Senin, 06/09/2010 13:03 WIB

        Kritik SBY di Opini Kompas, Anggota TNI AU akan Diberi Sanksi


        
                Indra Subagja - detikNews
          
        
        

                        
                Jakarta
- Mabes TNI AU akan memberi sanksi kepada Adjie Suradjie atas tulisan
opininya di Kompas hari ini yang mengkritik kepemimpinan Presiden SBY.
TNI menilai tulisan Adjie yang mengatasnamakan 'Aggota TNI AU' di
halaman 6 tersebut melanggar etika.

"Secara
etika tidak dibenarkan seorang anggota TNI AU mengkritik panglima
tertingginya," kata  Kapuspen TNI AU Marsma Bambang Samoedro saat
dihubungi detikcom, Senin (6/9/2010).

Menurut Bambang, Adjie
kini berpangkat kolonel dan bertugas di Dinas Kepersonaliaan Mabes TNI
AU. Yang menjadi sorotan dan masalah, kata Bambang, adalah pencatuman
identitas Adjie sebagai anggota TNI AU. 

Menurut dia,
pencantuman identitas 'Anggota TNI AU' tersebut melanggar kode etik.
Berbeda halnya kalau Adjie mengatasnamakan secara pribadi. "TNI AU akan
membicarakan ini dan akan ada sidang kode etik. Nanti akan ada sanksi,"
imbuh Bambang.

Dalam tulisannya di opini Kompas edisi Senin
(6/9/2010), Adjie menguraikan mengenai seorang pemimpin ideal dengan
upaya pemberantasan korupsi yang tak kunjung tuntas. Dia menulis
Indonesia sudah dipimpin oleh 5 presiden yang masing-masing mempunyai
ciri kepemimpinan tersendiri.

Mulai dari Soekarno sebagai bapak
proklamator, Soeharto sebagai bapak pembangunan dan perbaikan kehidupan
sosial, Habibie dengan teknologinya, Gus Dur dengan pluralisme dan
egalitarianismenya, dan Megawati sebagai peletak dasar demokrasi, ratu
demokrasi, hingga SBY yang kini menjabat.

"Namun sayang hingga
presiden ke-enam (SBY) ada hal yang buruk yang belum berubah yaitu
perilaku korup para elite negeri. Akankan korupsi menjadi warisan
abadi? Saatnya SBY menjawab," tulis Adjie.

Adjie juga mengkritik
dengan jargon kampanye SBY  'Bersama Kita Bisa' pada 2004 dan
'Lanjutkan' pada 2009. Semestinya tidak hanya sekedar jargon, tetapi
SBY bisa mengimplementasikan penegakan hukum secara proporsional di
masa pemerintahannya.

"Artinya apabila pemerintahan SBY berniat
memberantas korupsi seharusnya flat justisia pereat mundus, hendaklah
hukum ditegakkan," tulis Adjie.

Dalam tulisannya Adjie juga
menguraikan mengenai perlunya keberanian seorang pemimpin dalam
mengambil keputusan. Menurut dia, seorang pemimpin tanpa keberanian
bukan pemimpin sejati. Keberanian muncul dari kepribadian kuat,
sementara keraguan datang dari kepribadian yang goyah.

"Korelasinya
dengan keberanian memberantas korupsi, SBY yang dipilih 60 persen
rakyat kenyataannya masih memimpin seperti sebagaimana pemimpin yang
dulu pernah memimpinnya," terang Adjie.

Di dunia ini, lanjut
Adjie, terdapat pemimpin yang berani mengambil keputusan berisiko demi
menyejahterakan rakyatnya. Mereka adalah Presiden Eva Morales
(Bolivia), Ahmadinejad (Iran), dan Hugo Chavez (Venezuela).

"Oleh
karena itu di sisa waktu pemerintahannya dengan jargon reformasi
gelombang kedua, SBY bisa memberikan pencerahan, artinya pencanangan
pemberantasan korupsi bukan sekedar retorika politik untuk menjaga
komitmen dalam membangun citranya," tulis Adjie.  (ndr/asy)
                


 



  






      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke