http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=194433

Sabtu, 22 Okt 2005,

Pemberantasan Korupsi Apa Adanya 
Oleh Emerson Yuntho *


Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil 
presiden RI menggantikan pasangan Megawati-Hamzah Haz bagi sebagian besar 
masyarakat merupakan angin segar dan harapan bagi upaya penegakan hukum dan 
pemberantasan korupsi di negeri ini. 

Tak lama setelah pembacaan sumpah jabatan 20 Oktober 2004, Presiden Susilo 
Bambang Yudhoyono mengucapkan enam janjinya. Enam janji presiden itu, antara 
lain, pertama, akan berupaya keras membentuk pemerintahan yang bersih dan baik 
(good governance) serta tanggap pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat. 

Kedua, dalam beberapa bulan mendatang, pemerintahan akan mencurahkan perhatian 
untuk menata masalah-masalah di dalam negeri. Ketiga, pemerintah secara aktif 
akan melancarkan program pemberantasan korupsi yang bakal dipimpin langsung 
oleh presiden. 

Keempat, pemerintah akan memprioritaskan dan menata kebijakan di bidang 
pendidikan dan kesehatan. Kelima, pemerintah melakukan dialog intensif dan 
konstruktif dengan pelaku-pelaku ekonomi, terutama dunia usaha, termasuk 
investor yang diharapkan bisa menjadi motor penggerak ekonomi. 

Keenam, pemerintah akan memberi perhatian khusus pada desentralisasi dan 
otonomi daerah untuk menjamin pelayanan yang lebih baik.

Di antara sekian janji manis yang diucapkan presiden itu, yang perlu dicermati 
dan ditagih adalah janji ketiga yang menyatakan akan memimpin langsung upaya 
pemberantasan korupsi. 

Selain penyataan tersebut, ada sejumlah janji pasangan SBY-Kalla soal penegakan 
hukum dan pemberantasan korupsi yang pernah dinyatakan selama masa kampanye 
presiden dan wakil presiden. Di antaranya, memperkuat upaya pemberantasan KKN 
dan kronisme, pemberantasan KKN dan kronisme harus dimulai dari pejabat 
tertinggi, akan meningkatkan anggaran untuk penegakan supremasi hukum, akan 
mengefektifkan kinerja lembaga seperti KPK dan BPK dalam membersihkan aparatur 
negara. 


Tidak Menggembirakan

Namun, apa yang dijanjikan SBY ternyata hasilnya tidak menggembirakan seperti 
yang diharapkan, bahkan terkesan apa adanya. Dalam penanganan perkara korupsi, 
tim pertama yang dibentuk pada masa pemerintahan SBY adalah Tim Pemburu 
Koruptor. 

Selain memburu 13 terpidana dan tersangka korupsi yang kini bebas di luar 
negeri, tim itu berupaya mengembalikan aset-aset milik negara yang dibawa 
koruptor kabur ke luar negeri. 

Hingga saat ini, Tim Pemburu Koruptor belum berhasil menangkap satu pun 
koruptor yang kabur ke luar negeri. Satu sen pun uang korupsi juga belum 
berhasil dikembalikan ke dalam negeri. Hasil yang dicapai baru sebatas komitmen 
dari dua negara (Swiss dan Hongkong) untuk mengembalikan aset negara yang 
dibawa kabur koruptor. Timtastipikor yang diketuai Hendarman Supandji yang juga 
JAM Pidsus Kejaksaan Agung juga belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. 

Selama lima bulan kerja, di antara beberapa kasus korupsi yang ditangani 
Timtastipikor, baru satu kasus korupsi yang berhasil dilimpahkan ke pengadilan, 
yakni kasus korupsi Dana Abadi Umat Rp 684 miliar di Departemen Agama yang 
melibatkan Taufik Kamil dan mantan Menteri Agama Said Agil Husein al-Munawar. 
Beberapa kasus korupsi lainnya masih dalam tahap penyelidikan dan penyidikan. 

Abdul Rahman Saleh selaku jaksa agung yang diharapkan menjadi ujung tombak 
pemberantasan korupsi di pemerintahan SBY hingga setahun juga masih jauh dari 
harapan. 

Dalam evaluasi kinerja setahun Kejagung (14 Oktober 2005) dilaporkan bahwa 
selama setahun ini Kejagung menerima pengaduan 811 kasus korupsi. Di antara 
total 1.336 perkara, 525 perkara sudah disidik. Sebanyak 450 perkara bisa 
dituntaskan dan 15 perkara dihentikan.

Dari jumlah tersebut, ternyata tidak banyak kasus korupsi kelas kakap yang 
berhasil dilimpahkan ke pengadilan. Perkara yang saat ini telah memasuki 
persidangan hanyalah kasus korupsi penyaluran kredit mantan Direktur Bank 
Mandiri ECW Neloe, I Wayan Pugeg, dan M. Sholeh Tasripan serta kasus korupsi 
APBD Provinsi Banten tahun 2003 yang melibatkan Gubernur Banten Djoko Munandar. 

Sementara itu, kasus korupsi seperti kasus BLBI maupun kasus yang melibatkan 
pejabat publik lainnya seperti mantan Presiden Soeharto yang mandek di 
kejaksaan selama beberapa tahun tidak tersentuh sama sekali. 

Target Kejaksaan Agung untuk membuka kembali kasus korupsi yang pernah di SP3 
juga tidak maksimal. Dari lima SP3 yang rencananya dikaji ulang dan dibuka 
kembali, baru satu kasus yang akhirnya dilanjutkan, yaitu kasus korupsi di 
Lemigas yang melibatkan Bambang Pujianto dengan nilai kerugian sekitar Rp 7,1 
miliar. 

Pengkajian kasus korupsi TAC yang melibatkan Ginandjar Kartasasmita hampir 
setahun berjalan berlarut-larut. Selain itu, tiga perkara korupsi (Prajogo 
Pangestu, Sjamsul Nursalim, dan Tanri Abeng) bahkan tidak jelas apakah dikaji 
ulang atau tidak.


Pengganti 

Selain persoalan penanganan kasus korupsi, salah satu masalah yang muncul di 
lingkungan kejaksaan adalah perihal ketidakjelasan mengenai uang pengganti 
dalam perkara korupsi. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution 
dalam Sidang Paripurna DPR di gedung DPR RI Jakarta, Selasa (20 September), 
menyatakan bahwa eksekusi terhadap hukuman uang pengganti atas kerugian negara 
dalam perkara pidana korupsi, yang ditetapkan pengadilan senilai Rp 6,67 
triliun selama tahun anggaran 2004 dan dikelola Kejaksaan Agung, hingga kini 
belum berhasil ditagih alias tidak jelas lari ke mana. 

Berdasar Laporan Kerja Kejaksaan Agung dengan Komisi III DPR RI, 1 September 
2005, dari total Rp 5, 317 triliun, hanya Rp 500 juta atau kurang dari 1 persen 
yang berhasil dieksekusi kejaksaan. 

Agenda pemberantasan korupsi yang digagas pemerintahan SBY-Kalla ternyata juga 
tidak seluruhnya didukung jajaran di bawahnya, termasuk para menteri anggota 
Kabinet Indonesia Bersatu. 

Buktinya, dari 36 pejabat di Kabinet Indonesia Bersatu, hanya beberapa menteri 
yang dinilai serius membersihkan praktik korupsi di lingkungan departemennya 
dan telah melaporkan ke kejaksaan dan Timtastipikor. Yaitu, Menteri Negara BUMN 
Sugiharto yang telah melaporkan 16 BUMN yang terindikasi korupsi kepada 
Tiimtastipikor dan Menteri Pertanian Anton Aprijantono yang telah melaporkan 
dugaan korupsi di Departemen Pertanian (Deptan) senilai Rp 733 miliar kepada 
Kejaksaan Agung. Selebihnya tidak jelas. 

Tidak bisa tidak, untuk mendapatkan dukungan masyarakat, SBY harus melakukan 
perubahan besar, khususnya meninjau kembali kebijakan pemberantasan korupsi, 
yang pernah dihasilkan setahun lalu. Harus ada strategi dan prioritas yang 
jelas serta terobosan-terobosan hukum agar kebijakan mengenai pemberantasan 
korupsi dapat terlaksana. 

SBY juga harus memberikan perhatian lebih terhadap pembenahan institusi penegak 
hukum (kepolisian dan kejaksaan). Sebab, kedua institusi itu merupakan tulang 
punggung pemerintah dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Sebab, 
selama kinerja aparat penegak hukum masih buruk dan korup, jangan berharap 
agenda pemberantasan korupsi akan berhasil. 
* Emerson Yuntho, anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) di 
Jakarta


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke