http://www.indomedia.com/bpost/032007/12/opini/opini1.htm

Menyelamatkan Hutan Yang Tersisa
(Refleksi Menyambut Hari Bhakti Dephut)

Sementara itu analisis World Bank, setelah hutan alam di Sumatera, hutan alam 
di Kalimantan akan habis pada 2010. 

Oleh: Alip Winarto SHut
Staf Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kalsel

Proses berlangsungnya kehidupan manusia sangat bergantung pada bumi dengan 
berbagai sumberdaya yang dimilikinya baik hayati maupun nonhayati, yang ada di 
permukaan maupun terkandung di dalamnya. Bumi, ditakdirkan Nya untuk 
menyediakan syarat bagi berlangsungnya kehidupan manusia.

Meskipun ilmu dan teknologi berkembang pesat, begitu juga dengan berbagai 
eksperimen dan rekayasa teknologi yang memberikan sinyal bahwa manusia bisa 
hidup di planet lain, tetapi bumi tetap menjadi tempat hidup paling ideal bagi 
manusia. Oleh itu karena itu, memanfaatkan sumberdaya yang ada di bumi dalam 
mendukung berlangsungnya kehidupan harus hati-hati, agar bumi tetap menjadi 
tempat hidup yang ideal bagi manusia.

Sumber daya hutan (SDH) memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan bumi, 
sebagai penyedia syarat untuk berlangsungnya kehidupan. Hutan merupakan 
produsen oksigen terbesar, paru-paru dunia, pengatur tataair, penyedia bahan 
baku bagi industri perkayuan, sumber penghidupan sebagian masyarakat. Banyak 
lagi peran SDH yang sangat vital dan tidak bisa tergantikan oleh sumberdaya 
lain. Oleh karena itu, SDH merupakan salah satu sektor terpenting yang perlu 
mendapatkan perhatian khusus. Indonesia, merupakan negara yang memiliki hutan 
cukup luas yaitu sekitar 120 juta hektare, atau sekitar 63 persen luas 
daratannya.

SDH Indonesia yang konon memiliki keanekaragaman sumberdaya hayati cukup 
tinggi, saat ini keadaannya cukup memprihatinkan. Semakin tingginya kerusakan 
hutan Indonesia, menyebabkan terancamnya peran vital SDH bagi kehidupan manusia 
yang tidak bisa tergantikan dengan sumberdaya lain. MS Ka'ban (2005) 
mengemukakan, hutan alam Indonesia yang kayunya ditebang mencapai 59,3 juta 
hektare dari total luas hutan 120 juta hektare. Sedangkan laju kerusakannya 
mencapai 2,8 juta hektare per tahun dengan kerugian mencapai 41 triliun rupiah. 
Kalau tidak dihentikan, pada 2015 seluruh hutan alam Indonesia punah. Hutan 
yang rusak seluas 59,3 hektare itu, akibat proses penebangan dan pengrusakan 
selama 30 tahun.

Sementara itu analisis World Bank, setelah hutan alam di Sumatera, hutan alam 
di Kalimantan akan habis pada 2010. Menurunnya kuantitas dan kualitas SDH 
disebabkan oleh eksploitasi berlebihan baik yang bersifat legal maupun illegal. 
Kerusakan SDH juga disebabkan aktivitas perambahan hutan, perladangan berpindah 
dan kebakaran. Konversi kawasan kehutanan menjadi nonkehutanan seperti 
pertambangan, pertanian, perkebunan, permukiman juga memiliki andil cukup besar 
dalam kerusakan hutan.

Tugas berat forester adalah dalam mengelola hutan dituntut tidak hanya 
mengakomodasi kepentingan kehutanan, tetapi juga kepentingan lain di luar 
kehutanan. Oleh karena itu, pengelolaan hutan harus menganut azas manfaat, 
kelestarian, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan.

Over eksploitasi ini salah satunya terjadi karena paradigma pembangunan 
kehutanan belum didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan yang hakiki, 
meskipun konsep pengelolaan hutan lestari selalu disebut-sebut dalam berbagai 
peraturan dan kebijakan. Pengelolaan hutan yang berlangsung selama ini, lebih 
berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi dan kurang memperhitungkan biaya yang 
timbul akibat kerusakan SDH. Keluarnya Perpu No 1/2004, menjadi salah satu 
indikasi bahwa orientasi ekonomi masih menjadi nafas utama pembangunan. Perpu 
itu menegaskan, semua perizinan atau perjanjian di bidang pertambangan di 
kawasan hutan sebelum berlakunya UU No 41/1999 dinyatakan tetap berlaku sampai 
berakhirnya izin atau perjanjian tersebut.

Menurunnya kuantitas dan kualitas hutan, dalam perkembangannya diikuti 
meluasnya kawasan rawan bencana. Bencana itu antara lain kebakaran hutan, 
banjir dan tanah longsor. Bencana ini seolah-olah siklus rutin yang tidak 
terhindarkan. Kebakaran hutan terjadi di musim kemarau, sedangkan banjir dan 
tanah longsor di musim penghujan. Menjelang berakhirnya 2006, kebakaran hutan 
dan lahan melanda sebagian wilayah Indonesia khususnya Sumatera dan Kalimantan. 
Saat itulah Indonesia kembali menuai kritik dari berbagai kalangan baik di 
tingkat lokal, nasional maupun global akibat 'teror' asap yang berdampak sangat 
buruk. Sementara itu, di awal 2007 bencana banjir kembali terjadi di sejumlah 
wilayah terutama di Sumatera dan Kalimantan. 

Tidak salahnya kita becermin dan mengambil hikmah dari berbagai bencana yang 
telah terjadi. Kalau kita renungkan lebih dalam, di samping disebabkan faktor 
alam yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia, sebenarnya musibah yang 
terjadi di negeri ini sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari 
perilaku manusia sendiri. Perambahan dan pembakaran hutan yang semena-mena, 
penambangan di dalam kawasan hutan dan lainnya hanya sebagian contoh perubahan 
lingkungan yang secara sengaja dilakukan manusia. Faktor ini yang semestinya 
bisa dikendalikan.

Berbagai fakta itu menunjukkan, pengelolaan hutan secara lestari (sutainable 
forest management) yang selalu menjadi bahan pembicaraan birokrat, akademisi 
dan pemerhati hutan dalam berbagai kesempatan belum dapat diwujudkan. 
Sebagaimana dikemukakan San Afri Awang (2005), pembangunan hutan di Indonesia 
masih jalan di tempat. Sampai 2005 nyaris tidak ada cerita sukses dalam sektor 
pembangunan kehutanan, bahkan instansi kehutanan nyaris tidak percaya pada diri 
sendiri dalam melaksanakan pembangunan hutan. Banyak kritik, kegagalan, 
kerusakan hutan, batas hutan yang tidak jelas, konflik dan batas hutan tidak 
diakui masyarakat, masyarakat di sekitar hutan milik negara masih terbelit 
persoalan kemiskinan dan ketidakberdayaan.

Berdasarkan hal itu, banyak yang harus dilakukan untuk menyelamatkan hutan yang 
masih tersisa. Setidaknya ada beberapa hal yang menjadi bahan renungan bagi 
forester baik yang duduk di lembaga pemerintah maupun nonpemerintah. 

Pertama, semakin langkanya bahan baku kayu, harus dilakukan restrukturisasi 
terhadap industri perkayuan yang ada agar lebih efisien dan mampu 
mendayagunakan limbah pembalakan maupun kayu dengan diameter kecil. 

Kedua, prioritas pembangunan kehutanan sudah saatnya difokuskan pada 
rehabilitasi bukan eksploitasi, mengingat kerusakan hutan sudah sampai tahap 
yang mengkhawatirkan. Sudah saatnya memberikan kesempatan kepada hutan untuk 
bernafas. Beberapa program rehabilitasi yang dicanangkan Departemen Kehutanan 
seperti Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL), Indonesia 
Menanam dan sebagainya harus didukung oleh semua pihak. Begitu pula dengan 
kebijkan soft landing dan penetapan quota tebangan yang bertujuan mengendalikan 
eksploitasi hutan.

Ketiga, mengoptimalkan pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Paradigma 
pengelolaan hutan yang hanya tertumpu pada kayu harus ditinggalkan dan diubah 
dengan paradigma baru yang memandang hutan tidak semata-mata hanya kayu. HHBK 
merupakan bagian yang tidak kalah penting jika dibandingkan dengan kayu.

Keempat, pemanfaatan bioteknologi kehutanan dalam mempercepat pemulihan kawasan 
hutan dan dalam rangka mempercepat penyediaan bahan baku kayu yang mulai 
langka. Pengalaman menunjukkan, pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) sering 
mengalami kegagalan karena lokasinya di tanah yang miskin atau marginal. Guna 
menekan kegagalan pembangunan HTI, perlu diterapkan bioteknologi. 

Kelima, perlu ditinjau ulang kebijakan bagi hasil iuran kehutanan khususnya 
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR). Selama ini, 
perimbangan lebih banyak didasarkan pada besarnya potensi SDH yang 
dieksploitasi. 

Kerusakan SDH di Indonesia sudah sampai tahap sangat mengkhawatirkan. Sangat 
kecil kemungkinan hutan dapat dikembalikan sama persis seperti asalnya. Tetapi, 
jika ada kemauan dan komitmen dari semua pihak baik di pusat maupun di daerah 
untuk bersama membangun dan memperbaiki hutan, setidaknya dapat mencegah 
kerusakan hutan yang lebih parah. Dengan demikian hutan pun tetap hijau. Semoga 
....

e-mail: [EMAIL PROTECTED]




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
See what's inside the new Yahoo! Groups email.
http://us.click.yahoo.com/0It09A/bOaOAA/yQLSAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke