Dear all, Terimakasih secara khusus atas tanggapan Ibu Reni K. & Bapak Irwanto.
Semoga kita tidak sedang menunggu sampai terbentuknya Dewan Psikologi Indonesia dalam hal ini. Salam takzim, Juneman --- Re: re: Profesi Psikolog? Sebuah harapan Posted by: "irwanto irwanto" Date: Fri Jan 4, 2008 21:39 Dear all, Memang ini bukan soal pengakuan tetapi soal deskripsi yang benar karena SK Dikti itu memberikan info ke masyarakat pemanfaat program pendidikan psikologi - ini bukan krisis identititas tetapi kealpaan yang harus segera dikorfeksi. irwanto --- Re: Fwd: SK Dirjen Dikti tentang Penataan dan Kodifikasi Prodi Posted by: "Reni Kusumawardhani" Date: Thu Jan 3, 2008 10:20 pm ((PST)) Sejawat Juneman, terimakasih atas ketelitian dan kepedulian anda. Saya pikir hal ini semestinya ditindaklanjuti oleh Himpsi bukan sekedar untuk "pengakuan" tetapi lebih pada kejelasan posisi pendidikan profesi kita dalam pendidikan tinggi di Indonesia. Salam RK --- Dear Mbak Diah, Mas Ir, Mas Danny, Mbak Mel, Bung Revo, & Sejawat, terimakasih atas tanggapannya. Saya memahami ungkapan Mas Danny dan Bung Revo, dan secara prinsip -sebagaimana saya pernah ungkapkan- saya setuju. Sangat setuju (bahkan sebelum saya berniat mengirim email Lampiran SK Dirjen Dikti tersebut ke milis ini). Sempurna. Namun, masalahnya saya kira bukan itu. Masalahnya adalah bahwa kita hendak menjawab pertanyaan: "Mengapa Pendidikan Magister Profesi Psikolog tidak memperoleh Kode yang jelas dan tegas dalam SK Dirjen Dikti Depdiknas No.163/DIKTI/Kep/2007 tentang Penataan dan Kodifikasi Program Studi pada Perguruan Tinggi?" "Apakah Magister Profesi Psikolog termasuk dalam kode 73-101 itu?" As simple as that. Perhaps... Jika Dirjen Dikti konsisten dengan sistem kodifikasinya (serta, bandingkanlah dengan Kodifikasi Prodi lain), maka Program Pendidikan Profesi Psikolog Jenjang Magister, yaitu Program Pendidikan Profesi yang "dikawinkan" dengan Strata-2 Akademik, maka pada Lampiran 1 SK tersebut, menurut hemat saya semestinya akan tercantum sebagai berikut: No Program Studi Jenjang Kode 343 Ilmu Psikologi S3 73-001 344 Psikologi S2 73-101 345 Profesi Psikolog S2 ....... 346 Psikologi S1 73-201 Bukankah demikian? Magister Profesi adalah Pendidikan Profesi yang unik. Mengapa? Karena ia agak berbeda dengan sejumlah Pendidikan Profesi pada umumnya yang secara Khusus bahkan Mandiri diselenggarakan dan dikelola oleh Organisasi atau Komunitas Profesi. Kita sering menjumpai iklan Pendidikan Profesi di harian Kompas yang diselenggarakan just oleh Organisasi Profesi tanpa perlu melibatkan Dikti. Contohnya adalah Pendidikan Profesi Advokat. Mengapa bisa? Karena hal itu dimungkinkan dalam Undang Undang, yakni Ketentuan Pasal 2 ayat(2) Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang menyatakan: “Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat yang dilaksanakan oleh organisasi advokat”. Namun, Pendidikan Profesi Advokat itu tidak berada pada Jenjang Magister (S2). Nah, kita tidak memiliki Undang Undang Psikologi yang serupa dengan itu. Yang kita punya adalah Rancangan Undang Undang Psikologi :) Sedangkan Magister Profesi, merupakan paduan antara Pendidikan Magister dan Pendidikan Profesi. Sebagai contoh adalah Magister Profesi Advokat (MH.Adv) yang baru dibuka pada akhir 2006 yang lalu di Fakultas Hukum Unika Soegijapranta Semarang. Contoh lain adalah Magister Profesi Psikolog (M.Psi., Psikolog) di sejumlah Fakultas Psikologi. Penyelenggaraan dan eksistensi suatu Magister Profesi jelas memerlukan Izin/Pengakuan Dikti dalam kerjasamanya dengan Organisasi Profesi. Dalam milis PsiTrans, bahkan sempat kita mencoba mendiskusikan hal yang lebih mendasar, yakni apakah itu master, profesi, dan apa & bagaimana itu "magister profesi". Bersama ini saya lampirkan SK Dirjen Dikti selengkapnya. Sebelumnya dan sesudahnya, saya mohon maaf apabila terdapat kekeliruan. Saya hanya berharap agar kita menuju ke suatu Magister Profesi yang mendekati ideal, dan untuk itu tentu perlu kita kawal perjalanannya dengan "kompak dan hati yang teduh" (mengutip Mel). Demikian, terima kasih. Salam takzim, Juneman Re: Profesi Psikolog? Sebuah harapan Posted by: "diah karmiyati" Date: Wed Jan 2, 2008 9:42 pm ((PST)) Mas Juneman n rekan - rekan psikolog, Sepertinya memang perlu usaha luar biasa dari organisasi HIMPSI untuk meyakinkan pihak berwenang bahwa psikolog layak dan pantas jadi sebuah profesi. Dari pengamatan saya dari tahun ke tahun nasib 'masalah profesi psikolog' ini tidak ada kemajuan (meskipun teman2 di organisasi juga sudah berjuang). Hal ini penting untuk teman - teman yang profesinya benar2 psikolog murni (maksud saya bukan psikolog yang di dunia akademik, seperti guru dan dosen, yang memang jumlahnya mendominasi psikolog di Indonesia). BTW, semoga teman - teman mulai tergugah lagi untuk memikirkan ini. Selama ini yang saya tahu Bu Menuk dan teman2 dari UGM sangat concern tentang ini, dan juga teman - teman lain. Bu Sawitri nyuwun tanggapan ya.. Salam --- irwanto irwanto wrote: Trims mas juneman, paling tidak masih ada yang mengamati. Segera harus ditanggapi oleh HIMPSI Pusat dan atau ditugaskan HIMPSI Jaya untuk menhadap Dirjen... salam, irwanto --- 1. Profesi psikolotg Posted by: "danny yatim" Date: Wed Jan 2, 2008 12:02 am ((PST)) Saya 100% sependapat dengan Revo. Dari tahun ke tahun, dari kongres ke kongres, masalah pengakuan profesi psikologi kok masih terus jadi isu ya (atau lebih tepat dijadikan isu). Psikologi di Indonesia seringkali seperti remaja yang krisis identitas, butuh pengakuan terus-menerus untuk dianggap dan diakui. Kalau sudah cukup dewasa, mau ada pengakuan atau tidak, kan tetap eksis. Salam, Danny I Yatim --- 1a. Re: Profesi Psikolog? Posted by: "Koechink Garoenk" Date: Sun Dec 30, 2007 5:23 am ((PST)) Kalau memang betul begitu, berarti HIMPSI sebagai suatu organisasi tidak bekerja sebagaimana mestinya. Kayaknya HIMPSI harus di reformasi tuh... --- 4. Bls: Profesi Psikolog? Posted by: "Mel maharani" Date: Tue Jan 1, 2008 8:13 am ((PST)) Dari dulu psikologi memang ga punya departemen. Dulu ikut depnaker, setelah dipikir2 masa psikologi ngurusin ketenaga kerjaan aja, lalu di lepaslah dari area tersebut Nah, ditambah lagi, secara kelembagaan, HIMPSI belum banyak berbuat, terutama merebut area2 yg seharusnya di garap oleh himpsi. Misal, calon legislatif yang di tes oileh psikiater Padahal caleg2 disana kan untuk bekerja Masa stadar bekerja sesorang hanya terbagi atas 2 hal : gila & tidak gila.. Nah ane pun mumet ni.. Hayo dong, temen2 Himpsi bangkit dan sesama psikolog kudu saling memiliki hati yg teduh, tanpa arogan dan merasa selalu benar (image masyarakat) Didaerah2, Himpsi / para psikolog juga ga kompak, bahkan saling tuding, beda ama profesi tenagga (kedokteran), dimana IDI benar2 memprotec anggotanya dari goresan persepsi negatif dari luar Namun Saya yakin, dijaman sekarang, profesi psikolog bayak dibutuhkan, krn saya juga membutuhkan psikolog kok.. :-) Kayknya udah mulai eror juga nih..heehhe Sepanjang kita bersedia menerima keterbukaan, pembaharuan serta feed back dari lingkungan, maka pasti kita akan tumbuh menjadi besar. Krn pengetahuan selalu bergerak kedepan dengan kemajuan teknologinya, seiring juga dengan tuntutan persoalan yg makin meng-global Meskipun disisi lain, fed back terasa pahit & membuat mual perut kita Salam maniezz Melly --- 1b. Re: Profesi Psikolog? Posted by: "Revo Multiko Putra" Date: Sat Dec 29, 2007 7:04 pm ((PST)) Juneman, Terus terang saya belum mengerti maksud dan tujuan dari terbitnya SK Dirjen ini karena SK nya sendiri tidak ada di email ini, yang ada adalah lampirannya. Jadi, tanpa SK nya kita tidak tahu maksud dan tujuan terbitnya SK tersebut. Jadi, kta pun tidak perlu khawatir dengan tidak tercantumnya profesi psikolog di lampiran SK itu. Lagipula, profesi-profesi lain banyak juga koq yang tidak tercantum di situ; apa saja? Aktuaris, Notaris, Pengacara, Pengemudi, Juru Tera, Mekanik, dll. Jadi, tolong dibedakan, psikologi sebagai suatu disiplin ilmu pendidikan tinggi dengan PSIKOLOG sebagai profesi. Kan kita sebagai psikolog gak perlu harus eksis dan mendapatkan pengakuan sosial di setiap tempat; eksistensi hanya bisa ada apabila diperjuangkan; apa bentuk perjuangannya, ya.... advokasi; pengenalan kepada masyarakat. Bagaimana pengenalannya? Dari jasa yang diberikan dan sebeapa bermanfaat jasa itu bagi masyarakat. Kalo masyarakat merasa bahwa jasa psikolog belum ada manfaatnya, ya.... mereka belum akan pakai. Namun kita tidak perlu kecil hati, lha.... ketika Tsunami terjadi, hampir semua instansi (lokal, nasional, maupun internasiona) teriak-teriak bahwa psikolog diperlukan koq.... Yang jadi masalah adalah, ketika kita terjun sebagai psikolog dalam setting-setting humanitarian seperti itu, kinerja kita bermanfaat gak buat korban? Kalo nggak.... ya, jangan nuntut eksistensi dong. Jadi, tidak tercantum di SK Dirjen ini, gak perlu takut.... apa dulu isi SK nya. Mudah-mudahan mencerahkan. Revo --- Juneman <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Dear friends, terlampir adalah K E P U T U S A N DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 163/DIKTI/KEP/2007 tentang PENATAAN DAN KODIFIKASI PROGRAM STUDI PADA PERGURUAN TINGGI Terbaru. Please notice, bahwa: - Ada profesi Dokter - Ada profesi Dokter Gigi - Ada profesi Akuntan Di mana ya profesi psikolog? Salam takzim, Juneman