::::::::NOTE dari forward-er:::::::: Email di bawah ini disebarluaskan oleh jaringan milik Paguyuban Vincent Liong.
::7x24 Hours Costumer Service Representative Vincent Liong:: Vincent Liongs Mobile: (62)813-1679-5160 Leonardo Rimbas Mobile: (62)818-183-615 Phone&Fax: (62)21-5482193,5348567,5348546 Address: Jl. Ametis IV blok:G no:22 Permata Hijau, Jakarta Selatan 12210 -Indonesia Link: http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/join Subject Tulisan: [ Tema: Pendidikan ] Perancuan Etika dan Etiket ; oleh: Audifax Tujuan dari penyebarluasan email ini: Untuk mempertanyakan kembali keprofesionalan dan sistem kerja lembaga-lembaga pendidikan misal: Universitas yang ada di Indonesia yang selama ini kita masyarakat bersama beri kepercayaan untuk mendidik putera dan puteri bangsa. Apakah kepercayaan kita terhadap pendidikan dan business pendidikan telah disalahgunakan oleh lembaga pendidikan itu sendiri selama ini dengan usaha-usaha berlabel Etika untuk kepentingan pihak-pihak tertentu di dalamnya? Semoga saja dengan membaca email ini anda, mahasiswa, masyarakat pada umumnya mau bersifat kristis untuk memulai bersama-sama memajukan hal pendidikan ini. Kebenaran dari email ini merupakan tanggungjawab dari penulisnya: Audifax. Saya Vincent Liong sebagai forward-er saja. Email ini sebelumnya telah di forward oleh penulis sendiri di: - http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/1161 - http://groups.yahoo.com/group/R-Mania/message/560 - http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/10318 Forward-er, Vincent Liong =========================================== PERANCUAN ETIKA DAN ETIKET Oleh: Audifax Dalam sains, utamanya di sini saya membahas psikologi, seringkali terdapat pembicaraan mengenai etika atau kode etik. Ironisnya, tak jarang mereka yang gembar-gembor mengajarkan etika justru terjebak dalam ketidaketisan. Ini karena banyak orang yang cenderung merancukan antara etika dan etiket. Dalam kerancuan itu, Etika dan Etiket kemudian hanya menjadi permainan pemegang kekuasaan. Tulisan berikut ini hendak mengajak kembali merefleksikan apa itu etika dan etiket. Mengapa etika itu penting? Etika adalah kunci profesionalisme, jadi sebelum bicara profesional atau tidak, yang namanya etika harus terlebih dulu dipahami. Tanpa etika, tak akan ada yang namanya profesionalisme. Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang terbentuknya istilah Etika[i]. Etika biasanya dimengerti sebagai refleksi filosofis tentang moral. Jadi, etika lebih merupakan wacana normatif, tetapi tidak selalu harus imperatif, karena bisa juga hipotetis, yang membicarakan pertentangan antara yang baik dan yang buruk, yang dianggap sebagai nilai relatif[ii]. Istilah Etika dan Etiket kerap dicampuradukkan, oleh karena itu saya perlu menghadirkan perbedaan-perbedaan mendasar dari keduanya. Dalam pembahasan kedua kasus yang saya hadirkan, cermatan akan perbedaan ini akan sangat membantu. Berikut ini adalah sejumlah perbedaan antara etika dan etiket:[iii] Etika berarti moral dan etiket berarti sopan santun Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia sedangkan etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Sebaliknya etika selalu berlaku, juga kalau tidak ada saksi mata. Etika tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Sedangkan etika jauh lebih absolut. Jika seseorang berbicara tentang etiket, dirinya hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedang etika menyangkut manusia secara lebih mendalam. Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana dirinya harus hidup kalau mau menjadi baik. Ada unsur penilaian berdasarkan suatu titik berangkat, berdasarkan hal-hal yang ideal dan dianggap luhur[iv]. Sebagai dasar pemahaman, etika merujuk pada setidaknya tiga hal berikut :[v] 1. Etika selalu menyangkut masalah pilihan dan oleh karenanya selalu mengandaikan kebebasan. 2. Etika selalu bergerak dalam bidang yang menyangkut baik-buruk, maksud dan tujuan dari tindakan atau kelakuan yang diterima atau ditolak, sifat-sifat dan sikap-sikap pribadi yang terpuji dan tercela. 3. Etika selalu berhubungan dengan apa yang disebut kewajiban, norma-norma, petunjuk-petunjuk, aturan-aturan, akhlak tentang apa saja yang dihayati sebagai boleh dan tidak boleh. Etika dan Kekuasaan Pada awal pembahasan mengenai Etika dan Kekuasaan, saya akan mencoba membandingkan antara dua cermatan berikut: CERMATAN 1: Berikut ini adalah salinan Pengumuman dosen bernama STMJ pengasuh mata kuliah Metodologi Penelitian I di Fakultas Psikologi Universitas X: KATAKAN TIDAK PADA KECURANGAN Dalam rangka menegakkan integritas serta menciptakan suatu iklim akademik yang kondusif, dilakukan gerakan penertiban untuk menegakkan kedisiplinan di UNIVERSITAS X (wakil rektor I Universitas X disampaikan dalam penataran dosen dan peneliti UNIVERSITAS X di Trawas, januari 2004) Mengingat misi tersebut, adalah sesuatu yang sangat disesalkan bahwa telah ditemukan beberapa mahasiswa yang melakukan kecurangan dengan melakukan penjiplakan dalam pengerjaan ujian akhir semester (UAS) mata kuliah Metodologi Penelitian I KP B&D. Oleh karena itu, sesuai dengan perjanjian yang telah dilakukan sebelumnya, dengan sangat berat hati tim dosen terpaksa memberikan sanksi keras. Pemberian sanksi bervariatif mulai dari yang paling ringan (teguran dan pengurangan nilai) sampai dengan yang paling keras (penundaan kelulusan), sesuai dengan tingkat kesalahan dan pertanggungjawaban mahasiswa. Oleh karena itu, mereka yang merasa bahwa dirinya telah melakukan kecurangan, diharap segera menghubungi dosen yang bersangkutan, selambat-lambatnya hari Sabtu 24 Januari 2004 ukul 13.00 untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Dimohon kerjasama dari setiap pembaca untuk menyebarluaskan berita ini, khusunya kepada mereka yang terkait. Semoga hal ini dapat menjadi peringatan dan pelajaran pertama dan terakhir demi kebaikan kita bersama. Surabaya, 22 Januari 2004 Tim Dosen Metodologi Penelitian I KP B&D Kemudian kita masuk ke CERMATAN 2, juga sebuah selebaran yang ditempel. Beberapa waktu kemudian saya melihat selebaran yang memprotes dosen STMJ, yang ditempelkan oleh seorang mahasiswa. Begini bunyinya: PROTES Mewakili mahasiswa MP1 kp A yang diajar STMJ (Red:disamarkan biar gak malu)-Asisten Rani (Red:bukan nama sebenarnya), Kami merasa kecewa atas beberapa hal: 1. Tugas UAS terlalu berat dan adalah untuk kepentingan organisasi Co2 (Red:disamarkan biar gak malu-maluin) 2. Dosen STMJ tidak mengajar sesuai materi, sewaktu bab 5 malah diberi tugas tentang cara melegalkan hal-hal ilegal. Sewaktu kami komplain ke asisten, mbak asisten terkesan membela dengan alasan bab 5 sudah diterangin waktu asistensi. 3. Dosen tidak menggunakan jam kuliah untuk mengajar dengan efektif. Saat masuk kelas, hanya memberi instruksi tugas. Sementara anak-anak sibuk mengerjakan, dosen sibuk sendiri ngobrol dengan asisten di kursi belakang (Kalo PDKT jangan di kelas !!!) Inilah yang saya sebut sebagai perancuan etika dan etiket. Di satu sisi, dosen STMJ seolah mengagungkan etika dengan menekan mahasiswanya yang dianggap melakukan penjiplakan. Sementara di sisi lain, dia menampakkan kemunafikkan juga seperti ditulis si mahasiswa pemrotes pada poin dua: .....malah diberi tugas tentang cara melegalkan hal-hal ilegal. Atau lebih memalukan lagi ketika pada si mahasiswa muncul persepsi dosen STMJ sedang melakukan PDKT dengan asisten. Etika pun di sini sudah dikaburkan oleh kekuasaan, sehingga kehilangan esensinya. Bagaimana mungkin dosen yang di satu sisi begitu lantangnya menghimbau mahasiswa yang berbuat curang untuk sadar, sementara di sisi lain dosen itu juga mengajarkan untuk melegalkan hal-hal ilegal? Pada tataran etiket pun sang dosen masih perlu belajar banyak ketika mencermati bahwa si mahasiswa memperoleh kesan dosen melakukan PDKT di kelas dan mengabaikan mahasiswanya. Poin-poin semacam ini kerapkali menjadi permainan para penguasa kampus. Mahasiswa ditekan untuk mengetahui aturan ini dan itu sementara dosen sendiripun melanggar. Beberapa waktu lalu di salah satu milis alumni fakultas psikologi tempat saya menemukan selebaran itu, mulai guru besar, dekan, wakil dekan, dosen, dan sejumlah alumni lebih meributkan psikologi itu harus berpakaian rapi ketika kuliah ketimbang mencermati hal-hal seperti yang saya contohkan di atas. Padahal pada waktu berbarengan, saya mendengar pula berita yang lebih memalukan ketika di salah satu kelas S-2, seorang dosen keliru membuka file film porno di laptopnya ketika tengah menjelaskan di hadapan mahasiswa. Kenapa si dosen porno ini justru tidak dibahas sementara etiket berpakaian justru jadi perdebatan? Karena membahas bagaimana mahasiswa harus berpakaian rapi (bersepatu, memakai baju berkerah) akan membangun citra fakultas dan universitas, sementara mendiskusikan hal-hal etis dosen justru akan memperburuk citra fakultas dan universitas. Lalu apa esensi memperdebatkan baju ketika disandingkan dengan kasus selebaran di atas atau kasus dosen yang keliru buka file itu? REFLEKSI Apa yang saya ungkapkan di atas cuma contoh kecil. Tapi dari contoh-contoh itu, semoga bisa menjadi refleksi bagi kita semua, terutama kalangan psikologi untuk mengenal lebih jauh apa itu etika dan etiket. Etika selalu mengatakan apa yang secara universal menjadi kebenaran. Etika bukan hanya milik penguasa, jika anda atau siapapun melihat ketidaketisan atau perancuan, maka kembalikan pada nurani anda apakah anda harus diam dan menerima begitu saja. Ada cermatan lain? CATATAN-CATATAN: [i] Kees Bertens; (1997); Etika; Jakarta : Penerbit Gramedia; hal. 4 [ii] Haryatmoko; (2003); Etika Politik dan Kekuasaan; Jakarta: Penerbit Buku Kompas; hal. 187 [iii] Ibid; hal. 8 - 10 [iv] Andrias Harefa; (1999); Membangkitkan Roh Profesionalisme; Jakarta:Penerbit Gramedia; hal. 17 [v] I Marsana Windhu; (1992); Kekuasaan & Kekerasan Menurut Johan Galtung; Yogyakarta : Kanisius; hal. 33 Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> <font face=arial size=-1><a href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12hpumlbn/M=323294.6903898.7846636.3189767/D=groups/S=1705240560:TM/Y=YAHOO/EXP=1123696418/A=2896125/R=0/SIG=11llkm9tk/*http://www.donorschoose.org/index.php?lc=yahooemail">Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education</a>!</font> --------------------------------------------------------------------~-> posting : psikologi_net@yahoogroups.com berhenti menerima email : [EMAIL PROTECTED] ingin menerima email kembali : [EMAIL PROTECTED] keluar dari milis : [EMAIL PROTECTED] ---------------------------------------- sharing artikel - kamus - web links-downloads, silakan bergabung di http://psikologi.net ---------------------------------------- Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/psikologi_net/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/