Assalamu'alaikum wr.wb.

Lembang Alam


2. HARI KEBERANGKATAN

Malam sebelum berangkat saya tidur lebih awal. Rasanya
tidak sabar menunggu  saat keberangkatan. Waktu bangun
subuhnya perasaan saya bergelora-gelora. Ada perasaan
harap, cemas, tidak sabaran bercampur aduk. Dalam hati
saya berdoa, mudahkanlah perjalanan ini ya Allah.
Subuh itu saya ke mesjid ditemani istri sementara
anak-anak bersiap-siap untuk shalat di rumah. Saya
tidak dapat menahan tangis pada saat menjadi imam
shalat subuh itu. Pada rakaat pertama saya beberapa
kali tertegun menahan tangis, tapi pada rakaat kedua
tangis saya benar-benar tidak dapat ditahan lagi.
Selesai shalat, saya kembali berpamitan dengan para
jamaah dengan suara terisak-isak. Saya mohon agar saya
dan keluarga saya didoakan  agar selamat pulang dan
pergi ke Tanah suci. Karena hari itu hari libur (tahun
baru Cina), sesudah shalat ada kuliah subuh.  Ustad
yang akan mengisi kuliah subuh mendoakan kami dengan
khusyuk dan sesudah itu, sebelum saya berpamitan,
jemaah mesjid bergantian bersalaman dan memeluk saya.
Beberapa orang jamaah ikut larut dalam tangis. Setelah
itu saya pulang, untuk bersiap-siap, karena kami akan
berangkat jam tujuh pagi dari rumah.  

Jam tujuh, saya ajak anak-anak untuk ke mesjid, untuk
shalat sunat sebelum berangkat. Dan setelah itu
barulah kami meninggalkan rumah dengan  diantarkan
oleh adik saya. Kami menuju Mesjid Al Furqan, dekat
kantor Dewan Dakwah di Kramat Raya. Pagi itu ada acara
pelepasan jemaah oleh Pimpinan Yayasan yang dihadiri
pula oleh beberapa orang ustad Dewan Dakwah. Acara
terpaksa dibuat padat, karena jam sepuluh kami sudah
harus berangkat ke Bandara. 

Alhamdulillah, segala sesuatu berjalan sesuai dengan
rencana. Jam sebelas kurang kami sudah sampai di
Bandara. Jam dua belas lebih seperempat kami sudah
mulai naik ke pesawat dan jam satu tepat pesawat Saudi
Arabia yang membawa kami menuju Madinah Munawarah
sudah tinggal landas di landasan pacu Bandara Sukarno
– Hatta. Kami berlima duduk di bangku tengah pada
deretan ke 32 di pesawat Boeing 777 itu. 

Labbaika Allahuma Labbaik. Labbaika laa syariikalaka
labbaik. Innal hamda wani’mata laka walmulk, laa
syariikalak. Kalimat talbiyah itu saya ulang-ulang
dalam hati dan mata saya berlinang-linang. Setelah
pesawat  itu terbang dengan lebih tenang dan mendatar,
kami lakukan shalat zuhur dan ashar dengan dijamak dan
diqasar.  Dan setelah  itu kami jalani sepuluh jam
penerbangan yang cukup menyenangkan diselingi acara
makan, menonton, mendengarkan tilawah al Quran dari
remote cassete, ngobrol, zikir  dan tidur. Di layar 
tv terpampang informasi mengenai penerbangan ini
secara teratur. Tinggi jelajah, kecepatan penerbangan,
jarak yang sudah ditempuh, jarak yang tersisa,
perkiraan waktu sampai di tujuan dsb.

Dua bangku di depan saya, di kursi sebelah kiri, duduk
Prof. Quraisy Syihab dan istrinya, Mula-mula ada
keinginan untuk berkenalan dengannya, tapi saya
urungkan. Saya khawatir saya hanya akan mengganggunya
saja. Tapi pada kesempatan lain istri saya sempat
ngobrol dengan istrinya, waktu mereka bersantai
melepas ketegangan otot-otot di bagian belakang
pesawat. Penerbangan itu benar-benar menyenangkan dan
adalah penerbangan langsung menuju kota Madinah. 
Akhirnya, jam sebelas malam waktu Jakarta atau jam
tujuh malam waktu Madinah, pesawat itu mendarat di
Bandara Madinah. Meski agak lelah sesudah terbang non
stop selama sepuluh jam, kami, sebagaimana umumnya
penumpang lain kembali  bersemangat. Pemeriksaan di
imigrasi bandara itu berjalan cukup cepat karena hanya
rombongan kami itu saja yang mereka periksa. Jam
delapan malam kami sudah sampai di pemondokan, di
hotel Durrat Al-Andalus, yang terletak lebih kurang
dua ratus meter dari mesjid Nabawi.

Waktu berada di dalam lift ada seorang ibu-ibu yang
mungkin karena melihat kami berlima dengan tiga anak
gadis, lalu mengingatkan agar berhati-hati. Lengkap
dengan contoh kasus. Katanya, baru minggu kemarin
kejadian, anak gadisnya lagi berhalangan ditinggal di
hotel ini sendirian, lalu di perkosa. Wallahi, saya
sebenarnya sedih dan tidak suka mendengar cerita
seperti ini. Biasanya kalau didesak, apakah ibu
melihat sendiri? Jawabannya biasanya, saya diceritain.
Cerita yang sejak saya pergi haji tahun 90 dulu pernah
pula saya dengar, yang entah darimana sumbernya. Dan
sejujurnya, saya tidak terlalu percaya. Cerita seperti
itu banyak versinya dan bahkan ada yang lebih seram,
bahwa setelah diperkosa wanita itu dibunuh. Tapi kalau
ditelusuri, biasanya sumbernya diceritain oleh orang
lain yang melihatnya. Siap yang melihat itu? Ya orang
lain.

Setelah menaruh barang bawaan di kamar, kami
bersiap-siap untuk pergi ke mesjid Nabawi untuk shalat
maghrib dan isya. Hari sudah sekitar jam sembilan
malam, waktu shalat  isya sudah lebih sejam berlalu.
Waktu mau masuk ke tempat shalat wanita, petugas pintu
dan petugas kebersihan melarang istri dan anak-anak
saya masuk. Mereka mengucapkan kata-kata yang kami
tangkap hanya ‘shubh  - shubh’, yang maksudnya nanti
saja waktu shubuh. Karena tempat shalat wanita dan
laki-laki terpisah saya tidak berusaha lagi untuk
masuk ke dalam mesjid dan akhirnya kami  shalat di
lantai luar saja.  Kami shalat maghrib dan isya
dijamak dan diqasar. 

Setelah itu kami kembali ke pemondokan untuk makan
malam dan beristirahat. Saya sudah mendapatkan
informasi bahwa waktu shubuh besok adalah jam 5.30.
Saya memasang alarm di HP untuk bangun jam empat
kurang seperempat.
Tapi ternyata pagi itu saya terbangun sekitar jam tiga
(sudah jam tujuh di Jakarta) dan segera bersiap-siap
untuk pergi ke mesjid. 

                        *****




=====

St. Lembang Alam



__________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Search - Find what you’re looking for faster
http://search.yahoo.com
____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke