::::::::NOTE dari forward-er::::::::

Email di bawah ini disebarluaskan oleh jaringan milik
Paguyuban Vincent Liong.

::7x24 Hours Costumer Service Representative Vincent
Liong::
Vincent Liong’s Mobile: (62)813-1679-5160 
Leonardo Rimba’s Mobile: (62)818-183-615
Phone&Fax: (62)21-5482193,5348567,5348546
Address: Jl. Ametis IV blok:G no:22 Permata Hijau,
Jakarta Selatan 12210 -Indonesia
Link: http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/join 


Subject Tulisan: 
[ Tema: Pendidikan ] What is a Research?

Tujuan dari penyebarluasan email ini: 

Untuk mempertanyakan kembali keprofesionalan dan
sistem kerja lembaga-lembaga pendidikan misal:
Universitas-universitas  yang ada di Indonesia yang
selama ini kita masyarakat bersama beri kepercayaan
untuk mendidik putera dan puteri bangsa. Apakah
kepercayaan kita terhadap pendidikan dan business
pendidikan telah disalahgunakan oleh lembaga
pendidikan itu sendiri selama ini dengan usaha-usaha
berlabel Etika untuk kepentingan pihak-pihak tertentu
di dalamnya? 

Semoga saja dengan membaca email ini anda, mahasiswa,
masyarakat pada umumnya mau bersifat kristis untuk
memulai bersama-sama memajukan hal pendidikan ini.

Kebenaran isi dari email ini merupakan tanggungjawab
dari penulisnya: Audifax. Saya Vincent Liong sebagai
forward-er saja.

Email ini sebelumnya telah di forward oleh penulis
sendiri di:
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/1112
http://groups.yahoo.com/group/R-Mania/message/555
http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/10294

Forward-er,
Vincent Liong

===========================================

WHAT IS A RESEARCH?
 
Oleh:
Audifax[1]
 
Apa yang anda bayangkan ketika mendengarkan kata
“riset” (research, dalam bahasa Inggrisnya)?. Apakah
anda membayangkan angket, ilmuwan-ilmuwan,
laboratorium, atau berbagai atribut “ilmiah” lainnya?.
Apakah anda membayangkan bahwa kata itu adalah milik
orang-orang dengan tipikal tertentu dan hanya mereka
yang bisa melakukannya? Percayakah anda bahwa kita
semua lahir sebagai pe-riset (researcher)?. YA, kita
semua lahir sebagai researcher. Bayi kecil yang lahir
ke dunia, yang mencoba memahami segala sesuatu,
mengeksplorasi, memiliki keingintahuan tinggi adalah
para researcher. Anak kecil yang ketika dilarang untuk
memegang sesuatu tapi malah dengan keingitahuannya
berusaha memegang, sebenarnya mencerminkan suatu
curiositas yang ada dalam diri researcher. 
Researcher, adalah orang yang selalu melakukan
pencarian (lihat akar katanya “search”; “Re-search”
berarti melakukan pencarian lagi dan lagi[2]).
Researcher tidak menerima begitu saja suatu temuan
sebagai penjelasan tunggal, tapi terus menguji dan
menguji penjelasan itu, sehingga dalam suatu fenomena
bisa muncul berbagai penjelasan. Researcher sejati,
percaya bahwa realitas bukan sebuah dimensi tunggal,
realitas merupakan ruang multidimensi, sehingga
memungkinkan muncul berbagai penjelasan, tak ada satu
penjelasanpun yang bisa dianggap sebagai kebenaran
final. Penjelasan realitas yang sudah difinalkan,
berimplikasi untuk berubah menjadi ideologi. Banyak
saintis atau orang yang mengaku peneliti, menempatkan
sebuah penjelasan itu dalam suatu finalitas kebenaran,
sehingga saintisme-nya pun berubah menjadi ideologi.
Ideologi adalah sebuah sistem kepercayaan yang dibuat
–ide palsu atau kesadaran palsu—yang bisa
dipertentangkan dengan pengetahuan ilmiah. Ideologi
dalam pengertian ini adalah seperangkat ketagori yang
dibuat dan kesadaran palsu di mana kelompok yang
berkuasa atau dominan menggunakannya untuk mendominasi
kelompok lain[3] dengan menggunakan perangkat ideologi
yang disebarkan ke dalam masyarakat, akan membuat
kelompok yang didominasi melihat hubungan itu tampak
natural, dan diterima sebagai kebenaran[4].
Ideologi juga bisa dipahami sebagai proses umum
produksi makna dan ide. Ideologi di sini adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi
makna[5]. Dalam konsepsi Marx, ideologi adalah
sebentuk kesadaran palsu. Kesadaran seseorang, siapa
mereka, dan bagaimana mereka menghubungkan dirinya
dengan masyarakat dibentuk dan diproduksi oleh
masyarakat, tidak bersifat alamiah dari dalam diri.
Kesadaran kita tentang realitas sosial ditentukan oleh
masyarakat, tidak oleh proses psikologis yang ada pada
diri individu[6]. Nah, di sinilah kemudian muncul
stereortipe mengenai riset dan kecenderungan untuk
menjadikan riset sebagai aktivitas dengan pola yang
itu-itu saja.
Dalam sejumlah disiplin ilmu, riset kerapkali dipahami
secara terbatas dan tipikal pada pola yang itu-itu
saja. Implikasinya, ketika orang mendengar kata
“riset” lantas terbayang stereotype tertentu. Lebih
parah lagi, pada kelompok orang tertentu, stereotype
ini justru menjadi momok. Tak terhitung berapa
mahasiswa yang gagal memperoleh gelar, karena ada
ketakutan, ketakyakinan, trauma, atau merasa terlalu
bodoh[7] untuk melakukan riset bagi skripsi, tesis
atau disertasinya. Kondisi ini lantas dimanfaatkan
oleh sejumlah orang, mulai dari munculnya joki,
peluang bagi sejumlah dosen pembimbing yang sok tahu,
hingga dosen penguji yang berlagak killer. LIPI
beberapa waktu yang lalu bahkan sempat kekurangan
kader periset muda.
Mencermati fenomena ini, tentu sungguh menggelikan
jika disadari bahwa ketika masih kecil, kita semua
adalah researcher. Beranjak dari premis ini, mestinya
semua persoalan itu tak akan muncul. Lantas mengapa
kemudian banyak orang justru menjadi naif dalam
research? Ini karena kita masuk dalam “budaya
sekolah”. Dalam budaya sekolah, kita cenderung
diajarkan untuk berpikir liniear dan konvergen. Hanya
ada satu jawaban benar untuk setiap pertanyaan. Dari
pengalaman saya sekolah, ketika ditanya “Siapa Bapak
Pembangunan Kita?”, jawabannya cuma satu, “Bapak
Soeharto”. Jelas akan disalahkan jika saya menjawab
“Pramoedya Ananta Toer” misalnya.  Padahal refleksi
terhadap pembangunan dalam realitas, bisa jadi berbeda
antara satu orang dengan orang lain.
Pada poin-poin inilah kreativitas dan curiositas mati.
Lalu, matilah pula spirit riset dalam diri kita.
Pembunuhan ini berlanjut terus hingga ke jenjang
perguruan tinggi. Ketika pertama kali seorang
mahasiswa membawa tema skripsi yang menjadi
curiosity-nya ke depan dosen, maka umumnya mereka
langsung didudukkan sebagai pihak yang tidak tahu dan
dosen sebagai pihak yang tahu. Lantas, “pembagian
peran” inipun diinternalisasi begitu saja oleh si
mahasiswa, sehingga timbul adiksi pada di dosen. Mirip
anak ayam yang butuh induknya. 
Padahal riset sendiri, tak seperti dalam stereotipe
banyak orang. Seperti saya jelaskan dengan analogi
kita di waktu kecil, banyak cara melakukan riset. Dan
ketika kita berhadapan dengan sebuah permasalahan
riset, tak ada orang yang lebih tahu dibanding kita
yang merasakan langsung. Tak juga dosen. Di sini
sebenarnya dosen pembimbing fungsinya tak lebih dari
rekan diskusi. (kecuali jika si dosen turut ke
lapangan, dan terjun bersama-sama si penulis skripsi).
Tak ada yang lebih berharga bagi seorang researcher
selain temuan dan elaborasi temuan-temuan itu demi
munculnya suatu penjelasan, dan hal ini mutlak
tanggung jawab si peneliti. Itu sebabnya dia sendiri
jugalah yang mempertanggungjawabkan hasil
penelitiannya di forum apapun di mana penelitian itu
dibawakan. Sayang keberhargaan ini tertutup oleh
stereotipe-stereotipe riset seperti telah saya
sebutkan di atas. Stereotipe-stereotipe inipun
berkontribusi membuat riset hanya terpaku pada
pemahaman yang sempit. 
Dalam psikologi misalnya, kerap orang hanya diajarkan
tipe riset yang itu-itu saja. Deskriptif, inferensial,
studi kasus (yang juga kerap diterapkan hanya dengan
cara melakukan serangkaian tes), atau dengan istilah
kuantitatif, kualitatif yang bentuknya ya itu-itu
saja. Parahnya, saya mendengar di salah satu fakultas
psikologi ternama di Surabaya, kalau bentuk riset
untuk skripsi (terutama format laporannya) akan
dibakukan. Wah…wah sungguh suatu pembodohan dan
mengaburkan dari esensi riste yang sesungguhnya.
Padahal ada begitu banyak tipe riset, saya sebut
beberapa di antaranya adalah: grounded theory,
etnografi, etnometodologi, dramaturgi, fenomenologi,
life history, analisis isi, analisis semiotik,
analisis wacana, analisis framing, interaksionisme
simbolik, dan banyak lagi. Itu belum terhitung
kemungkinan kombinasi dari apa yang sudah saya
sebutkan, atau derivat dari tipe-tipe tersebut.
Varian-varian riset itu tak selalu bisa disajikan
dalam sebuah penetapan format tunggal yang dibakukan.
Yah, pembakuan format ini juga contoh bagaimana riset
direduksi dalam stereotipikal tertentu.
Sampai titik ini, anda mungkin telah tahu apa itu
riset (semoga!!). Riset atau Re-search adalah sebentuk
pencarian yang sebenarnya berangkat dari hakikat yang
sangat manusiawi, yaitu keingintahuan. Implikasinya,
dalam riset, sebenarnya tak ada benar-salah; yang ada
hanya argumentasi atas apa yang diketahui. 
Argumentasi setelah menemukan sesuatu dari sebuah
pencarian penjelasan untuk suatu keingintahuan. Sejauh
mana sebuah hasil riset bisa dipertahankan? Sejauh
tersedia argumentasi yang memadai untuk
mempertahankannya. Bagaimana “penjelasan realitas”
dari sebuah hasil riset bisa digugurkan? Sejauh ada
hasil riset lain yang memiliki kapasitas untuk
menggugurkan. Hasil riset tak bisa dibantah dengan
teori, apalagi opini. Ini karena hasil riset bersumber
pada penelusuran realitas (yang multi-dimensi itu)
oleh researcher. Researcher sejati, juga akan menerima
munculnya hasil-hasil riset lain, karena dengan
demikian penge-tahu-an akan bertambah dan dia akan
tumbuh.   
Sekarang, apakah anda masih membayangkan riset sebagai
sebuah dunia yang hanya dimiliki oleh orang-orang
dengan stereotype tertentu? Semoga tidak. Riset adalah
bagian dari kehidupan manusia. Manusia yang masih mau
mencari dan tak berhenti dalam sebuah finalitas
kebenaran.
Ada cermatan lain?   
 
© Audifax – 5 Agustus 2005
 
NB: Saya mem-posting artikel ini ke milis Psikologi
Transformatif, R-Mania, Vincent Liong dan Forum Studi
Kebudayaan. Administrator Vincent Liong, Psikologi
Transformatif atau R-Mania mungkin akan mem-forward
artikel ini ke sejumlah milis. Biasanya tanggapan
terhadap artikel ini juga akan di-forward ke milis
psikologi transformatif dan R-Mania. Karena
keterbatasan waktu, saya hanya akan menanggapi diskusi
di milis Psikologi Transformatif, R-Mania, Vincent
Liong dan Forum Studi Kebudayaan. Melalui artikel ini
pula saya mengundang siapapun untuk berdiskusi dengan
saya di milis psikologi transformatif
(www.groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif) 
 
 
 


 
CATATAN-CATATAN:
 
[1] Peneliti; Institut Ilmu Sosial Alternatif (IISA) -
Surabaya
[2] Yang saya kurang tahu, kenapa di bahasa Indonesia
justru di terjemahkan sebagai Peneliti, yang akar
katanya “teliti”.
[3] ideologi selalu berpretensi untuk melanggengkan
status quo, menggambarkan kelompok dominan lebih bagus
dibandingkan kelompok minoritas. Pada kondisi ini,
sekalipun struktur hubungan tersebut belangsung dalam
hubunagn yang timpang, kita tidak pernah
mempertanyakannya.
[4] Eriyanto (2001) Analisis Wacana – pengantar
analisis teks media; Yogyakarta : LKIS; hal. 88
[5] Eriyanto (2001) Analisis Wacana – pengantar
analisis teks media; Yogyakarta : LKIS; hal. 92
[6] Eriyanto (2001) Analisis Wacana – pengantar
analisis teks media; Yogyakarta : LKIS; hal. 93
[7] Padahal kebodohan itu cenderung merupakan
konstruksi untuk memapankan orang yang merasa dirinya
pintar.
 



Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
<font face=arial size=-1><a 
href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12h7aif13/M=323294.6903898.7846636.3189767/D=groups/S=1705240560:TM/Y=YAHOO/EXP=1123696979/A=2896125/R=0/SIG=11llkm9tk/*http://www.donorschoose.org/index.php?lc=yahooemail";>Take
 a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who 
cares about public education</a>!</font>
--------------------------------------------------------------------~-> 

posting : psikologi_net@yahoogroups.com
berhenti menerima email : [EMAIL PROTECTED]
ingin menerima email kembali : [EMAIL PROTECTED]
keluar dari milis : [EMAIL PROTECTED]
----------------------------------------
sharing artikel - kamus - web links-downloads, silakan bergabung di 
http://psikologi.net
---------------------------------------- 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/psikologi_net/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke