Kepada Yth: Pendukung & Pembenci Kompatiologi
Hal: Perintah dari Pimpinan Tertinggi Diktator Kompatiologi 1. Kepada Active Participant ring 01 untuk menikmati masa libur sampai pemberitahuan selanjutnya. Kepada Active Participant ring 02 & Silent Participant ring 03 untuk mempersiapkan diri dengan deadline 2 minggu ke depan terhitung mulai dari hari ini. 2. Ramalan pertempuran tahap 02. 3. Perintah kepada Yth: Juswan penanggungjawab aliran Angin untuk menjadi Psidoscientist saja setidaknya selama 2 minggu atau menunggu perintah selanjutnya. 4. Pertanyaan kepada oknum-oknum Psikologi UI yang terlibat pertempuran tahap 01 dengan Kompatiologi soal nilai-nilai yang baik. 5. Recruiting rahib Kompatiologi. 6. L A M P I R A N 1. Kepada Active Participant ring 01 untuk menikmati masa libur sampai pemberitahuan selanjutnya. Bersama dengan diterbitkannya surat ini, saya Vincent Liong selaku Pimpinan Tertinggi Diktator Kompatiologi memerintahkan kepada segenap anggota ring 1 Kompatiologi (Juswan Setyawan, Cornelia Istiani, Leonardo Rimba, Bimo Wikantiyoso) untuk menikmati hadiah dari pimpinan tertinggi our fatherly leather Vincent Liong alias Kim Il Sen untuk istirahat sejenak, mengurus hal-hal lain yang lebih santai, melepas lelah dari pertempuran antara Kompatiologi dengan oknum-oknum fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jadi hingga waktu yang belum ditentukan kita melakukan gencatan senjata sementara dengan oknum-oknum fakultas Psikologi Universitas Indonesia. 2. Ramalan pertempuran tahap 02. Dari rapat rahasia yang diadakan oleh anggota badan intelegent silent participantkompatiologi ring 01, dengan menggunakan keterampilan membaca dan menganalisa karakteristik memori (past, present & future memori) dari oknum-oknum fakultas psikologi universitas Indonesia kami memperkirakan bahwa: Saat ini setelah mengalami kekalahan di pertempuran tahap 01, oknum-oknum fakultas Psikologi Universitas Indonesia ring 01 (barisan pertama) yang gagal membasmi Kompatiologi beserta kroni-kroninya telah mulai melakukan recruiting secara sistem cell (recruiting secara rahasia) untuk mempersiapkan para ahli bergelar mereka baik yang S2, S3, Profesor atau Guru Besar yang dianggap sakti dalam hal teori untuk meneliti Kompatiologi dan mempersiapkan teori yang diharapkan dapat menunbangkan keberadaan ilmu Kompatiologi. Tampaknya recruiting ini dilakukan secara pilih-pilih sehingga oknum-oknum seperti Sarlito yang di cap simpati pada Vincent Liong, dosen atau syaff yang dianggap plin-plan atau outgroup dan dosen yang pernah mengajar dan siapapun yang pernah berbicara / bertatapmuka dengan Vincent Liong tidak akan diberitahu atau diikutkan. Pertempuran kali ini akan seru karena akan menggunakan segala kemampuan dalam berteori secara maksimal para ahli-ahli tsb. Saya merasakan hari ke hari mereka makin siap. Menurut kami anggota badan intelegent silent participantkompatiologi ring 01, pertempuran akan dimulai paling cepat 2 minggu dari sekarang dan paling lambat 1 bulan dari sekarang. Pertempuran akan memakan waktu setidaknya 1 bulan. Para ahli ini kebayakan akan menggunakan ID palsu, hanya sedikit yang menggunakan ID asli untuk menghindari resiko malu atau resiko kedudukan. 3. Perintah kepada Yth: Juswan penanggungjawab aliran Angin untuk menjadi Psidoscientist saja setidaknya selama 2 minggu atau menunggu perintah selanjutnya. Khusus kepada divisi pengembangan Kitab Angin ring 01 Juswan Setyawan saya selaku Pimpinan Tertinggi Diktator Kompatiologi memerintahkan untuk mengganti atribut dan gaya menulis menjadi seorang Psidoscientist saja hingga perintah selanjutnya. Hal ini dilakukan dengan menulis tulisan-tulisan seperti misalnya Komunikasi Empati dengan Yesus, Komunikasi empati dengan Budha, Komunikasi empati dengan St. Petrus, dlsb. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pasukan ring 02 dari oknum-oknum fakultas psikologi Universitas Indonesia dalam mencari cara menghancurkan Kompatiologi dan kroni-kroninya. Sebagai seorang prajurit yang baik kita harus bertarung secara adil, jkadi kalau di pertempuran tahap 01 yang lalu tanpa bersusah payak kita mengalami kemenangan maka di pertempuran tahap kedua kita perlu memberikan kesempatan agar kesempatan lawan kita untuk menang menjadi 50:50. Perintah menjadi Psidoscientist ini wajib ditaati hingga batas waktu yang belum ditentukan, menunggu pengukuman selanjutnya. 4. Pertanyaan kepada oknum-oknum Psikologi UI yang terlibat pertempuran tahap 01 dengan Kompatiologi soal nilai-nilai yang baik. Hari ini Juswan Setyawan telah menulis kesimpulan versi nya atas kpertempuran tahap 01 dengan oknum-oknum fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Judul tulisan adalah: Subject: Penyimpangan Perilaku Versus Perubahan Nilai (NOTE: Tulisan terlampir) Kami menunggu jawaban tertulis kepada para anggota dan oknum-oknum Psikologi UI yang terlibat pertempuran tahap 01 dengan Kompatiologi untuk tulisan ini.Bilamana tidak ada jawaban tertulis dalam 3x 24 jam maka kami anggap hal yang tersebut dalam tulisan itu memang diakui ada adanya, benar terjadi oleh oknum-oknum Psikologi UI yang terlibat pertempuran tahap 01 dengan Kompatiologi. 5. Recruiting Rahib Kompatiologi. Masih berkaitan dengan nilai-nilai tsb. Beberapa hari yang lalu saya selaku Pimpinan Tertinggi Diktator Kompatiologi telah mentahbiskan Bimo Wikantiyoso, S.Psi. seorang lulusan fakultas Psikologi untuk menjadi rahib pertama Kompatiologi. Ada pertanyaan: Mengapa Bimo memilih untuk menjadi rahib Kompatiologi dengan kepala dibotakin, dan melakukan laku makan makanan sisa untuk belajar tentang nilai-nilai dasar kehidupan ;padahal sudah susah-susah sekolah Psikologi. Mungkin hal ini disebabkan oleh meski Bimo sekolah selama 4 tahun jurusan Psikologi, tidak ada nilai-nilai mendasar yang manuiasiawi yang dapat dipelajarinya seperti ketika belajar Kompatiologi, seperti yang sudah ditulis Juswan dalam tulisan; Penyimpangan Perilaku Versus Perubahan Nilai. Oleh karena itu bilamana ada anggota fakultas Psikologi yang juga bernasib sama (merasa tidak mendapatkan apa-apa belajar Psikologi), maka bisa mendaftar untuk berguru pada Bimo Wikantiyoso, untuk menjadi ditahbiskan oleh Bimo rahib Kompatiologi. Bagi para rahib Kompatiologi yang ditahbiskan bisa memilih apakah mau tibotakin atau tidak; bilamana anda orang yang sederhana hidupnya mungkin tidak masalah bila dibotakin, tetapi bagi yang masih senang mejeng dan pacaran maka saran saya tidak usah dibotakin cukup belajar, menjalankan dan hidup normal saja. ttd, Vincent Liong (Pimpinan Tertinggi Diktator Kompatiologi) L A M P I R A N Penyimpangan Perilaku Versus Perubahan Nilai: Oleh: Drs. Juswan Setyawan Pembahasan soal "local based psychology" (psikologi khas Asia untuk Asia) pada APsyA di Bali yang lalu adalah cerminan perbedaan pendapat yang mendasar tentang substansi tri-matra manusia dan larenanya tentang akar masalah serta tata cara penganggulangannya. Umpamanya saja sebagai contoh, akan mampukah para psikolog mengubah the so called "penyimpangan perilaku" Imam Samudra atau Amrozi, walaupun mereka katanya telah mampu mengidentifikasi "skema kognitif" dari para teroris. Saya rasa masih jauh panggang dari api apalagi untuk memberantas calon teroris di Indonesia. Cara termudah bagi psikolog untuk mengelak tugas itu ialah dengan memakai dalih bahwa pekerjaan mengubah perilaku seseorang yang memiliki "penyimpangan perilaku" ialah tugas para psikiater. Para psikiater pada gilirannya dapat pula berdalih, pasien psikiatris akan mampu berubah kalau mereka sendiri mau berubah. Nah, di sinilah diketemukan "causa prima' sekaligus "causa curationis" yaitu "kemauan untuk berubah" (volition to change) yang termasuk wilayah rohani manusia dan bukan lagi wilayah matra kejiwaan manusia. Mengapa hal ini menjadi masalah yang pelik? Jawabannya ialah karena orang hampir selalu sukar untuk membedakan antara matra kejiwaan (psyche) manusia dengan matra ruh (spirit) manusia. Dan kecenderungannya ialah bahwa dunia psikologi tidak (dapat) mengambil garis pemisah yang tegas antara keduanya bahkan cenderung untuk menganggapnya keduanya sebagai sama saja. Keduanya memang "tidak dapat dipisahkan" (unseparable) namun bukanlah berarti "tidak dapat dibedakan" (undifferentiable) karena perbedaannya sungguh-sungguh dapat diamati (observable). Penyimpangan perilaku (behavior deviation) tidaklah sama, bahkan secara esensial berbeda dengan "perubahan nilai" (value changes) atau "kekosongan nilai" (value absence). Pada saat psikolog tidak mampu membedakan kedua realitas yang berbeda tersebut maka psikolog - lewat konsultasi psikologisnya - tidak pernah akan mampu mengoreksi "penyimpangan perilaku" tersebut. Kembali ke tema psikologi khas Asia untuk Asia maka pikiran dasar (thinking base) para psikolog itu masih tetap sama. Seorang menjadi teroris bukan karena terjadi suatu "penyimpangan perilaku" (behavior aberration) pada dirinya (itu hanyalah akibat) melainkan karena telah terjadi "perubahan nilai" yang diadopsi atau yang dilepaskannya secara sukarela. Inilah dictum atau credo daripada "value based" thinking yang bukan sekedar "stimulus based" thinking yang dianut oleh para psikolog. Kalau penyimpangan terjadi akibat respons terhadap suatu stimulus tertentu maka penyimpangan itu seharusnya bersifat temporer. Kalau penyimpangan itu bersifat permanen maka penyebabnya haruslah akibat perubahan nilai. Maka dari itu bisa dimengerti mengapa Amrozi dapat terus tersenyum sumringah walaupun terancam hukuman mati dan keluarganya tidak mau mengajukan permintaan amnesti kepada Presiden. Adapun penyebab penyimpangan perilaku maupun perubahan nilai dapat sama-sama terjadi akibat dari suatu "proses pencucian otak" yang terus menerus. Pertama-tama memang baru terjadi "perubahan tingkah" laku tetapi bila dilakukan terus menerus dalam jangka panjang maka akhirnya terjadi "perubahan nilai" seseorang yang lazimnya secara awam disebut "perubahan keyakinan" seseorang. Dan "perubahan keyakinan" selalu menyangkut kemauan bebas manusia yang azasi karena orang mengubah keyakinan lewat kemauan bebasnya "lewat persuasi" (evolusioner ataupun radikal lewat dressur proses cuci otak) dan bukan "lewat paksaan" atau "lewat siksaan". Maka lembaga penjara umumnya tidak mampu mengubah "pilihan nilai" seorang narapidana, akibatnya ia cenderung menjadi recidivist setelah ia bebas dan keluar dari penjara sekalipun. Keberatan lain tentang "localised psychology" ialah bahwa manusia itu di mana pun ia berada memiliki kebebasan memilih nilai yang sama, inheren dan permanen. Contohnya: Pada pengungsi gempa di Bantul telah menampakkan pola reaksi perilaku yang berbeda dengan para pengungsi tsunami di Aceh walaupun kedua kelompok masyarakat itu sama-sama memandang gempa sebagai sunatullah. Apakah komunitas manusia Aceh berbeda sebagai manusia dengan komunitas manusia Bantul? Maka di sini berlaku pula credo "value based thinking" bahwa tidak ada yang dinamakan stereotype perilaku massa (dan penyimpangan perilaku) yang bersifat homogen. Tidak ada yang namanya "collective value" yang homogen. Yang ada ialah kecenderungan suatu masyarakat tertentu (collective cult ) untuk mengadopsi nilai-nilai tertentu yang kebetulan sama secara tidak langsung dan secara pribadi tetapi ke arah sasaran nilai yang sama. Pasrah dan sumeleh itu konsep yang sama sekali berbeda walaupun qua value keduanya kebetulan homonim dalam bahasa Indonesia. Pasrah dapat saja bersifat indifferent tetapi sumeleh bersifat positif. Maka dengan nilai sumeleh alih-alih berwajah muram durja (secara psikologis dapat dimaklumi) orang Bantul dapat tetap saja menampakkan wajah yang sumringah walaupun kondisinya sungguh-sungguh amat memprihatinkan. Mereka masih dapat "menertawakan kemalangan" mereka dan tetap dapat guyonan dan gojekan antara sesama mereka . Bahkan masih mampu memakai momentum itu untuk mengritik para elit penguasa yang suka mengumbar janji tanpa realisasi nyata dengan memperingatkan mereka supaya mengendalikan "cangkem mbacot" mereka sesuai falsafah "sabdha panditha ratu" yang mereka anut. Seorang mantan kepala perawat - sahabat saya menceritakan bagaimana ia ikut terjun merawat para korban gempa itu di kampungnya. Ia menyapa dan merangkul mereka, memberikan mereka obat-obatan secara gratis dan menjejalkan satu dua lembar ribuan rupiah kumal ke jarik nenek-nenek yang benar-benar tak punya apa-apa dan siapa-siapa lagi itu. Ternyata reaksi mereka terhadap perlakuan dengan komunikasi empati tersebut telah membuat mereka demikian tersentuh dan terharu sehingga mereka mungkin memandang dia (kebetulan beretnik Cina) sebagai penjelmaan dari Dewi Kwan Im sendiri atau hal hal semacam itu. Pada saat pengungsi Aceh diperlakukan secara sama maka reaksinya juga akan sama sehingga tidak perlu adanya psikologi lokal kecuali mungkin psikologi yang lebih empatik. Manusia secara esensial adalah manusia seutuhnya di mana pun ia berada entah ia bermukim di Asia atau Amerika. Pengaruh lingkungan terhadap perilaku memang tidak dapat disangkal. Namun, pada tingkat adopsi nilai yang kemudian dibungkus ke dalam prinsip hidup jangka panjang maka manusia tetap memilih dengan kemauan bebasnya. Atas dasar pemikiran itu maka rencana perumusan psikologi khas Asia untuk Asia itu boleh-boleh saja namun tidak akan banyak mengubah keadaan bila masih belum mampu membedakan masalah "penyimpangan perilaku" di satu pihak dengan "kekosongan nilai" pada pihak lainnya. Bagaimanapun juga bukankah masalah nilai adalah masalah spiritual yang di luar kawasan dan jangkauan dunia psikologi, kecuali termasuk kancah "psikologi moral" barangkali? Bagaimana kalau alih-alih malah diusulkan pembentukan Fakultas Psikologi Nilai misalnya? Jakarta, 23 Agustus 2006. Mang Iyus (Pengamat Value System dan Kompatiologi) Selamat Datang Suhu Sufi Baru Bimo e-link: <http://groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/287> Ditulis oleh: Drs. Juswan Setyawan Bimo Wikantiyoso, S. Psi penulis Kitab Air - adalah trainer Kompatiologi-praxis generasi pertama yang dihasilkan oleh Vincent Liong dalam program Training for The Trainers. Seorang certified trainer seperti Bimo bukan hanya mampu meng-operate receptive thinking pada dirinya sendiri tetapi telah mampu untuk men-dekonstruksi memori orang lain sehingga selanjutnya juga akan mampu berpikir dengan kedua belahan otaknya sekaligus. Kini Bimo "diberi hak" menyandang gelar strata dua ilmu kompatiologi menjadi Bimo Wikantiyoso, S.Psi., M.Kmpt. dari Universitas Kehidupan. Namun, kemampuan receptive thinking juga membawa efek samping yang dapat mengganggu kenyamanan hidup (comfort zone) seseorang. Dengan kemampuan baru ini terutama bila belum terkendali dengan baik orang dapat mengalami semacam information flood dari sembarang narasumber termasuk dalam bentuk collective past memories dari leluhur dan sebagainya. (Sebenarnya untuk mencegah information flood ini cukup sederhana lewat command com. khusus kepada RAS dan PCS topik lain kali). Dalam kasus Bimo ternyata ia mendapat information flood yang mirip-mirip dengan kebanjiran nilai Buddhis dari zaman dahulu kala yang saat sekarang pun hampir tidak pernah dipraktekkan lagi. Nilai-nilai zaman dahulu sebenarnya harus diberikan makna semiotik menurut situasi dan kondisi sekarang dengan latar belakang pendidikan, wawasan serta sistem nilai masa sekarang pula yang telah diadopsi oleh Bimo. Informasi yang diterima ialah supaya Bimo menjalankan program penghentian kebiasaan menyia-nyiakan makanan (stop food disposal) yang disantap seseorang karena persediaan bahan makanan dunia sekarang ini semakin langka dan banyak orang mati atau menderita kelaparan di mana-mana. Banyak sekali manusia zaman sekarang yang tidak menghabiskan makanan yang diambilnya sendiri atau yang dipesannya dan meninggalkannya begitu saja tersisa di piringnya. Memang benar sisa makanan tersebut akan dikumpulkan oleh peternakan-peternakan untuk konsumsi ternak peliharaan. Namun the crucial point bukan di sana. Makanan yang layak untuk dikonsumsi manusia dibuang begitu saja sebagai sampah untuk jadi makanan hewan sementara banyak manusia yang tidak mampu mengkonsumsi makanan yang layak bagi manusia itu sendiri. Pesan kedua ialah untuk appresiasi nilai soal makan/pantang daging mahluk bernyawa. Hendaknya manusia sedapat mungkin semakin mengurangi konsumsi daging ternak bila mungkin. Protein dan lemak hewani dapat diganti dengan protein dan lemak nabati yang umumnya lebih sehat dan dengan efek samping yang lebih sedikit. Jadi praksis ini akan menuntun ke arah cara hidup yang semakin vegetarian. Karena empatinya yang semakin intens maka Bimo dapat merasa kasihan kepada bebek-bebek yang tergantung pada lemari pajang suatu restoran yang menjual menu daging bebek. Ini berlaku juga untuk hewan lain seperti ayam, kambing dsb. Bagaimana rasanya sekiranya anda yang menjadi bebek-bebek yang tergantung itu? kilah Bimo saat menatap rekan-rekannya sedang asyik menikmati steak. Bagaimana rasa keterputusasaan mereka? Maka, konklusi Bimo sebaiknya hewan-hewan itu segera dibebaskan dengan cara disantap sesuai tujuan semula pemotongannya. Sedapat mungkin mencegah agar jangan sampai membunuh hewan untuk menyantapnya. Namun apabila sudah terlanjur dibunuh maka seyogyanya orang segera mengakhiri penderitaannya. Suatu tafsiran hermeunetik yang baru atas nilai-nilai yang lama? Entahlah ! Informasi yang diterima tersebut diterjemahkan oleh otak kiri Bimo dalam makna hermeneutika yang paling keras, entah karena ignoransia, entah karena dijadikan semacam niat ingsun atau laku tapa brata karena bagaimanapun Bimo memiliki residu cult base kejawen yang kental juga, terutama dari sisi warisan ayahnya. Bimo tidak akan makan kecuali memakan sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh orang lain yang mengajaknya makan bersama. Itulah "the new way of life" dari Bimo, entah itu akan bersifat permanen atau hanya temporary atau transitional. Kalau kita melihat tayangan film tentang para biksu di Thailand yang membawa mangkuk kuningan ke rumah-rumah para penganut awamnya, maka mereka itu selalu memberikan makanan baru fresh from the oven dan yang terbaik kepada para biksu itu. Tidak pernah terjadi bahwa para biksu itu diberikan makanan berupa sisa makanan dari keluarga yang bersangkutan. Tidak akan pernah pula karena dalam hal ini terdapat unsur respek yang tinggi kepada pemuka agama mereka. Anehnya, setelah ditinggalkan meninggal oleh ayahnya, maka Bimo mencukur gundul kepalanya sehingga memang mirip seorang biksu beneran. Dan entah akibat sinkronitas maka Bimo tak lama kemudian juga ditinggalkan oleh pacarnya (yang bermukim di kota lain) yang bahkan belum mengetahui penampilannya yang baru yang mirip Mr. Kojak itu. Apakah para leluhur telah menuntunnya ke jalan kehidupan wadat dan miskin menurut jalan asketisme mistikus masa lampau? Karena Bimo sendiri adalah seorang muslim maka lebih masuk akal bahwa mereka telah mengarahkannya kepada cara kehidupan para sufi; dalam hal ini seorang sufi modern yang memahami psikologi dan kompatiologi. Maka dari sekarang Bimo harus memulai tugas barunya untuk menjadi suhu resmi termasuk dosen daripada kompatiologi. Semakin lama ia menunda tugas ini maka apa yang ada padanya akan semakin dilepaskan - rontok satu per satu sampai kapok - dalam suatu proses detachment secara alamiah. Mula-mula ayahnya, kemudian pacarnya, berikutnya mungkin karirnya sampai ia fully dedicated untuk menjalankan mission of life nya sebagai guru pencerahan budi. Dengan demikian mulai sekarang terbukalah kesempatan bagi siapa saja untuk mendaftarkan diri untuk mempelajari kompatiologi praxis kepada Bimo, yang secara akademis memang sudah layak menjadi dosen. Mau privat less juga boleh terutama bagi mereka yang tebal rasa sungkan dan malu-malunya: psikolog kok belajar kompatiologi-praxis. Sebenarnya, "nothing to lose" juga bukan?! Mendingan dapat memakai dua cara untuk berpikir alih-alih cuma terbiasa memakai satu cara sehingga ada bonus 100 persen dan bahkan lebih. Orang dapat memperoleh skill baru berupa "instaneous receptive thinking" yang kualitasnya jauh melampaui "dialectical thinking" biasa. Alih-alih orang mati-matian berusaha memikirkan suatu solusi atas dasar past data, maka kini luberan solusi akan datang sendiri saat kita telah mampu mengaktivasi ketrampilan dasarnya yaitu "receptive way of thinking". Namun demikian para calon murid Bimo hendaklah tahu diri. Karena hidup Bimo sudah mulai model biksu atau sufi maka kelangsungan hidupnya juga sebagian akan tergantung kepada kebaikan hati para calon muridnya. Ia tidak mempunyai pekerjaan tetap kecuali job-job tertentu yang diberikan oleh psikolog yang sudah berlisensi untuk berpraktek. Inilah ironisnya dunia psikologi walaupun seseorang menggondol gelar sarjana psikologi tetapi ia tidak bisa mencari makan lewat bidang studinya sendiri karena yang boleh praktek sebagai psikolog hanyalah mereka dari strata dua. Dari mana biaya Bimo untuk studi strata dua saat ayahnya sudah meninggal dan ia sendiri tidak mempunyai pekerjaan tetap? Dunia akademisnya mana mau tahu karena itu risiko pilihannya sendiri dan tarsaksi jual beli ilmu sudah terjadi; gelar sudah didapat soal karir memang tidak pernah dijamin ada. Tetapi penulis Kitab Air ini memang memiliki ciri tipologi manusia air yang tetap akan tenang, diam, menunggu bahkan sampai menguap kering kerontang oleh terik matahari, beku oleh hawa dingin atau membusuk di kubangan yang airnya tidak mengalir. Calon murid Bimo bila memberinya imbalan uang maka tetap saja ia tidak akan memakai uang itu untuk membeli makanan karena ia harus makan dari piring orang lain yang masih bersisa. Apakah para calon muridnya tega memberikan kepadanya sisa-sisa makanan dari piring mereka? Harus ! sebab kalau tidak, maka Bimo akan puasa sampai ada yang memberikan kepadanya sisa makanannya. Ini sebenarnya susah susah gampang. Pesan saja makanan yang agak banyak sehingga tidak mungkin dihabiskan sendiri, maka Bimo terpaksa menghabiskan semuanya itu. Inipun sebenarnya kasihan juga; bagaimana kalau sisa itu demikian banyak sehingga dapat membuatnya sesak nafas karena kekenyangan? Celakanya, Bimo akan makan semua sisa saus dan kuah yang orang tinggalkan. Ia juga akan memakai piring dan sendok bekas orang yang menggunakannya semula. Kasihan benar bila Bimo mendapat murid yang penyakitan, sakit paru-paru, halitosis dsb. Oleh karena itu calon murid yang berpenyakitan harus berterus terang kepadanya sebelumnya untuk mencegah terjadinya efek samping yang kurang menyehatkan dirinya. Di samping memberinya makanan sisa diharapkan juga para (calon) muridnya memberinya uang transport pp. dan juga angpao, karena ia toh harus hidup bukan? Inilah kisah aneh tapi nyata pada milenia ketiga dunia yang semakin tua ini. Mohon maaf seribu maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan pada hati Bimo, karena saya juga mendapat amanat untuk menulis artikel ini. Walaupun kini hati Bimo sudah seluas samudra yang mampu menampung segala jenis hinaan dan hal-hal yang meruntuhkan gengsi dan ego manusia biasa kita semua tetap prihatin terhadap laku hidup yang kini dipilihnya. Que sera sera Bimo; what will be will be. At the end anyway - everything will be all good... eventually. Jakarta, 19 Agustus 2006. Mang Iyus Wejangan Perdana Reshi Kompatisme Shri Bimo e-link: <http://groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/291> Ditulis oleh: Drs. Juswan Setyawan Selesai pelantikan apapun di negeri ini dan di mana saja selalu tokoh yang baru dilantik menyampaikan pidato pelantikannya (oratio credentialis). Tak terkecuali dengan pentahbisan Reshi Shri Bimo dengan alias Pendeta Botak, suatu gelar kehormatan yang diberikan sendiri oleh Master Kim Il Sen, biang kerok kompatiologi yang sekaligus sangat dibenci dan dicintai oleh banyak orang. Ia datang membawa pedang sehingga dunia menjadi semakin chaos untuk sementara untuk kemudian menjadi semakin sadar akan pentingnya komunikasi empati antara manusia dengan manusia, manusia dengan hewan, manusia dengan alam sekitar (Mother Gaia) dan manusia dengan Sang Pencipta (hablummin nAllah wal hablummin an'nas sorry kalau salah ejaan/taqlid, yang penting valuenya benar). Kalau hidup hanya untuk mencari makan maka hidup manusia tidak lebih dari tingkat hidup seekor hyena yang tidak mengandalkan akalnya untuk mencari makan tetapi cukup dengan cakar dan moncongnya. Ini inti pertama wejangan Reshi Shri Bimo yang sejajar dengan pendapat Dr. Laura Schlesinger dalam bukunya How Could You Do That (HarperCollins Publishers, 1996). You know the final excuse that really gets my hackles to full quivering attention? Its when callers protest that they are only human. ONLY human? As if ones humanness were a blueprint for instinctive, reflexive reactions to situations, like the rest of the animal kingdom. I see being human as the unique opportunity to use our mind and will to act in ways that elevates us above the animal kingdom. Selanjutnya Laura mengatakan; And it is largely with the 3 Cs that we accomplish that (i.e. We were put on the earth to rise above nature.) The 3 Cs are Character, Courage, and Conscience, without which we are merely gigantic ants instinctively filling out our biologically determined destiny. (Schlesinger, p. 9) Menjadi mirip seperti hyena masih mendingan; bahkan lebih hina lagi kalau hanya seperti "semut raksasa". Badannya saja yang gede, otak dan hatinya tidak ada! Hewan hanya makan saat lapar saja untuk survive sekaligus demi keseimbangan ekologi tetapi hewan tidak menumpuk aset. Semut pun menumpuk makanan untuk masa paceklik dan untuk persediaan bagi anak-anak semut yang tidak berdaya. (Kalau anak sapi namanya gudel, anak semut apa ya namanya Bimo?) Lihatlah bagaimana indahnya manuver Bimo dengan Ilmu Air-nya menangkis dan menanggapi serangan Angin Beracun yang saya kirim kemarin. Ia menanggapinya dengan sersan serius tapi santai. Tidak melawan. Bila anda melempar batu atau tokay ke dalam air, maka air tidak pernah akan menolak tetapi menerimanya saja. Bila anda menepuk air, maka muka anda sendiri yang kecipratan dan tangan anda sendiri yang akan terasa pedih akhirnya. Namun air setelah tergoncang sejenak akan tenang kembali. Bimo menelan saja penghinaan dengan menganggapnya sebagai lelucon yang membangkitkan semangat. Bravo, Reshi Bimo, Anda memang pantas mendapat bintang! Betapa banyaknya insan di negara ini yang langsung angkat kelewang apabila merasa terhina barang sedikit bahkan saat baru pada taraf merasa resah. Namun, itu adalah ciri khas reaksi elemen Api dan bukan elemen Air. Maka agamapun memiliki dua ciri elemen yaitu elemen Api dan elemen Air, yang masing-masing atau membuat suasana menjadi panas seperti api neraka atau menjadi sejuk seperti angin firdaus. Pesan kedua dari wejangan Shri Bimo sarat dengan nilai apresiasi ekologi. Manusia dalam mengejar kebutuhannya telah bersikap sangat tidak empati kepada alam. Sekalipun tujuannya mungkin saja tidak keliru. Misalnya, berapa banyak pohon-pohon tropis ditebang untuk dijadikan bahan kertas yang selanjutnya akan dipakai untuk dicetak menjadi buku, majalah atau koran. Mencerdaskan manusia tetapi sekaligus dengan cara menghancurkan alam secara sangat tidak cerdas dan khianat di mana reboisasi dilalaikan, dana reboisasi dikorupsi, dan hutan dihancurkan tanpa tebang-pilih sehingga mengakibatkan banjir serta kekeringan di seluruh negeri. Manusia yang tidak mampu berkomunikasi empati dengan alam tidak hanya menghancurkan alam tetapi sekaligus menghancurkan dirinya sendiri. Segelintir manusia mengantongi devisa jutaan dollar untuk dirinya sendiri dan pada saat bersamaan membawa malapetaka bagi banyak rakyat kecil yang kehilangan segala-galanya. Lumpur panas Sidoarjo juga begitu intinya. Petani kehilangan sumber rezekinya karena sawahnya kebanjiran - atau kekeringan - dan para peladang mengalami kehilangan hal (humus) yang sama. Ketiga, Reshi Shri Bimo mengemukan tema penghematan makanan. Dan ini bukan hanya dalam bentuk wacana yang indah-indah namun kosong melainkan justru dengan tindakan konkrit yaitu hanya memakan sisa makanan yang tidak dihabiskan manusia lain. Tindakan ini memang ekstrim dan radha masokhis di mata orang awam. Namun, bagi seorang Reshi hal itu adalah suatu laku yang biasa-biasa saja. Semoga ini dapat menjadi momentum bagi gerakan baru yaitu Gerakan Penghematan Pangan Nasional. Mungkin hal ini kelihatannya sebagai suatu res novum atau barang baru untuk kita - lewat kaca mata di negeri kita. Tetapi gerakan seperti ini telah lama terjadi secara alamiah, naluriah, dan merata di seluruh negeri Jepang misalnya. Duapuluhan tahun yang lalu saya diundang makan di sebuah restoran Jepang di Tokyo. Meja penuh dengan hidangan yang disaji dalam piring-piring mini seukuran piring untuk Tari Piring orang Padang. Di satu piring ada masakan berupa terong ukuran kecil dan hanya separuh pula. Pada pinggan yang lain ada dua tusuk sate. Ya ampun! Bagaimana pula cara makannya? Saya tidak berani mulai walaupun sebagai tamu dipersilakan terus. Lalu saya berbisik kepada rekan saya: Bagaimana cara makannya? Saya pikir terong itu sekali telan saja habis dan sate itu biasanya saya ambil 5 tusuk sekaligus. Dan kali ini hanya ada dua tusuk sate untuk enam orang. Rekan saya yang sudah paham akan dilema ini segera memberi contoh. Terongnya cuma dipotong dengan ujung sendok dan diambil secuil saja. Mungkin tidak cukup untuk mulut bayi pun! Dan satenya cuma diambil dagingnya dua potong, potongan lainnya disisakan! Masyaallah ribet banget deh! Sepulangnya dari perjamuan, eh rekan saya malah memuji penghematan model Jepang ini. Katanya, Jepang itu negara kaya tetapi sumber alamnya sangat terbatas, maka penduduknya secara alamiah dipaksa untuk hidup hemat. Kita bisa makan seberapa banyak kita mau. Kalau sate habis boleh pesan lagi, bahkan pesan seberapa kali pun. Namun semua pesanan itu akan habis dimakan dan terjamin tidak ada yang akan tersisa atau dibuang (seperti di hampir semua restoran kita). Moral dari tatacara makan seperti itu juga ialah untuk menanamkan sikap tahu diri (self restraint) dan sikap untuk memikirkan kepentingan orang lain juga (altruisme - empatisme). Dan kini Reshi Shri Bimo ingin kita semua mengadopsi dan memberi apresiasi terhadap perilaku konsumsi yang telah menjadi kebiasaan baik di seluruh rumah tangga dan restoran di negeri Sakura tadi. Mungkin juga kebiasaan seperti itu sudah mendarah daging sejak zaman Ainu atau zaman Bushido di negara tersebut. Saya pernah mendengar bahwa dalam kebudayaan Jawa juga terdapat adat semacam itu. Dikatakan bahwa Dewi Sri akan menangis bila anak-anak tidak menghabiskan nasi di piringnya. Jadi, Reshi Shri Bimo berkat infusi memory floods dari nenek moyangnya ingin mengangkat kembali nilai luhur lokal tersebut secara lebih kontemporer dengan tema modern tentang Gaia Movement. Eh, Bimo, emangnya elo mau segera mendaftar jadi anggota Green Peace?! Memang untuk semuanya itu perlu dan harus terjadi suatu Paradigm Shift dan diharapkan Reshi Shri Bimo akan memulai hal tersebut bukan dengan kata-kata tetapi dengan teladan nyata. Bukan dengan wejangan-wejangan basi tetapi lewat ilmu baru komunikasi empati. Selamat berjuang kawan ! Para psikolog sejawat anda satu Alma Mater telah mulai antri untuk belajar "ilmu dekonstruksi memori" langsung dari anda. Dan mereka pasti tidak akan memboroskan makanan karena pasti akan menyisakannya untuk anda habiskan! Benar-benar suatu "shock therapy" yang luar biasa. Bahkan lebih dashsyat dari kejutan "kursi listrik" psikiater kuno. Ha ha ha... Namaste, Minggu, 20 Agustus 2006. Mang Iyus From: bimo To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Sunday, August 20, 2006 12:38 PM Subject: [psikologi_transformatif] wah-wah kayaknya kok berlebihan... begini yah saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang saling tergabung dalam ranah bawah sadar manusia... MERDEKA!!! saya tidak pernah merasa bahwa saya melakukan segala sesuatu yang begitu menghebohkan, yang saya tahu adalah sya hanya membantu orang memahami apa makna kehidupan dengan memperkenalkan suatu persepsi baru dalam keseharian. bang juswan terima kasih atas pernyataanya yang sangat memberi semangat hihihihihi lucu juga anda menganggap saya seperti itu... tapi terimakasih. Semogal terhitung mulai dari hari ini saya mencoba setidaknya satu hari memuat satu tulisan. Bang juswan dan rekan-rekan sekalian, apa yang saya kerjakan hanya mencoba mencari makna dalam kehidupan ini. hidup itu bukan sekedar bertahan hidup, tapi memaknai hidup. hal ini dikarenakan dari sekian juta spesies yang ada di planet ini, hanya manusia yang mampu memaknai dan mengabstraksi segala tindak-tanduknya. apakah kemampuan ini hanya digunakan sebagai tools untuk mencari makan? kalo memang begitu "you all are so LAME" karena dengan ini berarti anda tidak lebih dari seekor hyena yang menggunakan moncong dan cakarnya untuk berburu. hal ini dikarenakan bahwa akal budi hanya seperti cakar dan moncong yakni alat untuk mencari makan. Anda tahu betapa kesadaran manusia ini dibayar oleh alam dengan harga mahal? berapa banyak pohon, hewan harus mati agar manusia dan kesadaranya tetap hidup? Jutaaan.... apa balas budi kita pada alam? kita hanya sibuk untuk bertahan hidup tanpa pernah berpikir untuk apa hidup ini, padahal cost kehidupan kita paling mahal dibandingkan spesies lain. dengan keadaan ini, manusia tetap saja tidak sadar.. memakan makanan yang tersisa adalah cara saya untuk menghargai kontribusi alam dalam mesupport kesadaran saya. Saya mencoba dari hal yang kecil dulu, belum bisa jadi petapa yang cukup makan embun dan semedi setiap saat, saya masih cinta seks dan alkohol dan maryuana... THEY RULES!!! tapi mohon rekan2 merenungkan betapa untuk menjaga kesadaran dalam sebuah spesies, mother nature memberikan yang terbaik pada anak2nya kenapa anak2nya hanya bermain untuk kesenangan sendiri tanpa memikirkan orang tua dan saudara2nya (dalam hal ini antar sesama manusia). betapa manusia masih egois seperti kanak2.. oleh karena itu mari belajar menjadi lebih dewasa. Cobalah bertanggung jawab dengan kesadaran kita... memang bikin hidup yang kusut ini jadi tambah ribet... tapi mana ada sih kedewasaan yang lebih mudah dari kanak2? mencoba menyadari bahwa pikiran bukan hanya tools untuk mencari makan adalah perubahan paradigma yang paling mendasar. dan itu yang paling sulit.. namun caranya cukup sederhana yakni berkomunikasi antara kesadaran dengan alam dan berempati antara kesadaran dengan alam dengan paradigma yang baru yakni dengan jujur, atau boleh dikatakan vincent dkk kompatiology!!! So COOL!!! From: bimo To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Mon Aug 21, 2006 8:53 pm Subject: i'm not Reshi.. om yuswan- ckckckck terimakasih untuk masukannya boleh lah... All Right... hari ini saya ingin bicara tentang tahap selanjutnya dari topik bahasan kemarin. Kunci pertama dari kesadaran adalah menyadari bahwa anda sadar. Sadar betapa alam telah mengerahkan segala potensinya untuk memelihara kesadaran anda.. oleh karena itu hidup anda sangat amat berarti. Menyadari bahwa hidup adalah sebuah berkah bukan musibah membuat anda mensyukuri hal itu. tapi omong2 bersyukur tentah berkah kehidupan mensyukuri sebuah rezeki bisa makan saja orang tidak semua orang menghargai kok. semuanya "take fo granted" memang seharusnya begitu.. rekan2 yang baik, kenapa saya mulai dari makanan, karena makanan adalah kebutuhan manusia paling dasar. berapa banyak dari rekan2 yang mengucapkan syukur hari ini bisa makan? tentu saja dihayati yah bukan ritual. kalo sudah habit mah susah atuh.. sebaiknya sih penghayatan. menghayati makanan. Rekan2 dengan menghayati pemenuhan kebutuhan mendasar anda maka anda bisa menghayati kebutuhan2 yang lebih tinggi. Dengan meminjam hirarki kebutuhan maslow maka kebutuhan mendasar yang makan dilakukan dengan penghayatan maka tidak salah juga untuk menghayati rasa syukur bahwa anda masih hidup sampai saat ini dengan betapa aman dan damainya anda saat ini. ah nggak banyak kriminalitas kok di jakarta. memang tapi betapa damainya anda dibandingkan orang2 lebanon dan irak syukurilah itu... cinta, penghargaan diri dan aktualisasi diri adalah kebutuhan tingkat tinggi dimana hanya segelintir orang mencapainya. hal ini saya kemukakan karena betapa jarang orang yang menghayati perasaan bahwa kedua kebutuhan tadi terpenuhi. apa bedanya cinta dan sex? apa bedanya penghargaan diri dengan arogansi? apa bedanya aktualisasi diri dengan anti sosial (menurut maslow orang yang mengaktualisasikan diri sering menghadapi friksi dengan sosial). rekan2 tercinta mari kita menghayati hal yang paling mendasar dalam hidup ini bahwa kita bisa makan. Baru kita memahami apa itu kebutuhan yang lainnya.. ok lah hari ini cukup dulu warnetnya nanti mahal bokek bo (maaf yah)... SALAM SEJAHTERA bagi anda semua Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com posting : psikologi_net@yahoogroups.com berhenti menerima email : [EMAIL PROTECTED] ingin menerima email kembali : [EMAIL PROTECTED] keluar dari milis : [EMAIL PROTECTED] ---------------------------------------- sharing artikel - kamus - web links-downloads, silakan bergabung di http://psikologi.net ---------------------------------------- Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/psikologi_net/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/