From: Frangkie <[EMAIL PROTECTED]>
To: SCI  <Mail2news-20010608-
[EMAIL PROTECTED]>, SCM  
<Mail2news-20010608-
[EMAIL PROTECTED]>
Date: Sun, 10 Jun 2001 02:25:39 +0700
Subject: [partai-keadilan] Pemurtadan 111 : Alert!!  Ritual Sekte Kristen
KOS, Serupa Tapi Tak Sama

MEMBONGKAR PEMURTADAN DENGAN BERKEDOK ISLAM 
PRAKTEK KRISTENISASI & GLOBALISASI GGG (Gold-Glory-Gospel) 
http://member.webs88.com/~zulfank/Riot/index-sayno.html

FIle gambar cek di : 
http://groups.yahoo.com/group/sabili/files/Murtadin/Sekte-Kos.html
http://groups.yahoo.com/group/sabili/files/Murtadin/Sekte-KosDaolos1.gif
http://groups.yahoo.com/group/sabili/files/Murtadin/Sekte-KosDaolos2.jpg

KHASANAH ORTODOKS SYRIA

KOS: Serupa Tapi Tak Sama
Sebuah sekte dalam agama Kristen, praktik peribadatannya nyaris sama
dengan Islam. Orang awam sulit membedakan. Kristenisasi gaya baru?

Saat Maghrib telah tiba. Belasan orang di Hotel Sahid Surabaya itu
bergegas shalat. Semuanya berkopiah dan dipimpin seorang imam. Jangan
keliru, mereka bukan kaum Muslimin yang edang menunaikan kewajiban 
shalat Mahgrib. Mereka adalah jamaah Kanisah Ortodok Syiria (KOS),
sebuah sekte dalam agama Kristen.

Bisa jadi, orang awam akan terkecoh. Sebab, sekte ini memang sangat
mirip Islam. Bukan saja asalnya serumpun, Timur Tengah, tapi juga ritual
dan tatacara peribadatannya nyaris sama.

Tengoklah saat mereka shalat. Selain berkopiah dan dipimpin seorang
imam, bila berjamaah, juga memakai bahasa Arab. Rukun shalatnya pun
nyaris sama. Ada ruku' dan sujud.

Bedanya, bila kaum Muslimin diwajibkan shalat 5 kali sehari, penganut
KOS lebih banyak lagi, 7 kali sehari &emdash;setiap 3 jam&emdash; 
masing-masing dua rakaat. Mereka menyebutnya: sa'atul awwal
(fajar/shubuh), sa'atuts tsalis (dhuha), sa'atus sadis (dhuhur), sa'atut
tis'ah (ashar), sa'atul ghurub (maghrib), sa'atun naum (Isya'), dan
sa'atul layl (tengah malam).

Hal yang sama juga pada praktik puasa. Puasa wajib bagi pemeluk Islam
dilakukan selama sebulan dalam setahun, dikenal dengan shaumu ramadhan.
Sedang pada KOS disebut shaumil kabir (puasa 40 hari berturut-turut)
yang dilakukan sekitar bulan April. Jika dalam Islam ada puasa sunah
Senin-Kamis, pada KOS dilakukan pada Rabo-Jum'at, dalam rangka mengenang
kesengsaraan Kristus.

Selain shalat dan puasa, jamaah KOS juga mengenal ajaran zakat. Zakat,
dalam ajaran KOS, adalah sepersepuluh dari pendapatan bruto. 

Tidak sebatas itu saja. Kalangan perempuan pemeluk KOS, juga mengenakan
jilbab plus pakaian panjang ke bawah hingga di bawah mata-kaki. Pemeluk
KOS mempertahankan Kitab Injil berbahasa asli Arab-Ibrani: Aram, sebagai
kitab sucinya. Model pengajian yang dilakukan pemeluk KOS juga tidak
berbeda jauh dengan ala pesantren di Indonesia. Mereka melakukan dengan
cara lesehan di atas tikar atau karpet. Ini tidak pernah didapati pada
'pengajian' pemeluk Kristiani di Indonesia yang lazim duduk di atas
kursi atau balkon.

Efram Bar Nabba Bambang Soorsena, SH (36), seorang Syekhul Injil
(penginjil) KOS yang pertama kali memperkenalkan ajaran KOS di
Indonesia, kepada Sahid mengatakan, di antara kedua agama (Islam dan
KOS) memang mempunyai kesamaan sejarah, etnis serumpun, dan kultur
(budaya). Adanya Pan-Arabisme di Timur Tengah, misalnya, ternyata bukan
ansich milik kalangan Muslim. Pemeluk KOS pun, turut memiliki
Pan-Arabisme itu. Salah satunya, kalangan KOS turut menyesalkan sikap
Israel yang hingga sekarang ngotot menduduki jalur Ghaza milik penduduk
Palestina.

Menurut Prof Dr Nurcholis Madjid, agama Nasrani itu makin klasik makin
banyak kemiripannya dengan Islam. "Aliran KOS itu justru lebih murni
ketimbang Kristen yang berkembang di Barat," ujar Ketua Yayasan
Paramadina asal Jombang yang akrab dipanggil Cak Nur itu.  

Sementara Jalaluddin Rahmat, tidak merasa kaget terhadap adanya banyak
kesamaan antara Islam dengan KOS. Pada zaman dulu, kata cendekiawan dari
Bandung ini, orang-orang Islam di Yordania, Syria, dan Lebanon hidup
berdampingan dengan orang-orang Kristen, yang dikenal dengan Kristen
Monorit. Mereka melakukan tatacara peribadatan hampir mirip dengan cara
beribadah umat Islam.

Dengan banyaknya kemiripan itu, tak heran bila KOS lebih bisa diterima
di kalangan Muslim di Indonesia. Setidaknya, setiap bulan KOS diberikan
kesempatan tampil dalam 'Forum Dialog Teologis' yang diselenggarakan
Yayasan Paramadina, Jakarta. "Kami sangat berterima kasih dan menaruh
hormat kepada orang-orang Islam yang bersedia menerima kehadiran KOS
dengan lapang hati dan terbuka," ujar Bambang. 

Anehnya, di kalangan Kristen sendiri KOS malah kurang bisa diterima,
bahkan dicurigai. Tengoklah pernyataan Direktur Bimbingan Masyarakat
(Bimas) Kristen Protestan Departemen Agama RI, Jan Kawatu. Menurut Jan,
aliran tersebut belum tercatat dalam komunitas Kristen di Indonesia.  

Jan juga mengatakan bahwa pihaknya telah mengeluarkan surat edaran yang
disampaikan kepada para notaris. Isinya, agar mereka tidak mengesahkan
berdirinya sebuah yayasan atau lembaga Kristen sebelum mendapatkan izin
resmi dari Direktur Bimas Kristen. "Izin itu diperlukan untuk mengetahui
siapa mereka, apa tujuannya, dan macam apa alirannya," kata Jan Kawatu
seperti dikutip Gatra (14/3/98). Dan, masih menurut Jan, bahwa Bimas
Kristen-Protestan sudah menutup pintu bagi aliran baru.  

Tetapi, kalangan KOS sendiri agaknya tak mau ambil pusing dengan surat
edaran Dirjen Bimas Kristen-Protestan itu. Mereka menilai, pelarangan
itu lebih bersifat politis. "Karena di Indonesia telah ada terlebih
dahulu Kristen Ortodoks Yunani. Hanya saja, selama bertahun-tahun tidak
menunjukkan perkembangan berarti. Sedang KOS, kendati baru beberapa
tahun, tapi cukup bisa diterima masyarakat dan terus berkembang," papar
Henney Sumali, SH (37), Ketua Yayasan KOS Surabaya.  

Sementara Bambang menambahkan, saling curiga di antara sekte di Kristen
itu merupakan penyakit lama. Kristen Timur &emdash;KOS termasuk di
dalamnya&emdash; juga menaruh curiga kepada Kristen Barat (umumnya
dianut Kristen di Indonesia). Menurut Bambang, Kristen Barat telah
mengalami helenisasi (pembaratan), untuk kepentingan imperialisme. 
Terjadinya Perang Salib, misalnya, tetap dicurigai kalangan Kristen
Timur hanya semata sebagai kedok Barat yang memakai agama untuk
kepentingan imperialisme mereka.

Meskipun Dirjen Bimas Kristen telah menyebarkan surat larangan kepada
para notaris, nyatanya KOS tetap bisa mengantongi akte pendirian. Yakni
melalui notaris Gufron Hamal, SH, di Jakarta pada 17 September l997.
Melalui yayasan inilah, Bambang yang kelahiran Ponorogo ini terus
mensosialisasikan KOS ke khalayak ramai. Yang kerap mereka lakukan
adalah lewat kajian-kajian, misalnya melalui 'Pusat Studi Agama dan
Kebudayaan' (Pustaka) di Malang (1990-1992). Kini, kajian itu sudah
merambah Jakarta dan Surabaya.

Tetapi soal pengikut, diakui Bambang, memang belum cukup banyak, baru
sekitar 100 orang. Tapi kalau simpatisan, sudah mencapai ribuan. Untuk
menjadi pengikut resmi KOS di Indonesia belum bisa dilakukan, karena KOS
di Indonesia belum mempunyai imam dan gereja. Padahal untuk bisa menjadi
pengikut resmi KOS harus melewati prosedur pembaptisan seorang Imam. Di

Indonesia, kata Bambang, yang kini tinggal di Malang, baru bersifat
'studi atau kajian KOS'. Sebab itu, untuk sementara ini bagi jamaah KOS
yang ingin menjadi pengikut resmi KOS harus melalui prosedur pembaptisan
Abuna Abraham Oo Men di Singapura.

Perbedaan prinsip

Yang disebut simpatisan tadi, sebagian besar berasal dari kalangan
Islam. Ini diakui Joko, staf Yayasan Studia Syriaca Ortodoxia Jakarta
yang rutin menggelar kajian KOS. "Setiap bulan pengajian KOS di Hotel
Sahid Jakarta yang diikuti sekitar 400 orang, sekitar 60% pesertanya
dari kalangan pemeluk Islam," kata Joko.

Seorang kristolog muda bernama Mashud SM, menilai menyambut baik metode
menyebaran sekte KOS. Mereka, kata penulis 'Dialog Santri Pendeta' ini,
lebih berani tampil terbuka dalam wacana intelektual dengan kalangan
Islam dan agama lain. Bukannya dengan cara licik seperti memberi
supermie atau beras untuk menggaet pengikut baru.  

Namun ia mengingatkan, selain banyak kemiripan, antara Islam dan KOS
tetap ada perbedaan prinsipil. Kitab suci mereka tetap Injil, meski
berbahasa Arab. Nada yang hampir sama diungkapkan oleh seorang mantan
pendeta yang kini masuk Islam. "Mereka tetap Kristen, bukan Islam. Kalau
kemudian banyak kemiripan dengan Islam, itu soal metodologi 'dakwah'
yang disesuaikan dengan kultur masyarakat setempat. Karena di Syiria
mayoritas Islam, agar bisa diterima, mereka pun menyesuaikan dengan
kultur Islam," katanya.

Yang tidak habis dimengerti Mashud adalah, kalau memang KOS murni
membawa ajaran Nabi Isa as, mestinya mereka percaya kepada Nabi Muhammad
saw sebagai penyempurna semua ajaran agama Samawi. "Karena dalam Injil
mereka yang asli menyebutkan begitu," katanya. Nyatanya, mereka memang
tidak mengakui peran Nabi Muhammad itu. Kalau mengakui, tentu mereka
sudah Islam.



KHASANAH ORTODOKS SYRIA 

Lahirnya Paham Ortodoks 

Sejarah menyebutkan, paham ortodoks lahir dari perselisihan antara
Gereja Alexandria, Gereja Roma, dan Kaisar Konstantin. Puncaknya, pada
masa Kaisar Bizantium Marqilanus (450-458 M) seabad lebih sebelum Nabi
Muhammad lahir di Mekkah (571). Kala itu, tepatnya pada tahun 451,
diadakan Majma Khalkaduniyah (Konsili Kalkedonia) dalam hal ketuhanan.
Buntut dari konsili ini menimbulkan perpecahan di antara gereja-gereja
yang sulit disatukan kembali.

Nah, rupanya, sejak inilah umat Kristen terpecah menjadi dua. Di satu
pihak berpusat di Roma dan Bizantium, dipimpin Bapa Laon (440-461).
Kelompok ini mengakui, al-Masih mempunyai dua sifat: Tuhan dan manusia.
Kelompok ini kemudian lebih dikenal dengan Kristen dan Katholik. 

Di pihak lain, berpusat di Alexandria dan Antakia di bawah pimpinan Bapa
Disqures (444-454 Masehi). Kelompok ini berpegang kuat pada sifat
tunggal bagi al-Masih. Mereka tidak setuju dengan aliran Kristen yang
mengakui sifat Tuhan sekaligus manusia. Kelompok inilah yang kemudian
dikenal dengan kelompok ortodoks. Nama 'ortodoks' dipakai karena
berarti: menganut ajaran agama yang dianggap benar, yang asli. Karena
itu, penganut ortodoks mencoba untuk hidup secara lurus, sesuai dengan
tuntutan awal dari kelahiran agamanya.

Penganut ortodoks sendiri terdiri atas beberapa toifah (komunitas
berdasarkan kesamaan kultur, tradisi, bahasa, dan bangsa). Karenanya ada
toifah Koptik, Syrian, Armenian, dan Habasah. Sedang 'aqidahnya' sama. 

Kanisah Ortodoks Syria (KOS) mengklaim punya bukti sejarah, bahwa Injil
yang pertama berbahasa Arab Syria. Menurut mereka, bahwa al-Masih
&emdash;kalangan penganut KOS pantang menyebut Nabi Isa as dengan Yesus
seperti lazimnya digunakan penganut Kristen Katholik/Protestan, tetapi
lebih suka menyebutnya dengan al-Masih atau Sayyidina Isa
al-Masih&emdash; berbicara dengan menggunakan bahasa Syria. Injil
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada tahun 643. Hingga sekarang,
Injil yang digunakan penganut paham Ortodoks Syria, Irak, Lebanon, dan
Mesir, adalah berbahasa Arab. Memang, antara bahasa Syria dan bahasa
Arab terdapat kemiripan dan persamaannya.

Di Indonesia, KOS mulai diperkenalkan secara resmi oleh Bambang
Noorsena, SH. Berdasarkan akte notaris tertanggal 17 September 1997,
Bambang mulai memperkenalkan KOS. Sebelumnya, selama 2 tahun
(1995-1997), alumnus Fakultas Hukum Universitas Kristen Cipta Wacana
Malang ini, keliling ke Timur Tengah &emdash;di antaranya Suriah,
Damaskus, Mesir, Yordan, Libanon, Palestina, dan Israel&emdash; untuk
mempelajari pola-pola ajaran KOS. Karena di Indonesia belum mempunyai
gereja, kerapkali pengajian-pengajian jamaah KOS ini dilakukan di hotel:
di Jakarta, Surabaya, maupun Malang. Sebab itu pula keberadaan KOS di
Indonesia masih berbentuk lembaga studi dengan nama 'Studia Syriaca
Ortodoxia' berpusat di Malang, Jawa Timur. 

Pemimpin tertinggi KOS adalah Patriakh, yang sekarang dipegang oleh
Patriakh Mar Ignatius Zakka I Iwas di Suriah. Berdasarkan Konstitusi
1991, KOS terdiri atas 20 keuskupan yang tersebar di seluruh dunia. Di
bawah uskup ada abuna (pemimpin). KOS di Indonesia belum sampai ke
tingkat abuna, karena belum mempunyai gereja. Yang ada, kata Bambang,
baru sebatas Syekhul Injil (penginjil). Itu sebabnya, untuk menjadi
penganut KOS di Indonesia terlebih dulu dilakukan proses pembaptisan
oleh Abuna Abraham Oo Men di Singapura



KHASANAH ORTODOKS SYRIA

KOS di Mata Pengikutnya 

Henney Sumali, SH (37) 

Alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya (1988) ini Ketua
KOS Surabaya. pria dibesarkan dari lingkungan keluarga Kristen-Protestan
ini mengaku, tertarik dengan KOS baru setahun lalu (1998). Berikut
kisahnya:

Sejak kecil saya hidup dalam keluarga penganut Kristen-Protestan yang
taat. Namun, saya masih ingin mengembarakan naluri beragama saya itu.
Hanya satu yang saya tuju, mencari kepastian dalam menuju keselamatan
hidup dunia-akhirat. Bertahun-tahun lamanya, tapi belum juga ditemukan
kecocokan. Hingga kuliah, belum juga ketemu. 

Pada suatu ketika dalam suatu pertemuan di Surabaya, tepatnya Mei 1998,
saya bertemu dengan Mas Bambang Noorsena, SH. Dari perbincangan dengan
Mas Bambang itu, kemudian berlanjut dengan saya datang ke rumahnya, di
kawasan Jalan Supriadi di Malang. Dari situlah terjadi dialog teologi.
Mas Bambang banyak cerita tentang Kanisah Ortodoks Syria (KOS) dan
pengalaman spiritualnya sebelum (Bambang sebelumnya penganut
Kristen-Protestan) dan sesudah mempelajari KOS di Timur Tengah.

Dari situ, saya menjadi tertarik. Karena menurut saya, sekalipun
Kristen-Protestan yang selama ini saya peluk merupakan rumpun agama
samawi, namun belum saya temukan kepastian iman. Tapi, di KOS saya
seakan menjadi terbuka dan menemukan ikhwal kepastian dalam menuju
kehidupan dunia akhirat. Saya juga menemukan hakikat iman yang selama
ini saya cari. Bahwa Isa al-Masih &emdash;yang menurut pemeluk
Kristen-Protestan disebut Yesus adalah anak Tuhan&emdash; dihadirkan ke
dunia, menurut KOS dipahami sebagai Nuzul Tuhan (penyampai firman
Tuhan). Tuhan itu Esa. Tidak sama atau tidak bisa disamakan dengan
makhluk. Karena kalau Tuhan sama dengan makhluk. Berarti bisa fana
(binasa). Saya memahami Isa al-Masih itu, tidak berbeda halnya dengan
Nabi Muhammad dalam Islam. Muhammad dihadirkan ke dunia sebagai
penyampai firman Tuhan.

Saya tidak beragama Islam. Tapi, saya menemukan "islam" dalam KOS.
Bahwa, apa yang saya yakini dan lakukan sehari-hari sebetulnya sudah
inheren dengan "islam" (KOS memakai nama islam dengan huruf "i" kecil,
sebab kalau "I" besar itu identik dengan "Dienul Islam" yang dibawa Nabi
Muhammad saw). Karena hakikat "islam," dalam KOS, artinya: berserah diri
pada Allah. Jadi, apa yang saya jalani ini tidak lepas dari tuntutan.   

Joko, peserta pengajian KOS Jakarta
Lelaki yang dulunya hidup dalam keluarga beragama Islam ini sempat tiga
kali pindah agama, terakhir tertarik dengan KOS. Berikut kisahnya:

Pada awalnya, saya seringkali mengikuti pengajian Mas Bambang Noorsena
secara rutin sebulan sekali di Hotel Sahid, Jakarta. Saya bersama
sekitar 400-an orang ikut pengajian Mas Bambang. Menurut perkiraan saya,
jamaah pengajian itu sekitar 60% pesertanya dari kalangan Islam. Seperti
biasa, setiapkali pengajian terlebih dulu diawali dengan shalat naum
(mirip shalat maghrib, karena dilakukan selepas maghrib). Usai shalat,
dilanjutkan dengan Tilawatil Injil dan disambung dengan ceramah yang
disampaikan Mas Bambang. Sebelum berakhir, juga diselingi tanya-jawab. 

Sebelum menjadi peserta kajian KOS ini, saya sudah tiga kali pindah
agama. Sewaktu saya masih kecil, kedua orangtua saya beragama Islam.
Tapi, ketika saya berusia 7 tahun, ibu saya pindah ke agama Katholik.
Bapak masih bertahan dengan agama Islam. Jadi ketika itu, saya juga

sering diajak ibu pergi ke gereja, juga sering diajak bapak ke
musalla/langgar. Saya juga diajari shalat dan puasa oleh bapak.
Kehidupan beragama di lingkungan keluarga memang tampak demokratis.
Tapi, dari situ, saya kemudian agnostik, percaya pada Tuhan tapi untuk
sementara waktu menunda kepercayaannya. Hal itu berjalan sampai saya
kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. 

Kehidupan agnostic ini berangsur berkurang setelah saya aktif mengikuti
mengikuti dialog theologi yang diselenggarakan Yayasan Paramadina di
Hotel Regent, Jakarta. Dari situ pula, saya kemudian berkenalan dengan
pengajian KOS yang diasuh Mas Bambang. Hingga kemudian tertarik. 

Tito Pontoh, peserta pengajian KOS di Jakarta 
Lelaki alumni Universitas Krisna Dwipayana Jakarta ini mengaku, lahir
dari keluarga yang bermacam-macam agama. Tapi, pihak keluarganya,
katanya, cukup memberikan toleransi pada keluarga lainnya yang berbeda
agama. Berikut kisahnya:

Sebelum tertarik dengan KOS, saya pemeluk Kristen-Protestan yang taat.
Karena lingkungan keluarga yang cukup memberi toleransi pada keluarga
yang berbeda agama itu, saya juga berusaha belajar lain-lain agama. Nah,
kemudian saya menjadi tertarik dengan KOS. Karena missi dan tujuannya,
setelah saya pelajari ternyata baik sekali.

 Bagi saya, KOS merupakan jembatan bagi pemeluk Islam dan Kristen di
Indonesia yang selama ini acapkali tegang dan disalahpahami di antara
keduanya. Berbagai kegiatan KOS yang saya ketahui, ia melakukan dialog
terbuka, duduk sebangku dan semeja antara pemeluk Kristen dan Islam.
Dari situ, saya menilai KOS cukup positif. 

 Hal lain yang membuat saya tertarik dengan KOS, menurut saya, KOS ini
seperti tasawuf dalam Islam, kurang lebih begitu. Karena disini 'kan ada
mistik-mistiknya. Sedang di Protestan murni logika. KOS selain logis,
juga membiarkan unsur-unsur tasawufnya hilang begitu saja. Dari situlah
saya menjadi tertarik dengan KOS.

 Tulisan : Bambang Noorsena pada Majalah Indonesia Maret 1998



KRISTEN ORTODOKS SYRIA 

Upaya Menemukan Kembali Akar 

Ajaran Kristen Ortodoks Syria hadir di Indonesia. Mereka salat tujuh
kali sehari, dengan menggunakan bahasa Arab.

BERMULA dari keingintahuannya tentang ajaran Kristen yang berwajah
oriental, Bambang Noorsena, 34 tahun, menelaah teks Kitab Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru. Ia juga melakukan perjalanan ke beberapa
negara Timur Tengah pada 1995-1997. "Saya melacak jejak historis Gereja
Anthiokia purba yang dikisahkan dalam Kitab Kisah Para Rasul," katanya
kepada Gatra. Pencariannya tidak sia-sia. Bambang menemukan ajaran
Kristen Ortodoks yang berpusat di Anthiokia, Syria.

Dalam ajaran Ortodoks itu Bambang Noorsena menemukan jembatan yang bisa
menghubungkan antara Kristen dan Islam yang dipeluk mayoritas penduduk
Indonesia. Lalu, warga Malang, Jawa Timur, yang tercatat sebagai jemaat
Kristen Jawi Wetan itu berguru khusus kepada Mar Ignatius Zaka al Awwal
al Uwais yang berkedudukan sebagai Patriark Anthiokia dan seluruh
wilayah Timur. Mar Ignatius dikenal juga sebagai Rais al Aliy (Pemimpin
Tertinggi) Gereja Ortodoks Syria. "Selama belajar di sana saya menemukan
kembali akar kekristenan semitik. Inilah penerus dan pewaris Kristen
yang pertama," kata Bambang.

Dalam Kisah Para Rasul disebutkan, sepeninggal Isa, Rasul Petrus
bertugas sebagai patriark yang pertama di Anthiokia. Selama tujuh tahun
Rasul Petrus menjalani misi sucinya, sebelum bertugas ke Roma. "Sejak
saat itu ajaran Kristen mengalami proses Helenisasi, diikuti dengan
Westernisasi," ujar Bambang Noorsena menjelaskan.

Yang menarik, dalam menjalankan ibadah ritualnya, Ortodoks Syria ini
menjalankan salat tujuh waktu dalam sehari semalam, dengan menggunakan
bahasa Arab. Mereka juga membaca Kitab Injil -dalam bahasa Arab- mirip
orang Islam Sedang mengaji Al-Quran.

Adapun tata cara salatnya dimulai dengan posisi berdiri yang dipimpin
oleh seorang imam berpakaian jubah warna hitam. Imam meletakkan kedua
tangan di dada, membuat tanda salib, lalu mengucapkan lafaz dalam bahasa
Arab: Bismil Abi wal Ibni wa Ruhil Quddus Ilahu Wahid (Demi nama Bapa
dan Putra dan Roh Kudus, Allah Yang Maha Esa). Jamaah menyambutnya:
Amin. 
Imam melanjutkan berdoa dengan mengangkat kedua tangan dan disahuti oleh
jamaah. 
Setelah membuat tanda salib berikutnya, imam membungkukkan badan seperti
posisi ruku, dan mengucapkan: Quddusun Anta, ya Allah (Kuduslah Engkau,
ya Allah). Jamaah menyahut dengan menyucikan nama Allah Yang Mahakuasa,
Yang Tak Berkematian. Jamaah memohon kasih sayang Allah yang telah
disalibkan sebagai ganti umat manusia. 
Imam berdiri tegak dan menadahkan tangan lagi.  
Lalu imam bersujud, dan diikuti seluruh jamaah. Ketika bangun dari
sujud, imam membaca Subhanaka Allahumma (Mahasuci Engkau, ya Allah),
jamaah menyahut bersamaan. Sambil menadahkan tangan, imam dan jamaah
membaca Doa Rabbaniyah (Doa Bapa Kami versi bahasa Arab). 
Selanjutnya dibaca Salam Walidatullah (atawa Salam Maria). 
Imam kemudian membaca petikan Zabur (alias Mazmur dalam bahasa Aramaik),
dan salat pun berakhir. 
 Kini, pengikut ajaran "baru" itu sudah ratusan jumlahnya, terutama di
kalangan anak muda terpelajar. Mereka tersebar di Jakarta, Bandung,
Surabaya, dan Malang. Untuk menghimpun jamaah, Bambang Noorsena
membentuk Yayasan Kanisah Ortodoks Syria, September tahun lalu.
Peresmiannya diselenggarakan di Hotel Milenium di Jakarta, akhir tahun
lalu. Barnabas Suebu (mantan Gubernur Irian Jaya) duduk sebagai ketua
umum yayasan. Sedangkan Dr. Anton Lesiangi (tokoh teras di Kosgoro)
sebagai sekretaris umum. Mereka memang masih belum mempunyai gereja
sendiri, karena masih menunggu sang imam yang bakal ditasbihkan di
Syria.

Meskipun demikian, sejauh ini yayasan tersebut belum tercatat dalam
komunitas Kristen di Indonesia. Hal itu dikemukakan oleh Jan Kawatu,
Direktur Bimbingan Masyarakat (Bimas) Kristen Protestan, Departemen
Agama, kepada Gatra.

Selama ini, menurut Jan, untuk mengontrol lahirnya yayasan dari
aliran-aliran keagamaan di lingkungan Kristen Protestan, pihaknya telah
mengeluarkan surat edaran yang disampaikan kepada para notaris, agar
mereka tidak mengesahkan berdirinya sebuah yayasan atau lembaga kristen
sebelum mendapat izin resmi dari Direktur Bimas Kristen. "Izin itu kan
perlu untuk mengetahui siapa mereka, apa tujuannya, dan macam apa
alirannya," kata Jan. Selain itu, menurut Jan, Bimas Kristen Protestan
sudah menutup pintu bagi aliran baru. "Tidak ada lagi izin bagi aliran
baru," kata Jan menegaskan. 

Berbeda dengan Jan, kehadiran aliran Kristen Ortodoks Syiria ini dapat
diterima oleh cendekiawan muslim seperti Dr. Jalaluddin Rakhmat dan Dr.
Nurcholis Madjid. "Kita harus menaruh hormat dan menghargai perbedaan,"
kata Kang Jalal -sapaan akrab Jalaluddin Rakhmat- pada Taufik Abriansyah
dari Gatra. Menurut Kang Jalal, dia tidak kaget kalau dalam tata cara
peribadatan mereka banyak yang sama dengan ajaran Islam. Sebab, menurut
Kang Jalal, pada zaman dulu pun orang-orang Islam di Yordania, Syria,
dan Lebanon hidup berdampingan dengan orang-orang Kristen yang disebut
Kristen Moronit. Mereka melakukan tata cara peribadatan hampir mirip
dengan cara beribadah orang Islam.

"Agama Nasrani itu makin klasik makin banyak kemiripan dengan Islam,"
kata Cak Nur -sapaan akrab Dr. Nurcholis Madjid- kepada Mauluddin Anwar
dari  Gatra. "Kalau sekarang ada yang mirip, ya tidak aneh," ujar Cak
Nur. Menurut Cak Nur, aliran Kristen Ortodoks Syiria itu justru lebih
murni ketimbang Kristen yang berkembang di Barat. "Kalau kita gunakan
literatur yang lebih awal, sebetulnya Kristen yang paling asli ya aliran
mereka itu," kata Cak Nur kepada Gatra.

Agaknya kita memang perlu arif sesuai dengan semangat toleransi
antarumat beragama.

Herry Mohammad, Sapto Waluyo, dan J. Eko Setyo Utomo



KHASANAH ORTODOKS SYRIA 

Ada Jilbab, Khitan, dan Jenggot 

SEJARAH menunjukkan bahwa paham Ortodoks lahir dari perselisihan antara
Gereja Alexandria dan Gereja Roma serta Kaisar Konstantin. Dan mencapai
puncaknya pada masa Kaisar Bizantium Marqilanus (450-458 Masehi), yaitu
ketika diadakan Majma Khalkaduniyah dalam hal ketuhanan tahun 451
Masehi. Inilah yang kemudian menjadikan umat Kristen menjadi dua.

Satu pihak berpusat di Roma dan Bizantium yang mengakui bahwa Al-Masih
memiliki dua sifat: Tuhan dan manusia. Aliran ini dipimpin oleh Baba
Laon (440-461 Masehi). Sedangkan yang lain berpusat di Alexandria dan
Antakia di bawah kepemimpinan Bapa Disqures I (444-454 Masehi) yang
berpegang pada prinsip sifat tunggal bagi Al-Masih.

Aliran pertama, yang setuju bahwa Al-Masih punya sifat Tuhan sekaligus
manusia, kemudian dikenal dengan nama Kristen Katolik. Sedangkan yang
tidak setuju masuk dalam kelompok Ortodoks. Dari segi bahasa, ortodoks
berarti "menganut ajaran agama yang dianggap benar, yang asli". Karena
itu, penganut Ortodoks mencoba untuk hidup secara lurus, sesuai dengan
tuntutan awal dari kelahiran agamanya.

Penganut Ortodoks itu sendiri dari beberapa toifah. Toifah adalah
komunitas  berdasarkan kesamaan kultus, tradisi, bahasa, dan bangsa. Ada
toifah Koptik, Syrian, Armenian, dan Habasyah. Sedangkan "akidahnya"
sama.

Menurut Abuna Robula Iskanda Soma, pemimpin Syirian Ortodoks di Mesir
dan sekaligus pengasuh Kaniset Al-Adzro Maryam, "Antara Koptik dan
Syrian adalah saudara kandung. Kami memiliki akidah yang sama, meski
cara hidup kami berbeda," katanya. "Saya sendiri sekarang mendalami
teologi kepada seorang guru Koptik biarpun saya Syrian."

Ortodoks Syria mengklaim punya bukti sejarah bahwa Injil yang pertama
berbahasa Syria, dan Al-Masih berbicara dengan bahasa Syria. Injil
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab tahun 643 Masehi. Waktu itu jabatan
Gubernur Syria dipegang Umar bin Abi Waqos yang beragama Islam. Sampai
saat ini, Injil yang digunakan penganut paham Ortodoks Syria, Irak,
Lebanon, dan Mesir, adalah Injil berbahasa Arab. Antara bahasa Syria dan
bahasa Arab memang banyak persamaannya.

Para penganut Ortodoks Syria melaksanakan ibadah tujuh kali per hari.
Tapi, bila ada kesibukan, salatnya boleh dilakukan dua kali per hari:
waktu fajar dan ketika matahari terbenam. Kalau yang ini masih juga tak
mampu, bisa dilakukan satu kali dalam seminggu, yakni pada hari Minggu. 

Mereka juga mengenal puasa. Yaitu menghindari semua makanan yang
mengandung unsur hewani. Minyak dan susu, misalnya, termasuk pantangan
untuk diminum. Puasa bisa dilaksanakan pada setiap hari Rabu dan Jumat,
kecuali antara hari kebangkitan Al-Masih hingga hari Pantekosta. Di dua
hari besar itu ada larangan untuk menjalankan ibadah puasa. 

Suami-istri juga tak boleh sembarangan melakukan talak, kecuali salah
satu di antara suami-istri itu melakukan sesuatu yang dilarang agama.
Zina misalnya. Si suami tak berhak menceraikan istri. Hanya gereja yang
berhak memutuskan cerai pasangan suami-istri. Itulah sebabnya Gereja
Ortodoks tak mengakui cerai yang dikeluarkan catatan sipil. Poligami
juga dilarang.

Pada awalnya, perempuan penganut Ortodoks Syria diwajibkan memakai
jilbab hitam. Tapi karena perkembangan zaman, tak sedikit dari mereka
yang melepaskannya. Meskipun demikian, bila ke gereja, mereka tetap
diwajibkan menggunakan jilbab berwarna hitam.

Gereja, menurut paham ini, adalah suci. Siapa pun yang masuk ke rumah
Tuhan harus dengan hati yang bersih. Juga fisik. Karena itu, sepatu tak
boleh dipakai di dalam gereja. Lalu, pria dewasa, meski tak diwajibkan,
dianjurkan untuk khitan. Para pendetanya juga memanjangkan jenggot. Ini
mengingatkan pada para pendeta di masa awal berkembangnya ajaran
Kristen.

 HMO, Mauluddin Anwar, dan A. Murtafie Haris (Kairo)



___________________________________________________________________________
Visit http://www.visto.com/info, your free web-based communications center.
Visto.com. Life on the Dot.


RantauNet http://www.rantaunet.com

Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3
==============================================Mendaftar atau berhenti menerima 
RantauNet Mailing List di
http://www.rantaunet.com/subscribe.php3

ATAU Kirimkan email
Ke/To: [EMAIL PROTECTED]
Isi email/Messages, ketik pada baris/kolom pertama:
-mendaftar--> subscribe rantau-net [email_anda]
-berhenti----> unsubscribe rantau-net [email_anda]
Keterangan: [email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung
==============================================

Kirim email ke