahui bahwa dokter yang melakukan tindakan patut diduga bukan dokter yang selama ini melakukan pemeriksaan dan menyarankan untuk tindakan injeksi cement. Jadi tambah lengkaplah penderitaan konsumen. Jangankan dokter bersangkutan memberikan ganti rugi, diminta untuk bertemu saja menghilang dan tidak mengaku kalau bukan dia yang melakukan tindakan. Untuk menyelesaikan kasus ini tampaknya beberapa langkah sudah dilakukan oleh ABS, termasuk ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), Ombudsman RI dan mensomasi RS Siloam. Namun seperti biasa arogansi Korps Kesehatan tidak berubah dan penyelesaian tak kunjung tuntas. Setelah tidak ada penyelesaian yang baik dari pihak RS Siloam, maka ABS melalui pengacaranya telah mendaftarkan gugatan perdata kepada RS Siloam di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 15 Juli 2009 lalu. Jadi patut diduga malpraktek kedokteran tidak pandang tingkat sosial dan ekonomi konsumen. Jika ada kesempatan, konsumen harus dapat diperas habis dengan dalih kesembuhan. Banyak cara akan dilakukan Korps Kesehatan untuk memeras konsumen, seperti meminta konsumen melakukan CT Scan atau MRI meskipun seharusnya cukup dengan tindakan rontgen. Jangan-jangan sakit panu pun harus di-MRI. Pemberian obat paten (bukan generik) yang mahal dengan dalih agar cepat sembuhpun wajib ditelan konsumen. Rawat inap diperlama meskipun sudah bisa pulang juga harus diterima konsumen, dsb. Yang terpenting bagi Korps Kesehatan adalah modal membangun RS dan membeli perlengkapan kesehatan modern cepat balik dan untung besar. Patut diduga dalam kasus ABS ini selain malpraktik juga terjadi pelanggaran hak-hak konsumen sesuai dengan UU No. 8/1999. Yang Harus Dilakukan Konsumen Selain menuntut langsung RS Siloam International, Karawaci, ABS sebaiknya juga menuntut Menteri Kesehatan dan Menteri Perdagangan karena telah melakukan pembiaran hukum. Kedua menteri pasti tahu dan paham bahwa Korps Kesehatan telah beberapa kali melakukan pelanggaran hak konsumen tetapi kedua menteri diam saja. Seharusnya Menteri Kesehatan mengambil tindakan tegas terhadap dokter yang telah melakukan pelanggaran hukum atau malpraktik setelah mendengarkan kesaksian MKDKI dan terbukti merugikan konsumen. Demikian pula dengan Menteri Perdagangan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, seharusnya dapat memberi sanksi tegas sesuai Pasal 60 ayat (1) UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jika para menteri terbukti melakukan pembiaran, maka Presiden harus segera mengambil tindakan tegas sesuai dengan program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu dalam penegakan hukum di Indonesia. Jangan biarkan konsumen menjadi perasan terus menerus. Konsumen sedang sakit, ingin mencari kesembuhan dan telah bersedia membayar seluruh biaya kesehatan. Seharusnya konsumen mendapatkan pelayanan yang prima dari Korps kesehatan, bukan diperdaya. Untuk Pak ABS, semoga cepat sembuh dan selamat memperjuangkan haknya sebagai konsumen jasa kesehatan. Lebih Bersih, Lebih Baik, Lebih Cepat - Rasakan Yahoo! Mail baru yang Lebih Cepat hari ini! __________ Information from ESET NOD32 Antivirus, version of virus signature database 4907 (20100302) __________ The message was checked by ESET NOD32 Antivirus. http://www.eset. com __________ Information from ESET NOD32 Antivirus, version of virus signature database 4907 (20100302) __________ The message was checked by ESET NOD32 Antivirus. http://www.eset. com [Non-text portions of this message have been removed]