Title: ASP edisi III No 11 Oktober 2000 Halaman 9
Rarachm,
Iko ado tambahan tentang Bungo nan pubah kecek rarachm kapatang.
Kironyo namo bungo tuh kok di awak Bungo Muko Rimau ramau rachm.

Halaman 9
[ prev ] [ next ]

ALAM SUMATERA & PEMBANGUNAN

merupakan salah satu solusi pilihan sebagai daerah pengungsian satwa gajah. Menyangkut upaya pengungsian dari areal pemukiman ke kawasan taman, perlu persyaratan teknis yang harus dipenuhi, di antaranya: 1) Membuat parit penghalang keluarnya gajah dari kawasan taman sehingga gajah yang diungsikan tidak mengganggu pemukiman yang tersebar di sekitar dan dalam kawasan taman; 2) Rasionalisasi bentuk dan perluasan kawasan taman yang memungkinkan satwa gajah bergerak leluasa di dalamnya; 3) Pada daerah-daerah permukiman tradisional di dalam kawasan taman perlu dibangun parit pengaman sehingga gajah tidak mengganggu kawasan itu; 4) Dalam jangka panjang perlu upaya resetlemen penduduk dari kawasan taman secara bertahap ke wilayah pembangunan di sekitarnya.

Ancaman Terhadap Taman Nasional
Meningkatnya permintaan kayu, yang tidak diimbangi dengan peningkatan produktifitas, membuat aktifitas pemanfaatan kayu secara ilegal menjadi tinggi di taman nasional. Jika tidak segera dikendalikan, risikonya adalah menurunkan daya dukung kawasan terhadap satwa liar, termasuk gajah tadi.

Bentuk kawasan taman nasional yang sempit menyebabkan daya dukung habitat untuk mamalia besar juga menjadi terbatas. Sementara, di sisi lain kawasan ini juga berfungsi sebagai daerah pengungsian satwa. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya persaingan antarspesies yang sangat tinggi dalam pemanfaatan ruang. Tingginya aktifitas pemanfaatan sumber daya hutan dan lahan untuk kepentingan HPH, HTI, perkebunan dan perladangan di sekitar kawasan taman, menjadikan tekanan ekologis terhadap kawasan ini menjadi sangat berat.

Adanya pemukiman di sepanjang Sungai Gangsal dan aktivitas masyarakat tradisional yang melakukan perladangan dengan cara tebas bakar dan beringsut, dalam jangka panjang akan dapat menurunkan kualitas ekosistem dan bisa menyebabkan fragmentasi habitat dan menurunnya luasan hutan alam serta masuknya jenis-jenis eksotik di dalam kawasan taman. Selain itu masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan banyaknya industri pengolahan hasil hutan di sikitar kawasan telah menyebabkan permasalahan dalam pelestarian kawasan TNBT menjadi semakin kompleks.

Solusi Penyelamatan Bukit Tigapuluh

Melihat keadaan dan permasalahan yang terjadi, maka upaya pecahannya perlu dilakukan melalui pendekatan ekologi dan pendekatan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Secara ekologi daya dukung habitat kawasan taman nasional tergolong rendah, sebagai akibat dari bentuk yang kurang ideal. Karena itu perlu dilakukan rasionalisasi terhadap bentuk kawasan melalui perluasan kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh.

Mengingat daya dukung hutan alam di sekitar kawasan ini sudah tidak mampu menyediakan sumber bahan baku yang lestari bagi industri HPH dan penggergajian kayu, perlu dikaji ulang izin yang diberikan pada HPH yang berada di sekeliling

     
 

Muko Rimau Itu Makin Terancam

R afflesia hasselti termasuk bunga langka. Bunga padma ini juga disebut cendawan `muko rimau', karena mirip rona muka harimau itu. Ia juga disebut rafflesia merah putih Suringar. Suringar diambil dari nama penemu pertama kali, tahun 1918 di Muara Labuh dan Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

Kini cendawan itu bisa ditemukan di kawasan hutan yang berada di pinggiran Desa Semambu, Kecamatan Sumai, Kabupaten Muara Tebo. Lokasi Rafflesia hasseltii ini berada di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit 30. Sebelumnya ia berada di enklav wilayah HPH dan kini statusnya sudah menjadi areal penggunaan lain.

Ada beberapa lokasi sebaran rafflesia di desa ini. Dari pelacakan yang dilakukan bulan Juli 1999, diketahui cendawan ini banyak ditemukan di sekitar sub daerah aliran sungai (DAS) Sako, berjarak sekitar 15 km dari pusat Desa Semambu. Di lokasi itu ditemukan belasan knop (individu) rafflesia yang belum mekar, dengan ukuran berkisar antara 3-10 cm.

Karena langka, bunga ini mengundang perhatian sejumlah peneliti. Nina Herdiani, peneliti dari Fakultas Kehutanan IPB yang berkunjung Juni 1998, menyebutkan, Rafflesia hasseltii berpotensi sebagai bahan obat-obatan bagi penyembuhan penyakit kanker. Sayang, hasil penelitian itu belum ditindaklanjuti, sehingga potensi sebagai bahan obat kanker belum bisa dipastikan.

Biasanya bunga ini akan mekar antara Agustus hingga Desember. Di waktu mekar, lebar kelopak bunganya berkisar antara 35 - 60 cm. Warna kelopak menjadi merah bata dan putih pucat. Tumbuhan inang dari bunga ini berupa liana dari genus Tetrastigma, sangat tergantung dengan pohon-pohon tempat kelangsungan hidupnya. Kondisi bentuk dan struktur tajuk hutan alam yang berlapis-lapis akan menciptakan iklim yang ideal bagi kehidupan Rafflesia hasseltii. Sedikit saja ada perubahan —seperti pohon tumbang— akan mengubah secara drastis habitat mikronya. Karena itu cendawan ini perlui dilindungi dari aktivitas manusia yang merusak.

Hanya saja, kawasan hutan di sekitar lokasi cendawan `muko rimau'semakin terancam. Bisa dari perladangan masyarakat, dan yang mengkhawatirkan datang dari PT Tebo Planta Karpusa, perusahaan yang akan mengkonversi areal hutan alam itu menjadi perkebunan kelapa sawit. Bila rencana itu terlaksana, kelangkaan Rafflesia hasseltii yang dikategorikan terancam punah benar-benar menjadi punah sama sekali (Diki Kurniawan).

 
     

Halaman 9
[ prev ] [ next ]

Kirim email ke